Zach kembali pulang dalam keadaan mabuk, tetapi kini diantar seorang perempuan. Nita sempat terkejut, karena mengenal perempuan itu. Dia adalah Tiara Kartika–seorang penyanyi terkenal. Kalau saja tidak dalam kondisi seperti ini, Nita pasti sudah meminta tanda tangan dan berfoto. Janda satu orang anak itu merasakan sesak, menyesalkan keadaan saat itu.
Zach merupakan selebriti papan atas dan berteman dengan artis-artis yang memiliki kelas yang sama dengannya. Pria itu mempunyai lingkaran pertemanan yang luas. Nita mengaggumi kemampuan bersosialisasinya. Tidak heran Aliyah terlahir menjadi remaja yang atraktif dan dinamis. Semua itu pasti menurun dari ayahnya. Memang bibit unggul, pikir Nita.
Nita lantas menundukan kepala saat tiba-tiba Zach dan Tiara berciuman dengan panas. Dia yang masih memegangi kenop pintu itu merasa canggung dan malu sendiri. Namun dia memaklumi, karena keduanya artis dan pasti sudah terbiasa dengan kehidupan bebas seperti itu. “Mereka yang ciuman, kenapa aku yang malu? Yang bener aja, Nita. Kamu waras?” gumamnya berbisik. “Pergi jangan ya? Situasinya gini banget sih.” Sekali lagi berkemam pada dirinya sendiri.
Zach yang tidak semabuk Tiara pun dapat mendengar gerutuan Nita. Pria itu pula menyudahi ciuman panasnya lalu menyuruh Tiara pulang. Kemudian dia duduk di sofa dan meminta air putih pada Nita.
Zach menunduk, memerhatikan wajah Nita dari dekat. Pria itu meraih gelas yang masih digenggam sang ART tanpa ragu. Nita terkejut saat Zach tiba-tiba memegangnya yang sedang menyuguhkan minum. Wanita itu pun segera menarik tangannya dan menunduk makin dalam.
Untuk melepaskan diri dari rasa canggung, Nita pun melaporkan kedatangan Aliyah guna mengalihkan perhatian Zach. Mengetahui hal tersebut, Zach segera menelepon Aliyah dan pergi ke kamarnya. Sekali lagi Nita mengalami sport jantung. Dia memegangi dadanya seraya menghela napas. Zach selalu berhasil membuat Nita salah tingkah. “Sampai kapan akan seperti ini, Tuhan? Bisa jantungan aku kalo lama-lama diginiin.”
“Datang lagi besok. Papa, janji nggak akan ke mana-mana,” ucap Zach pada anaknya di sambungan telepon. Dia merasa bersalah, karena tidak berada di rumah saat Aliyah berkunjung.
***
Sesuai yang Zach minta, keesokan harinya Aliyah datang kembali. Dia membawa beberapa barang belanjaan. Aliyah ingin memasakan sesuatu untuk sang ayah tercinta.
“Ayi, mau masak apa?” tanya Nita saat melihat bumbu asing yang dibawa Aliyah. Ada banyak botol dan bubuk berbau aneh yang gadis itu keluarkan dari tas belanjanya.
“Aku mau masak Kari, Ajitsuke Tamago, Tahu Teriyaki, Salad, Sup Miso. Gimana menurut, Mbak Nita?”
“Wah, Ayi mau masak makanan Jepang?” Nita memandang kagum Aliyah yang jago memasak. Dia sering menulis tentang makanan Jepang yang menjadi favorit beberapa tokoh khayalannya. Namun, Nita belum pernah memakan, bahkan membuat dan melihat seperti apa bumbu-bumbunya. Dia hanya menulis berdasarkan informasi dari Go*gle dan anime yang ditontonnya.
Aliyah menyeringai canggung. “Aku nggak jago masak sih. Cuma ngandelin tutorial di Yout*be. Ini kedua kalinya by the way. Semoga sukses lagi.”
Nita bertepuk tangan dengan perasaan takjub. “Saya loh, bikin donat ngikutin tutorial di Yout*be aja gagal. Ayi keren!”
Aliyah tergelak renyah. “Mbak Nita, bisa aja. Tutorialnya gampang kok. Makanya aku nggak gagal kemarin.”
Aliyah pun mulai memasak dibantu Nita. Keduanya menonton video seraya tangan sibuk bekerja. Mereka menonton dengan fokus, memastikan tidak ada yang terlewatkan. Masakan ini tidak boleh gagal atau nanti semuanya jadi mubazir, pikir Nita.
Zach yang hendak mengambil paket di teras pun tersenyum kecil saat melewati dapur. Dia melihat Aliyah sibuk memasak untuknya. Jika biasanya Aliyah mengandalkannya membuat makanan, kini gadis itu percaya diri akan bisa memasakan makanan kesukaan sang ayah dengan dibantu ART barunya.
Zach pula memerhatikan Nita yang begitu telaten membantu putrinya. Aneh, pemandangan ini asing, tetapi terasa hangat. Aliyah dan Nita terlihat akrab, seperti sudah saling mengenal cukup lama. Padahal setahunya, Aliyah bukan tipe anak yang mudah mendekatkan diri dengan seseorang. Dia selalu membuat garis pembatas yang jelas dengan orang selain ayah dan ibunya.
***
Setelah beberapa jam berkutat di dapur, semua makanan pun siap dihidangkan. Aliyah dan Nita bekerja sama menata meja makan dan setelah semuanya siap, Zach pun dipanggil. Nita segera kembali ke dapur kotor untuk membersihkan wadah dan alat masak bekas pakai tadi.
“Mbak Nita, ngapain? Ayo makan dulu!”
“Saya mau cuci wadah bekas masaknya. Saya bisa makan belakangan. Gapapa, Ayi duluan aja.”
“Nggak! Sini ikut aku!” Aliyah meraih tangan Nita lalu menariknya ke meja makan. “Mbak Nita, duduk di sini, dekat aku. Kita makan bareng.”
“Tapi ….”
“Turutin aja apa mau anak saya. Dia nggak biasa menerima penolakan. Anggap ini sebagai bagian dari pekerjaan kamu,” ucap Zach memotong. Dia tidak suka pada orang yang berani menentang keinginan anaknya. Aliyah adalah anaknya yang berharga. Keinginannya adalah perintah yang tidak boleh dibantah.
Nita menelan salivanya. Hawa dingin segera merambat ke tengkuk, menjalari tubuhnya. Nita merinding. “Ba–baik, Mas.”
Aliyak tersenyum senang. “Papa, coba karinya dulu ya. Kalo rasanya kurang enak, jujur aja. Biar aku perbaiki kalo masak ini lagi.”
“Papa, yakin kari buatanmu enak. Kamu nggak perlu cemas. Hmm?”
Nita merasa canggung, tetapi dia berusaha bersikap seprofesional mungkin. Seperti yang Zach katakan, anggap itu salah satu tugas dari pekerjaannya. Nita tidak boleh membantah. Dia harus menuruti apa yang menjadi kemauan sang majikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)
RomanceDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Fatna Yunita alias Nita, kini terjebak dalam dunia asing sebagai ART Zach-vokalis band ternama. Zach mengira Nita: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu m...