95. Jahil

256 11 0
                                    

Setelah Nita dan Jaza pulang, Aliyah pun mengobrol dengan Zach. Dia curhat pasal pembicaraannya tadi dengan Nita. Aliyah mengatakan semuanya detail, apa adanya.

"Dia pengecut, Pa. Andai dia sedikit berani," gerutu Aliyah, lalu memijat sisi kepala seraya menghela napas panjang.

"Nggak ada yang sempurna, Ayi. Dia pintar, mandiri, ulet, dan ramah. Apa gak berlebihan bila dia juga punya keberanian?" Zach menatap anaknya sembari tersenyum. "Coba bayangin, apa yang akan terjadi kalo Mbak Nita juga punya keberanian?"

"Emmm," bertopang dagu, berpikir sejenak, "mungkin dia akan jadi Miss Indonesia atau malah Miss World," jawab Aliyah seraya saling menatap dengan ayahnya, lalu sesaat kemudian keduanya tertawa.

"Kamu benar. Dia nggak akan jadi penulis. Mbak Nita mungkin akan jadi aktivis perempuan atau wartawan yang meliput berita di Gaza." Zach merangkul anaknya, menyandarkan ke dadanya. "Nggak semuanya harus sesuai keinginan kamu, Ayi. Nggak selalu sudut pandang kamu itu yang paling benar. Kalo kamu mengagumi kelebihannya, kamu juga harus siap kecewa menerima kekurangannya. Karena ya itu, nggak ada yang sempurna."

Aliyah tersenyum manis pada sang ayah, lalu memeluknya erat. "Makasih nasihatnya Papaku sayang. Belajar dari mana, sih? Kok, mendadak jadi bijak gini?" kelakarnya, sedangkan Zach malah tergelak kala mendengar celetukannya.

Setelah dinasihati Zach, pikiran Aliyah menjadi terbuka dan mau memaafkan kelemahan Nita. Kini dia bisa bersikap tulus kembali pada janda satu anak itu.

"Jangan jahil, Ayi! Nanti mereka marah," tegur Nita pada Aliyah.

"Pst, Ma!" Aliyah menempelkan jari telunjuk di bibirnya dengan raut wajah geregetan. "Udah, Mama, diem aja. Mereka nggak bakal nyadar," sahutnya seraya menahan tawa. Tanpa ragu, dia mengotak-atik ponsel Nita, mengubah sandi WiFi yang akhirnya membuat jaringan internet di sana terputus.

Alhasil, Zach dan Jaza yang sedang asyik bermain game online pun menjadi terganggu. "Eh, ada apa ini? Kenapa jadi lemot gini?" keluh Jaza, sambil menatap layar penuh kebingungan.

Sementara itu, Zach keheranan ketika game yang dia mainkan tiba-tiba macet dan gambarnya membeku. Akan tetapi, pria itu lantas menaruh ponselnya di meja mendapati WiFi tidak lagi terhubung, lalu menyender ke sandaran kursi, melepaskan ketegangan usai bermain games.

Jaza terkejut ketika memeriksa ponsel dan langsung kesal mendapati jaringan WiFi-nya terputus. "Argh! Pasti ini kerjaannya Kak Ayi!" Dia menaruh ponselnya dengan geram, lalu beranjak dari duduk, mencari Aliyah-terduga pelaku yang sudah mengerjainya. "Awas kamu, Kakaaak! Argh!" serunya menggelegar disambi mengepalkan kedua tangannya kesal.

"Kak Ayi di mana, Ma?" Suara Jaza seketika melembut sembari menahan geram kala bertanya pada ibunya.

"Sembunyi di kamar kamu kayaknya," jawab Nita skeptis.

Jaza pun lantas berlari secepat kilat menuju ruangan pribadinya. Dia tak sabaran ingin segera memberikan pelajaran pada orang yang telah menjahilinya. Jaza berjanji dalam hatinya, tidak akan melepaskan Aliyah begitu saja.

"Ya Allah." Nita menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri dari kekacauan yang terjadi di rumahnya. Suara Jaza dan Aliyah yang kian melengking dari kamar tidurnya menandakan bahwa kehebohan masih berlangsung, sementara Zach terlihat tenang.

"Nita," bisik Zach manja ke telinga Nita, yang malah membuat janda cantik itu terlonjak kaget.

"Astagfirullahaladzim." Nita memegangi dadanya yang berdebar kencang, terkejut oleh suara dan jarak mereka yang sangat dekat. Dia spontan menjauh, membuat jarak. "Ada apa, Mas?" tanya Nita setelah menghela napas berkali-kali.

"Saya minta kopi," ucapnya sembari menyunggingkan senyuman tipis. "Kalo stoknya habis, gapapa air putih aja."

Nita lekas tersipu malu mendapatkan senyuman dari Zach. Percakapan ini mengingatkannya pada satu tahun lalu kala Nita menawarkan minum, tetapi dia pula yang membatalkannya.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang