54. Mencekam

194 10 0
                                    

Zach mengepalkan tangannya, tidak suka mendengar jawaban Hanum. Namun, hatinya sedikit lega, setidaknya sekarang dia mengetahui keadaan kedua orang yang dicarinya, baik-baik saja.

“Saya nggak bisa tinggal,” ungkap Zach pada Hanum.

Hanum yang mengerti pun segera menganggukan kepala, mengerti.

“bentar lagi tim SAR datang.” Zach meninggalkan Hanum di sana. Itu adalah jalur yang dia lalui untuk menghindari kawasan longsor. Zach yakin tim SAR akan melewati tempat itu kala melakukan pencarian.

“Tunggu!” seru Hanum yang membuat Zach berbalik. “Terima kasih udah nolong saya.”

“Sama-sama.” Zach kembali melanjutkan perjalanannya. Hanum sempat menunjukan arah–dari mana dia berlari saat dikejar babi hutan tadi. Zach pun mengikuti petunjuknya, mencari titik di mana pria itu berkumpul terakhir kali dengan Nita dan Aliyah.

Hanum merenung, Zach tidak seburuk yang dirinya pikirkan selama ini. Rumor tentang Zach yang apatis, nyatanya tidak terbukti. Malam ini, pertolongan justru datang dari Zach–orang yang tidak pernah Hanum sukai sebelumnya. Beruntung pria itu datang tepat waktu. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi. Mungkin Hanum sudah berada di dasar jurang sekarang. Dalam hati, pria berkacamata itu berdoa, semoga Zach bisa menemukan Nita dan Aliyah.

Doanya tersebut pula lantas menyadarkan dirinya sendiri. Dia bahkan tidak bisa menjaga Nita dan malah menyelamatkan diri lebih dulu saat babi hutan itu berlari ke arah mereka. Seketika Hanum merasa payah dan egois. Dia merasa telah menjadi seorang pengecut.

Zach kesulitan melangkah, kakinya beberapa kali terbenam di tanah berlumpur. Dia mengerahkan lebih banyak tenaganya, bahkan untuk berjalan. Belum lagi kontur hutan yang terjal, kadang berbatu membuat semuanya makin menantang.

“Tolong!” 

Zach mendengar suara teriakan Aliyah. Akan tetapi dia kebingungan, sebab ada tebing batu di kedua sisi. Suara Aliyah bergema, sehingga sulit mengidentifikasi asalnya dari arah mana. “Ayi, kamu di mana?” Zach memanggil balik putrinya.

Tidak membantu, karena Aliyah hanya menjawab, “Aku di sini!”

Zach memeriksa segala arah seraya terus memanggil putrinya. Dia bergerak cepat ke sana kemari dan setelah posisinya ditemukan, Zach terpogoh-pogoh menghampirinya.

“Papa!” seru Aliyah senang melihat ayahnya dengan air mata berlinangan. Keduanya pun segera berpelukan setelah Aliyah turun dari atas pohon. 

Babi hutan tadi sempat menemukan dan mengejar-ngejar Aliyah, sehingga gadis itu memanjat pohon untuk menyelamatkan diri. Semula si babi terus diam di bawah sana, seperti menunggunya. Namun, hewan itu segera berlari terbirit-birit saat mendengar suara dentuman dahsyat menggema di seluruh hutan. Itu adalah suara longsoran tanah, Aliyah sempat melihat pepohonan bergerak dari atas sana tadi.

“Nita di mana?” tanya Zach setelah sadar wanita itu tidak bersama putrinya.

“Ah, Mbak Nita! Mbak Nita, Pa! Dia lari ke arah berlawanan denganku. Tolong temukan Mbak Nita, Pa! Cari dia!” Aliyah langsung panik ketika mengingat Nita. Dia cemas, karena tadi wanita itu berjalan agak pincang. Sepertinya kaki Nita terluka kala tersandung tadi, pikirnya. Aliyah cemas, khawatir Nita akan kenapa-napa dalam kondisi tidak beres seperti itu.

Zach dan Aliyah pun berjalan menelusuri hutan, mencari keberadaan Nita. Mereka makin jauh memasuki hutan. Keduanya memanggil Nita bergantian, sembari terus mengayuh langkah mengesampingkan rasa lelah. Setelah jauh berjalan, Aliyah dan Zach pun menemukan Nita tengah bersandar ke pohon. Mereka lekas menghampiri wanita itu, tetapi mengkaku kala melihat wajah tegangnya.

“Jj–jangan bergerak … aa–ada macan,” bisik Nita. Dia amat senang melihat kedatangan keduanya. Namun, dirinya tidak bisa mengungkapkan kegembiraan tersebut, karena sedang berada di posisi terdesak dan berbahaya.

Zach dan Aliyah pun dapat melihat nyala mata hewan itu di bawah bayangan pohon besar, di hadapan. Predator tersebut perlahan mendekati mereka sembari menggeram. Aliyah bergidik ketakutan, begitupun Zach. Pikiran ayah dan anak itu seketika kosong, berhadapan dengan situasi yang mencekam seperti itu. Keduanya hanya bisa mundur perlahan kala macan tersebut mengalihkan perhatiannya pada mereka.

“Gg–gimana ini, Pa?” tanya Aliyah lirih dengan terbata-bata.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang