52. Lomba

219 10 0
                                    

Zach tertawa saat melihat Nita salah tingkah, bahkan tersipu setelah mendengar gombalannya. Wanita itu sangat mudah dipermainkan. Zach selalu puas menggodanya. Dia pun beranjak pergi menuju tenda, hendak mengambil beberapa barang sebelum kembali ke tempat istirahatnya dengan tak acuh, seolah bisikannya tadi tidak pernah terjadi.

Sementara Nita kesal setengah mati sampai ingin menangis saat menyadari dirinya dipermainkan lagi. Dia ingin memukulinya, tetapi tidak berani. Nita hanya bisa mengatur napas sembari mengusap dadanya. Pria itu benar-benar kejam, tak tahu dampak keisengannya pada hati Nita.

Selesai salat maghrib, mereka berkumpul untuk makan malam. Barulah usai salat isya, permainan kembali dilanjutkan. Panitia mengadakan "malam mengumpulkan cap stempel" dan membagi peserta family gathering menjadi kelompok dengan masing-masing beranggotakan tiga orang. Ada dua puluh regu yang ikut serta.

Nita dan Aliyah, satu tim dengan Hanum, sedangkan Zach dan Jaza tidak berminat berpartisipasi. Keduanya memilih diam di tempat kemping. Karena menurut mereka, hadiahnya tidak sesuai dengan rasa lelah berkeliling di hutan. Jaza dan Zach tidak mau membuang-buang waktu.

Lomba dimulai, peserta dibekali senter dan selembar kertas. Usai mendengarkan instruksi para panitia, satu per satu regu pun memasuki hutan. Semula, setiap tim hanya boleh berisi dua orang. Namun, Aliyah yang menyadari rencana Hanum-ingin berduaan dengan Nita-pun merasa keberatan. Menyebalkannya laki-laki tersebut pula mengatur semuanya supaya Nita dan dirinya berada di kelompok yang sama.

Mendapatkan komplain dari Aliyah, juri pun mengubah peraturan menjadi tiga orang per regu. Bukan hanya sebab Aliyah, tetapi setelah gadis itu mengungkapkan keluhannya, yang lain pula ikut menyuarakan pendapat mereka. Rata-rata dari mereka merasa takut berkeliling hutan hanya berduaan.

"Dingin, Nit. Mau pake jaket saya?" tanya Hanum.

"Makasih, Mas. Tapi saya udah cukup hangat."

Aliyah memutar bola matanya. Dia merasa mual mendengar celotehan Hanum yang berusaha merayu Nita. Aliyah berpikir bahwa laki-laki tersebut kuno dan norak, menggunakan obrolan sebagai sarana mendekati wanita. Tidak heran jika dia masih melajang di usia yang sama dengan Zach. Menurut Aliyah, Zach agak lebih baik dari Hanum, karena setidaknya, sang ayah sudah pernah menikah.

"Astagfirullah!" seru Nita spontan saat kakinya tersandung akar pohon.

"Kamu kenapa?" Hanum khawatir kala melihat Nita memegangi kaki seraya meringis kesakitan.

"Gapapa, cuma kepentok aja."

Aliyah menghela napas kasar. Dia merasa muak pada Hanum yang berlebihan. Aliyah tahu jikalau semua tindakannya itu dilakukan untuk membuat Nita terkesan. Namun sayangnya Hanum tidak memikirkan bagaimana efeknya. Janda tersebut akan merasa kagok dan terbebani dengan perhatian berlebih seperti itu.

Satu jam kemudian setelah perjalanan cukup panjang, kelompok Nita pun menemukan stempel kelima. Total mereka harus mencari tujuh pos lainnya untuk melengkapi koleksi mereka. Nita dan Aliyah pun menamparkan telempap pada satu sama lain dengan riang.

"Sisa tujuh lagi, Mbak!" seru Aliyah riang.

"Semangat!" Nita mengangkat kedua tangan ke udara yang lantas diikuti Aliyah.

Hanum tidak terlalu menyukai Aliyah. Karena gadis itu, aturan permainan yang seharusnya berpasangan, terpaksa diubah. Hanum menganggap Aliyah sebagai orang yang menghambat pendekatannya dengan Nita. Padahal dia sudah mengkhayalkan banyak hal, berharap lomba kali ini akan membuatnya makin dekat dengan Nita. Sayang sekali rencananya kini harus gagal. Hanum sangat menyesalkan itu.

Sejak awal, Hanum tidak suka Aliyah mengikuti acara family gathering perusahaannya. Namun, Nita mengatakan tidak akan ikut bila Aliyah tidak diizinkan, sehingga Hanum dengan terpaksa membiarkan janda itu mengajak gadis tersebut.

Tepat ketika mereka menemukan stempel ke enam, hujan pun turun. Semula hanya gerimis, tetapi lama kelamaan menjadi besar.

Grup Nita pun memutuskan meneduh di bawah pohon. Di pos ketiga mereka masih berpapasan dengan tim lain, tetapi setelah melewati pos kelima, Nita dan anggota regunya pun sepakat jika mereka merupakan peserta terakhir dengan kata lain, tertinggal di belakang.

Cahaya redup rembulan dan gemuruh hujan yang menggema di antara pepohonan menciptakan atmosfer mencekam. Tanah basah berlumpur serta suara jeritan hewan menambahkan kesan misterius dan menakutkan. Nita dan Aliyah merinding. Imajinasi mereka berkembang liar, khawatir bertemu hewan buas. Mengingat pesan para penjaga satwa yang mengatakan, bahwa hutan ini masih liar, dan ada banyak predator yang menghuni dari mulai ular, rubah, hingga macan.

Seketika keduanya pun menyesal mengikuti lomba tersebut. Jikalau mereka mau mendengarkan Zach, keduanya tidak perlu melewati keadaan mendebarkan seperti sekarang. Nita dan Aliyah pun saling berpegangan tangan dengan gemetaran.

"Kalian nggak perlu takut. Kita masih di wilayah aman. Menurut penjaga satwa, wilayah ini berjauhan dengan wilayah predator," tutur Hanum menenangkan kedua wanita yang tengah cabar hati-bergidik-itu. Akan tetapi Hanum lantas menegang kala mendengar suara mendengus.

Bukan hanya Hanum, tetapi Aliyah dan Nita pun dapat mendengar suara tersebut. Ternyata itu babi hutan yang keluar dari semak, siap menerjang. Ketiganya pun lari pontang panting berpencar saat babi hutan tersebut berlari ke arah mereka.

"Tolong! Tolong!" teriak Nita yang mengayuh lajunya tak tentu arah.

"Papa, tolong! Paa!" Aliyah menjerit ketakutan seraya terus memacu kecepatannya.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang