99. Kesiangan

343 13 4
                                    

Ruangan dihiasi dengan indah, cahaya lembut memancar dari lampu-lampu hias. Aroma wangi bunga segar harum mewarnai udara, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Di panggung yang tidak tinggi, Nita dan Zach duduk bersisian menghadap penghulu didampingi dua orang saksi.

"Saya terima nikah dan kawinnya Fatna Yunita binti Ahmad Asnawi dengan mas kawin uang tunai senilai Rp. 271 Triliun, 2 Jet Cessna Citation CJ3+, 1 Lamborghini Gallardo, 1 Ferrari 458 Italia, 1 Rolls-Royce Ghost, 1 Mercedes-Benz SLS AMG, 1 Toyota Alpard, 1 Mini Cooper, 1 Lexus LX 570, 1 unit rumah mewah ultra-modern di Pondok Indah Jakarta selatan, 1 unit rumah super mewah desain klasik di Australia, 1 unit rumah bergaya hotel bintang lima di Bali, 1 unit penthouse mewah di Singapore dibayar tunai!” seru Zach dengan lantang.

“Gimana saksi?” tanya penghulu seraya menoleh kepada dua orang saksi pernikahan.

“Sah!” Keduanya menjawab bersamaan.

Ijab kabul yang diucapkan Zach dengan tegas dan jelas, menandai dimulainya ikatan yang suci antara dirinya dan Nita yang memutuskan untuk bersatu dalam ikatan pernikahan.

Terdapat rasa haru dan bahagia yang menguar di udara, terutama ketika Nita dan Zach saling berhadapan. Wajah mereka dipenuhi dengan ekspresi rasa syukur, cinta, dan komitmen yang mendalam. 

Suara doa dilantunkan usai prosesi ijab kabul sakral itu, menciptakan momen yang berkesan bagi kedua mempelai. Usai berdoa, Nita dan Zach duduk di atas pelaminan, keduanya saling membalas senyuman kebahagiaan. Akan tetapi dahi Nita tiba-tiba mengernyit, tidak mengerti apa yang diucapkan Zach yang komat-kamit. “Apa, Mas? Mas, ngomong apa?”

“Mama! Banguuun!”

Nita tersentak, terbangun dari tidur dengan jejak kaget yang kentara di wajahnya. Napasnya memburu dengan jantung berdebar kencang berkejaran, sebab dibangunkan tanpa ampun oleh sang anak. “Zsa Zsa! Apaan sih?” Nita sewot, karena Jaza membubarkan mimpi indahnya.

“Ini udah subuh, Ma. Mama, harus siap-siap. Hari ini hari pernikahan, Mama, dan Papa Zach. Mama, gimana sih? Argh!” keluh Jaza seraya menarik selimut yang masih nyaman membalut tubuh ibunya. 

Nita benar-benar lupa, malah tidur kebablasan gara-gara nonton drakor sampai larut malam. Dia lantas duduk, menenangkan degup jantungnya yang malah kian berpacu setelah mengingat momen penting yang akan dilaluinya di hari tersebut.

Sesuai yang diinginkan Zach, mereka menikah satu minggu kemudian. Keduanya menggelar pesta sederhana yang hanya dihadiri orang-orang terdekat saja. Sesungguhnya Nita merasa ini terlalu cepat, tetapi dia enggan berkomentar, sebab takut malah akan membuat Zach berubah pikiran. 

“Ya ampun, Mama!” seru Jaza terkejut kala Nita bangkit dari tempat tidur. Jejak darah tertinggal di sprai. “Mama, mens? Di momen penting begini?”

Nita memicingkan matanya saat melihat noda merah di seprai tempat tidurnya. Tidak heran rasanya tidak nyaman semalam, sehingga membuatnya sulit tidur. Ternyata, dia sedang datang bulan. Namun, mengapa harus hari ini? Nita melirik kalender yang terletak di atas nakas. Betul juga, minggu ini sudah waktunya, dia lupa bahwa ini adalah bulan yang tepat untuk kedatangan bulannya.

“Ada apa sih, ribut-ribut?” Yulia yang mendengar keributan pun memasuki kamar Nita.

“Itu, Nek, mama datang bulan,” jawab Jaza seraya menunjuk jejak darah di sprai Nita.

“Ya ampun! Kenapa harus hari ini?” keluh Yulia seraya memijat sisi kepala. Datang bulan di hari pernikahan? Benar-benar bukan waktu yang tepat. Pikir Yulia.

“Ih, Mama! Jangan bengong terus dong! Ayo gerak! Ayo mandi!” Jaza mendorong ibunya yang tak kunjung bergerak. Dia benar-benar dibuat gemas sendiri oleh sang ibu. Pasalnya akad nikah akan dilaksanakan pukul sembilan pagi, belum segala tetek bengeknya. Argh! Jaza stress sendiri.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang