Nita dan Aliyah duduk di kursi belakang, asyik mengobrol. Sementara Zach menjadi supir sekaligus kambing congek, karena tidak diajak berbicara, dianggap seolah tidak ada. Sesekali Zach melirik Nita, memerhatikan perempuan pemalu itu. Entah kenapa dirinya selalu ingin melihat wajahnya. Zach merasa payah, sebab keinginan tidak masuk akal tersebut.
“Mbak Nita, aku pengin ketemu Jaza ih. Gemes! Kayaknya Jaza anaknya seru kayak aku.”
Nita tersenyum bersahaja. “Hmm. Dia anaknya nggak bisa diem, nyebelin, dan bawel banget. Lebih ke ngerepotin sih, daripada seru.”
Aliyah tertawa. “Kapan-kapan aku boleh main ya?”
“Boleh. Kapanpun Ayi mau,” jawab Nita seraya tersenyum.
“Sama papa juga?” Iris Aliyah berbinar gembira.
Nita yang merasa terjebak oleh ucapannya sendiri pun terpegan. Dia termangu–kehilangan akal–tetapi lekas melekukan senyuman palsu dan berkata dengan canggung. “Bo–boleh. Mas Zach dan Ayi kan, pernah menolong saya sewaktu susah, memberikan saya pekerjaan. Jadi, saya berhutang banyak sama kalian berdua.”
Aliyah kegirangan mendengar penuturan Nita. Akhirnya dia selangkah lebih dekat dengan janda menarik itu. Sementara Zach tersengih, puas mendengar jawaban dari Nita untuk pertanyaan sang anak. Itu artinya, dirinya pula diizinkan untuk berkunjung ke rumah janda tersebut, kapanpun.
Sesampainya di tempat tujuan, seorang gadis kecil berlari ke arah Nita dan menghamburkan pelukannya. Nita lekas membalas dekapan sang anak lalu mengecup kedua pipinya.
“Hallo Jaza!” Aliyah melambaikan tangan sembari tersenyum ceria.
“Kak Ayi! Kakak, nganterin mama pulang lagi? Makasih ya.” Jaza pula memberikan pelukan terima kasih yang langsung dibalas oleh Aliyah dengan hangat. “Mm, Om, ini siapa?” tanyanya usai memberikan Aliyah pelukan, manik matanya lekat menatap Zach.
“Ah, ini Papaku!” Aliyah mengapit tangan Zach seraya menyandarkan kepalanya ke pangkal lengan sang ayah.
“Wah! Jadi, ini papanya, Kak Ayi?” Jaza terpesona oleh ketampanan Zach sama seperti yang lainnya kala pertama kali bertemu pria itu. Ekspresi wajah melongo–setengah bengong–dia menganjurkan tangan, mengajak Zach bersalaman–yang segera pria dewasa itu terima. “Apa Om, masih single?”
Nita terbelalak saat mendengar pertanyaan Jaza, sedangkan Aliyah langsung membekap mulutnya–terkejut seraya menahan tawa. Seperti dugaannya, Jaza anak yang seru sama sepertinya. Aliyah menyukai anak itu. Sementara Nita yang merasa malu oleh ketengilan Jaza pun lekas menarik sang anak sembari menutup mulutnya yang menyebalkan. Janda satu anak tersebut tertawa canggung.
Zach tersenyum tipis mendengar pertanyaan Jaza. Entah kenapa dia merasa makin tertarik pada Nita dan sepertinya, dirinya pula menyukai anak kecil itu. Kesan pertama yang menyenangkan, pikir Zach.
***
“Mau sampai kapan, Papa, ngikutin aku? Aku bukan anak kecil lagi,” gerutu Aliyah yang risih dibuntuti ayahnya. Belakangan ini Zach berubah drastis, ingin selalu mengikuti Aliyah ke lokasi syuting. Mungkin karena pria itu sudah tidak memiliki kesibukan manggung lagi, jadi banyak waktu luang.
“Papa, bosan di rumah.” Zach membenarkan posisi kacamata hitamnya.
Hari ini Zach berencana menemani Aliyah hingga syuting usai. Dia pula membawa laptop kerjanya. Zach akan bekerja untuk mengisi waktu selama menunggu anaknya, supaya tidak jenuh. Pria itu dalam suasana hati yang baik. Dia merasa akan mampu bekerja maksimal bila berada di dekat Aliyah.
Sesampainya di tempat syuting, Aliyah langsung disambut pekerjaannya. Pengambilan gambar kali ini melibatkan banyak artis, karena ada scene pesta lamaran. Aliyah sibuk mencocokan pakaian dengan masing-masing karakter tokoh dalam serial tersebut.
Nita pula ikut sibuk membantu kesiapan syuting. Dia membantu Aliyah dan beberapa artis menjelang pengambilan gambar. Melihat sang anak dan mantan ART-nya bekerja dengan giat, Zach pun mencari posisi nyaman, lalu membuka laptopnya. Hari ini tiada yang mengganggu Zach, karena Anya pula tengah sibuk mempersiapkan diri.
Siang harinya, syuting dijeda selama satu jam, waktu istirahat. Zach memesan pizza dan burger untuk diberikan pada kru dan artis. Dia mentraktir mereka. “Silakan ambil saja! Semua sudah saya bayar!” seru Zach saat semua yang ada di sana mengerubungi truk pengantar makanan cepat saji itu dengan ekspresi bingung, karena tiada yang merasa memesan makanan tersebut.
Langsung senyum sumringah dan raut gembira terpampang di wajah orang-orang yang kelelahan itu. Mereka pun membuat antrean, menanti giliran dengan kondusif. Satu persatu yang sudah menerima traktiran dari Zach, mengucapkan terima kasih. Mereka semua merasa antusias, karena hal seperti itu sangat jarang terjadi.
Zach tersenyum kecil saat melihat wajah ceria Aliyah dan Nita yang sedang asyik mengobrol seraya menyantap makanan pemberiannya. Ada kepuasan tersendiri melihat mereka berdua tertawa dan semakin akrab.
Nita tiba-tiba merasa gugup saat menyadari tatapan Zach padanya dari kejauhan. Itu membuatnya kehilangan fokus, membikin Nita salah tingkah. Sepertinya Zach sangat suka membuat orang lain gede rasa, pikir Nita. “Emang boleh sekejam itu?”
“Hah! Apa, Mbak Nita?” Aliyah tidak dapat mendengar dengan jelas gumaman Nita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)
Storie d'amoreDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Fatna Yunita alias Nita, kini terjebak dalam dunia asing sebagai ART Zach-vokalis band ternama. Zach mengira Nita: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu m...