87. Seksi

634 13 0
                                    

Dua tahun kemudian ….

“Menikahlah denganku.” Irasa berlutut di samping tempat duduk Nita seraya mengulurkan kotak beludru berisi cincin dengan berlian besar di atasnya.

Nita menatap kosong Irasa, lalu menghela napas. Tiada garis kebahagiaan di wajahnya. Dia sudah bosan berhadapan dengan situasi seperti ini. “Maaf, Mas, tapi jawabanku masih nggak. Aku belum siap menikah lagi. Aku sudah nyaman hidup berdua dengan Jaza.”

Irasa merapatkan bibirnya, lalu mengangguk setuju. Ini sudah kesekian kalinya, jadi dirinya sudah mulai terbiasa. Irasa makin merasa tertantang dan yakin jika suatu saat nanti Nita akan jatuh cinta serta menerima lamarannya. 

Hubungan keduanya di mulai pada satu tahun yang lalu. Saat itu pesta ulang tahun Irasa yang ke empat puluh tujuh tahun. Dia menyatakan perasaanya pada Nita–main-main mulanya. Namun, lama kelamaan perasaan tersebut menjadi nyata dan membuat Irasa merasa terikat dengan Nita. Ditambah pria itu sudah mengantongi restu dari kedua orang tua dan keluarga besar.

Meski ketika itu Nita menolak pernyataan cintanya, tetapi pria tersebut memohon agar wanita itu memberinya kesempatan. Irasa meminta Nita menerima cintanya terlebih dahulu, dan dia bersedia berpisah dengannya bila dalam dua tahun ini tidak bisa membuat Nita jatuh cinta padanya.

Rupanya Irasa telah salah sangka pada Nita. Ketampanan dan kekayaannya tidak terlalu memengaruhi cara pandang wanita itu terhadapnya. Nita merupakan seorang wanita mandiri yang ulet. Jika sudah menargetkan sesuatu, dia akan berjuang sampai mendapatkannya dengan kerja kerasnya sendiri. Dia tidak bergantung pada orang lain, sehingga wajar jika Nita tidak terpengaruh oleh harta.

Sikapnya itu lah yang membuat Nita terlihat seksi di mata Irasa dan menggebu-gebu ingin mendapatkannya. Pria itu belum pernah merasakan rasa ingin memiliki sesuatu hingga sebesar ini. Maka dari itu dia tidak akan menyerah. Irasa akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya.

“Bukannya Mas, bilang mau bahas kontrak ya, makanya ngajak ketemu? Seperti yang pernah aku bilang, tentang kontrak ini sepertinya aku nggak akan memperpanjang. Aku pengin hiatus, istirahat dulu,” jelas Nita. Mulanya dia merasa kagok, tidak enak hati, canggung setiap menghadapi sikap Irasa yang seperti ini. Namun, lama kelamaan perasaan-perasaan itu menghilang, berganti lelah–meski tidak dapat Nita tunjukan secara terang-terangan demi menjaga hubungan baik pekerjaan.

Irasa terkekeh, lalu duduk di kursi seberang meja wanita itu “Namanya juga usaha. Aku harap kamu nggak bosan. Waktuku tinggal satu tahun lagi. Jadi, aku akan menggunakan waktu yang tersisa dengan semaksimal mungkin. Sepertinya aku akan lakukan ini setiap hari.”

Nita mengembuskan napas panjang, lalu beristighfar. Sesungguhnya hatinya merasa jengah, tetapi Nita tetap menunjukan keramahannya dengan senyuman. “Bisa kita membicarakan kontrak saja?”

Irasa memandang Nita penuh minat. “Bisa kita membicarakan pekerjaannya setelah membicarakan tentang kita?” Irasa malah balik bertanya seraya menyandarkan punggung, melipat tangan di dada.

Nita menatap intens Irasa seraya berpikir beberapa waktu. Dia belum bisa mencintai laki-laki baik di hadapannya ini. Dia merasa bersalah bila harus terus mengikatnya dalam hubungan yang tidak berarti. Nita khawatir akan menghalangi wanita lain yang menginginkan Irasa. “Apa yang membuatmu mencintaiku? Kenapa kamu sangat menginginkanku?”

Irasa menyunggingkan senyuman santun sebelum menjawab, “Karena kepribadian dan pola pikirmu seksi. Aku sudah sering bertemu dengan wanita cantik yang tertarik pada penampilan dan kekayaanku, tapi tidak pernah bertemu dengan seseorang sepertimu."

“Bukan tidak pernah, Mas, tapi mungkin belum.” Nita merasa ini waktu yang tepat membicarakan pasal hubungan mereka berdua. Dia akan mengatakan yang sejujurnya tentang perasaannya pada laki-laki itu malam ini.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang