Nita menghela napas panjang kala melihat mobil Irasa terparkir di halaman rumahnya. Dia bertambah lelah mendapati kenyataan itu. Nita tidak ingin bertemu dengan laki-laki tersebut. Dia malas menghadapinya, tetapi sialnya, dirinya tidak bisa menghindar.
Aroma masakan menguar, membelai indra penciuman Nita saat memasuki rumah. Janda satu anak itu lekas menuju ke dapur, mengikuti wangi lezat yang memenuhi kediamannya tersebut. Rupa-rupanya itu adalah perbuatan Irasa.
“Kamu ngapain di sini, Mas?” tanya Nita pada Irasa yang sedang berkonsentrasi menata hasil masakannya.
“Kamu udah pulang? Ini, aku lagi masak makan siang buat kita berdua. Hari ini aku pengin makan siang bareng kamu. Aku udah masakin ayam kecap kesukaanmu.” Irasa melekukan senyuman ramah yang hanya Nita balas dengan tatapan datar.
Kemudian Nita menghela napas lesu. “Maaf, tapi aku udah makan siang, Mas. Kamu makan sendirian saja. Aku ke kamar dulu, mau istirahat.”
Akan tetapi langkah kaki Nita berhenti ketika Irasa memanggil namanya. Sebenarnya makan siang itu hanyalah alasan bagi laki-laki tersebut untuk menemui Nita. Setelah mendengar kabar kepulangan Zach, Irasa menjadi cemas, khawatir Nita akan terpikat lagi pada pria itu dan meninggalkannya. Makanya Irasa berada di sana sekarang.
“Apa kamu masih marah?” tanya Irasa merasa bersalah.
Nita menatap intens iris mata pria di hadapannya. “Marah? Kenapa?” Oke, sepertinya Irasa peka jikalau telah membuat janda itu merasa tidak nyaman. Lantas, kenapa dia terus menerus mengulangi perbuatannya tersebut?
Irasa dapat melihat kejengkelan dari air muka janda itu. Dia pun menghirup napas berat, lalu berkata, “Aku minta maaf. Aku janji nggak akan mengulangi kesalahan itu lagi dan … aku nggak akan melamarmu sebelum kamu mencintaiku.”
Nita memandang Irasa cukup lama, lalu berkata, “Stop membicarakan lamaran, Mas.” Dia memejamkan manik matanya jengah. Dia kehabisan kata-kata untuk menjelaskan pada Irasa. Nita capai menghadapi laki-laki tersebut. Dia ingin segera mengakhiri hubungan tanpa arti itu. Namun, Irasa bersikukuh bertahan, memaksa Nita dengan cara-cara yang tidak membuat nyaman. Laki-laki itu selalu mengambil semua keputusan sendiri, tanpa mau mendengarkan pendapat Nita.
“Aku janji nggak akan bikin kamu jengkel lagi. Jadi, tolong beri aku satu kesempatan lagi. Aku hanya meminta dua tahun.” Irasa putus asa. Keberlangsungan hubungannya dan Nita hanya bergantung pada seutas janji: waktu dua tahun yang kini tersisa satu tahun lagi. Semula dia optimis dapat membuat janda satu anak itu jatuh cinta. Namun, belakangan ini tumbuh keraguan di hati Irasa, apakah dia benar-benar bisa membuat Nita jatuh cinta padanya?
Sejak awal, Nita tidak merasakan gairah dalam hubungannya dengan Irasa. Dia bosan menunggu hatinya menerima laki-laki pemaksa itu. Sialnya, kini dia selalu merasa terganggu dan tidak nyaman, bahkan kesal setiap kali bertemu dengannya.
“Aku sudah buatkan kopi untukmu. Duduklah,” ucap Irasa membangunkan Nita dari lamunan.
Melihat kopi hitam kesukaannya disajikan di meja makan, Nita pun tergugah dan tidak menolak. Dia duduk menerima suguhan minuman pekat itu dari Irasa. Sementara pria tersebut duduk di seberang meja di hadapan Nita, menyantap makan siangnya.
Selama beberapa waktu, keduanya terhanyut oleh rasa nikmat yang memanjakan lidah, hingga saat melenggak, pandangan mereka bersirobok. Irasa tersenyum lebar pada Nita yang hanya dibalas dengan senyuman alakadarnya. Wanita itu menangkup gelasnya di atas meja dengan kedua tangan, lalu berucap, “Aku rasa udah saatnya kita akhiri hubungan ini.”
Ucapan Nita membuat Irasa yang sedang fokus menyantap makanannya itu terkejut, lalu tersedak. Pria tersebut terbatuk-batuk lantas segera meneguk air di gelasnya sesaat tenggorokannya ringan. Irasa berdeham sebelum membalas, “Bisa kita jangan bahas perpisahan dulu? Aku hanya minta satu tahun lagi.” Ada jengah samar terlihat dari air muka laki-laki tersebut.
“Tapi aku nggak mau terus menggantung hubungan kita, Mas.” Nita merasa frustrasi.
“Kamu nggak menggantung hubungan kita, Nita. Kamu pacarku, hanya saja kamu belum bisa mencintaiku seutuhnya. Itu bukan menggantung hubungan, ikatan kita jelas,” tutur Irasa meyakinkan Nita pasal hubungan mereka.
“Tapi mau sampai kapan kita menjalin hubungan seperti ini?”
“Sampai satu tahun lagi. Saat itu lah semuanya akan ditentukan, kita lanjutkan atau berpisah,” tegas Irasa.
Nita menatap Irasa dengan ekspresi tidak percaya. Dia merasa terjebak dalam hubungan ini. Nita yakin bahwa hubungan ini tidak akan memiliki makna apa pun, tidak peduli seberapa lama berlangsung. Karena sejak awal, sudah diputuskan kapan hubungan ini akan berakhir. Bahkan, mereka berdua tidak ragu untuk membahas perpisahan. Ini adalah hubungan yang aneh yang pernah Nita jalani.
“Kalo kamu merasa capek, kita bisa break dulu. Aku kasih kamu waktu sendiri selama satu bulan. Tapi aku mau setelah itu kamu akan mendedikasikan waktu dan perhatianmu pada hubungan kita sampai waktu yang sudah disepakati,” jelas Irasa yang malah seperti sedang membahas kesepakatan bisnis daripada hubungan asmara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)
RomanceDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Fatna Yunita alias Nita, kini terjebak dalam dunia asing sebagai ART Zach-vokalis band ternama. Zach mengira Nita: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu m...