Melepaskannya

3.4K 156 3
                                    

DORR.....

Suara tembakan terdengar nyaring di koridor hotel tempat Rhea dan Rayyan bertemu. Rhea yang melihat darah mengucur dari lengan kiri Rayyan diam mematung, tubuhnya menjadi lemas dan terkejut dengan suara tembakannya sendiri.

beruntung Rhea tidak terbiasa menggunakan senjata api dan tembakan nya meleset ke arah lengan kiri Rayyan. Namun tetap saja itu sangat berbahaya karena senjata api bukan lah sebuah mainan yang mudah di gunakan.

Gadis itu tak percaya bahwa ia benar-benar menembak Rayyan, mereka sama-sama dalam kondisi shock. Rayyan tak menyangka Rhea akan sebenci itu padanya, luka nya tak terasa sakit jika di bandingkan denyut di hatinya, seperti rasa perih yang tak terlihat.

"Tuan, anda tidak apa-apa?" Anthonie segera datang ketika mendengar suara tembakan tadi, ia bingung saat melihat Bos dan gadisnya sedang dalam keadaan yang menegangkan. Jika itu orang lain maka ia akan segera menghabisinya, tetapi ini Rhea. Bisa-bisa  Anthonie yang akan di bunuh oleh Rayyan jika berani menyentuh nya.

"Nona apa yang kau lakukan?" Anthonie beralih menatap Rhea tak percaya.

"... ..." Gadis itu jatuh terduduk, tangannya gemetar dan mengeluarkan keringat dingin.

"Tuan... Ayo segera pergi, kita obati dulu luka anda."

Rayyan tak mendengarkan Anthonie, ia bahkan tak memikirkan peluru yang masih bersarang di lengannya, tembakan seperti itu tak akan menjadi masalah baginya asal tak mengenai organ vital. Rayyan berjalan mendekati Rhea dan berjongkok mensejajarkan dirinya.

"Maafkan aku..." Kata itu adalah ucapan tertulus yang pernah Rayyan ucapkan seumur hidupnya. Ia tidak dendam, marah apalagi berfikir untuk menghabisi gadis yang berada di hadapannya kini. Padahal ia tidak pernah bersimpati pada siapapun sebelumnya.

"Jika kau memang menginginkan aku pergi, baiklah... Aku akan menjauh, tetapi aku memohon satu hal padamu." Rayyan mencoba menyentuh pipi gadis itu dengan lembut dengan kedua tangan nya, terasa kebas juga lengan kirinya akibat tembakan itu, mungkin karena banyak nya darah yang keluar dari sana.

"Ku mohon jangan pergi kemanapun, tetaplah di kota ini agar aku tetap bisa melihatmu. Aku berjanji tidak akan mengganggumu, aku sudah membebaskan mu. Aku tak pernah merasa begitu sesak seperti saat kau pergi."

Rhea memberanikan diri menatap mata pria yang membuat jantungnya berdebar, tajam seperti elang pengintai. Irish sebiru lautan yang mengisyaratkan kesedihan dan juga ketulusan.

"Tuan, sebaiknya kita segera pergi. Ada hal penting yang harus kita lakukan." Ucap Anthonie dan di iyakan dengan anggukan oleh Rayyan. Berat meninggalkan gadis yang ia rindukan, tetapi jika ia bersikeras terhadap Rhea maka kebencian yang akan ia terima.

Rayyan menarik sentuhan tangannya dari pipi Rhea, meninggalkan bekas darah yang menempel di pipi gadis itu. Akhirnya bulir air jatuh juga dari sudut mata yang sedari tadi ia tahan. Entah mengapa rasanya bisa sesakit ini melihat Rayyan pergi meninggalkan nya meskipun inilah yang ia inginkan.

Gadis itu merutuki dirinya sendiri, memukul dadanya yang terasa nyeri, sesak, seperti ada sesuatu yang mengganjal dan membuatnya tak bisa bernafas bebas. Seperti Dejavu, ya.... Rasanya sama persis saat ibu nya meninggalkan dia dan sang ayah yang hidup dengan dunianya.

Ketakutannya terbukti sudah, ia selalu merasa tak ingin ada cinta dalam hidupnya dan kini merasakan lagi betapa sakitnya kehilangan cinta meskipun ia tidak menyadari bahwa Rayyan sudah masuk ke dalam hati

"Rhea kau tak apa?" Kenzo datang berusaha membuatnya sadar kembali, sebenarnya Kenzo sudah ada di sana beberapa waktu lalu tetapi terlalu sayang jika melewatkan drama yang jarang terjadi pada sepupunya, Rayyan. Dan bak sutradara Kenzo akan membuat drama ini menjadi sebuah tragedi sebagai bentuk pembalasan dendamnya pada sang bos mafia.

"Ttuan... Aku tidak ingin menggunakan senjata ini lagi!" Ucapnya lirih dan pingsan. Siapapun pasti akan mengalami dilema jika di hadapkan dengan pilihan-pilihan yang sulit. Jika memilih itu sakit maka tidak memilihpun akan jauh lebih menyakitkan.

Kenzo memanggil dokter dan dokter mengatakan gadis itu hanya shock karena tekanan darahnya sangat rendah. Padahal sebelum ini Rhea jarang terlihat sakit karena ia selalu menjaga pola hidupnya dengan baik. Ya, seorang pelac**r harus selalu dalam kondisi prima kan? Ia sangat menjaga kebersihan tubuhnya, pakaiannya dan juga makanan yang ia konsumsi.

Beberapa jam kemudian Rhea terbangun dari tidurnya, kepalanya masih terasa berdenyut-denyut.

"Kau sudah bangun nona, sebaiknya kau tetap beristirahat sampai stamina mu pilih kembali." Pinta Kenzo saat melihat Rhea berusaha bangkit dari tempat tidur.

"Apa kita sudah kembali ke rumah mu?" Tanya Rhea berusaha mengingat-ingat.

"Ya, kau sudah aman bersamaku. Dan aku minta maaf sudah kecolongan dalam menjaga mu. Seharusnya aku tak membiarkan kau sendirian, ini benar-benar salahku..."

"Tidak,,,, tolong jangan meminta maaf padaku tuan karena kau tidak bersalah. Ini hidupku, aku akan bertanggung jawab pada diriku sendiri." Rhea menjelaskan.

"Tidak, aku lah yang harusnya bertanggung jawab atas keselamatan mu karena kau sedang bersama ku saat ini."

"Jangan terlalu mengasihani ku tuan."

"Aku tidak perlu mengasihani mu karena kau gadis yang cukup tangguh, kau sangat hebat karena berani mengacungkan senjata pada pria biadab itu, lain kali kau harus menembak kepala atau jantung nya. ..Ucapan Kenzo sangat tegas, namun Rhea mulai tak nyaman atas sikap nya yang sedikit posesif.

"Baiklah, sebaiknya kau beristirahat dahulu karena aku memiliki beberapa pekerjaan penting hari ini. Jangan keluar dari rumah ini sendirian, oke?" Sambung Kenzo lagi dan di balas anggukan oleh Rhea.

Rhea termenung dalam diamnya, kenapa ia mulai ragu? Ia ingin pergi dari Pria yang pernah menjadi bos nya tetapi ketika Rayyan mengatakan akan melepaskan nya terasa mengganjal, seperti perasaan tidak rela. Ia juga khawatir dengan luka dari hasil tembakan nya tadi.

.
.
.

"Tuan, haruskah kita datang kembali dan menghancurkan tempat persembunyian tuan Kenzo?"  Tanya Anthonie.

"Jangan dulu, cukup awasi saja dan tingkat kan penjagaan kita untuk Rhea." Jawab Rayyan memberikan perintah.
.
Ngomong-ngomong soal Luka tembakan, Rayyan sengaja tidak mengeluarkan peluru dari tubuh nya. Untuk alasannya hanya ia dan Tuhan yang tahu.

"Baik tuan, tetapi apakah tidak apa jika nona Rhea terlalu lama di sana? Apakah anda benar yakin ingin melepasnya nya?" Anthonie bertanya dengan ragu.

"Ya..." Jawab Rayyan singkat lalu pergi.

Anthonie dapat merasakan sedihnya menjadi Rayyan, ia saksi perjalanan hidupnya, sebagai orang kepercayaan ia akan selalu berusaha melindungi Rayyan dalam keadaan apapun.

Anthonie meminta izin cuti esok hari karena ia ingin melakukan sesuatu. Rayyan pun mengizinkannya karena memang sudah lama Anthonie tidak bertemu dengan keluarganya.

Malam ini Rayyan sedang berendam air hangat di dalam bathup, membiarkan kehangatan menyapu seluruh tubuhnya. Matanya terpejam mengingat setiap hal yang pernah ia lakukan bersama Rhea, bukankah terlalu banyak kenangan yang membuat nya tak bisa melupakan gadis itu.

Senyuman nakalnya, wajah imutnya, setiap kata yang keluar dari bibirnya selalu berkesan. Tetapi kenyataannya gadis itu menginginkan pergi, bisa saja Rayyan memaksa nya dan menggunakannya kekuasaan agar Rhea tetap bersamanya.
.
Tetapi tidak, ia tidak ingin mengulangi kesalahannya. Tak apa ia harus menjauh agar tetap bisa melihat gadis pelayan nya itu. Rayyan menenggelamkan wajahnya di air, mengurangi rasa gundah dalam hati.

My GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang