22. Suka

530 24 0
                                    

"Om, ada kado buat kamu. Gimana? Suka gak?" ujar Hanum pada Jaza.

Jaza kegirangan mendapat kado tersebut. Dia sudah dapat menebaknya, bahwa itu berisi buku cerita. "Alice in Wonderland? Asyik! Makasih, Om Hanum!" Jaza yang gemar membaca pun merasa lebih bahagia lagi saat buku itu ternyata buku incarannya.

Aliyah menjeling sinis pada Hanum. Hanum terlihat jelas mempunyai maksud terselubung kepada Nita. Aliyah tidak menyukai keblak-blakan laki-laki berkacamata itu. Berani-beraninya dia mengajak ayahnya bersaing. Aliyah merasa gedek setengah mati padanya. Memangnya dia siapa?

"Ini minumnya, Mas." Nita menyuguhkan kopi hitam untuk Hanum.

"Makasih, Nit," ucap Hanum sembari tersenyum bersahaja.

Aliyah pula tidak senang melihat keramahan Nita pada Hanum. Diam-diam dia mengelih ayahnya, berharap Zach akan bertindak. Namun sialnya laki-laki itu masih terlihat biasa saja, tidak marah, bahkan acuh tak acuh seperti biasanya, tidak memedulikan interaksi antara Nita dan Hanum yang makin akrab.

Aliyah jadi takut sang ayah akan kalah saing dari Hanum yang lebih ekspresif dalam memperlihatkan perasaannya pada Nita. Seketika dia merasa putus asa kala memerhatikan ayahnya. Andai saja sang ayah lebih bisa menunjukan perasaannya kepada Nita, janda satu anak itu pasti akan lebih menjaga jarak dengan pria lain.

Aliyah mengusap wajahnya sedih. Ayahnya tidak akan bisa diubah, karena wataknya tersebut, sudah seperti itu, bawaan dari orok. Terkadang Aliyah mengejek ayahnya payah dalam hati. Andai saja dia lebih peka dan terbuka sedikit saja, semua tidak akan jadi ambigu begini.

Puas berbincang, Zach pun pamit pulang diikuti oleh Hanum. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Meski rumah tersebut berada di kawasan eksklusif, tetapi Zach mengerti jika Nita sedang kelelahan dan butuh istirahat setelah menggelar hajatan yang meriah.

"Aku nggak suka sama, Om Hanum. Papa, ngerasain gak gelagat anehnya? Aku yakin dia lagi berusaha deketin Mbak Nita. Dia agresif banget. Cih! Kasihan banget dia nggak tahu kalo Mbak Nita nggak suka cowok agresif," cerocos Aliyah yang duduk di samping kursi kemudi ayahnya.

Zach tidak menanggapi, bahkan masih terlihat tidak peduli. Dia hanya fokus mengemudi dengan raut wajah yang tak menunjukan perubahan sama sekali. Zach hanya menyiapkan telingannya untuk menjadi pendengar yang baik guna mendengarkan keluh kesah sang anak.

Menurutnya, kekesalan sang anak ini memang tidak berdasar. Tiada yang salah dari hubungan Nita dan Hanum. Mereka tampak berteman baik. Namun, dia dapat mengerti kemarahan Aliyah. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Aliyah belum dewasa dan masih memiliki pemikiran yang sempit.

"Gimana menurut, Papa?" tanya Aliyah pada akhirnya setelah berbicara panjang kali lebar, mengalahkan keobjektifan pidato Tom Lembong.

Zach menghirup napas sebelum menjawab, "Nggak ada yang salah."

"What?" Aliyah frustrasi mendengarkan jawaban sang ayah. Usai mengatakan semua hasil penelitiannya tentang Hanum, ayahnya hanya menjawab "Nggak ada yang salah". Adakah jawaban yang bisa membuat lebih frustrasi lagi?

Aliyah menarik napasnya dalam, berusaha mengendalikan kekesalannya atas jawaban sang ayah. Dia tersenyum manis sebelum mulai menjelaskan dengan air muka serius. "Pa, Om Hanum itu lagi berusaha deketin Mbak Nita. Kalo Mbak Nita sampai fall in love sama dia, Papa keukkh!" Aliyah menggerakan tangannya horizontal di lehernya, "abis, Pa! Papa, akan kehilangan Mbak Nita. End, Pa! Game over! Papa, ngerti itu gak, sih? Kesempatan, Papa, buat dapetin Mbak Nita bakalan hancur."

Zach tersengih lalu menggelengkan kepala. Imajinasi Aliyah terlalu jauh, bahkan kacau. Anaknya tersebut, makin besar malah kian sulit dimengerti. Dasar perempuan! Pikir Zach.

"Papa, kok, malah senyam senyum sih? Aku nggak bercanda, Pa. Aku lagi serius loh." Aliyah melipat kedua tangan di dada seraya memanyunkan bibirnya, sebal pada sang ayah.

Zach tersenyum tenang, lalu mengusap puncak kepala anaknya. "Sekarang Papa, mau nanya. Apa hubungan kita sama Mbak Nita?"

"Memang aku cuma temannya Mbak Nita, bukan saudaranya. Tapi, Papa, kan, "suka" sama Mbak Nita. Aku kayak gini, karena nggak terima cewek yang, Papa, suka dipepet cowok lain," jelas Aliyah sembari membuat tanda kutip dengan jari kala menyebutkan kata suka.

Zach tersengih lalu menggelengkan kepala. "Apa yang bikin kamu menyimpulkan kalo, Papa, punya "perasaan" sama Mbak Nita?" Dia balas membuat tanda kutip dengan jari saat menyebutkan kata perasaan.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang