39. Kesal

292 16 0
                                    

Sialnya Nita terus memikirkan perkataan Zach. Bodoh, padahal dirinya tahu jika pria itu hanya mempermainkannya. Namun, siapa yang akan kuat, tidak terbawa perasaan bila seorang bintang besar yang mengatakan semua itu. Gimana kalo hadiahnya, kamu jadi pacar saya? Zach benar-benar tidak tahu efek dari ucapan isengnya tersebut pada Nita. “Nyebelin,” gerutu Nita dengan wajah sedih.

Susah payah janda satu anak itu harus menata kembali hatinya kala mengetahui perkataan pria tersebut hanya candaan. Padahal dirinya kadung berharap jikalau itu sungguhan. Namun, kembali lagi, laki-laki mana yang mau menikahi janda satu anak yang berpenampilan kolot. Zach lebih dari mampu mendapatkan seorang gadis. Dia tidak akan mungkin menyukai Nita.

Terkadang dirinya agak berharap, jikalau usaha Aliyah akan berhasil. Namun, itu hanya sebuah mimpi tinggi di siang bolong. Sepertinya Nita benar-benar membutuhkan cermin. Gede rasa boleh, tetapi jangan sampai tidak tahu diri. Nita menghela napas kala merasakan sesak di dadanya. Seharusnya dia bersyukur sudah Tuhan berikan kesempatan menjadi teman Zach dan bisa akrab dengannya, bukan malah menginginkan lebih, menjadi serakah.

“Mbak Nita, kenapa sih? Mbak, capek?” tanya Aliyah yang sudah memerhatikan Nita menghela napas kasar dari tadi. Di matanya, Nita terlihat letih, seperti sedang banyak pikiran. Aneh, padahal kemarin semuanya baik-baik saja. 

Akan tetapi, tiba-tiba ekspresi wajah Aliyah berubah ceria–tak mengacuhkan kekusutan wajah Nita–ketika mengingat dirinya sudah membeli hadiah ulang tahun yang pas untuk sang ayah. “Aku udah beli kancing mansetnya, Mbak,” merogoh tas selempangnya, “nih, bagus ‘kan?” Dia mengeluarkan kotak beludru berisi sepasang kancing manset.

Nita kembali menghela napas. Dirinya kembali teringat hadiah untuk Zach dan ucapan pria itu kemarin. Nita memijat sisi kepala seraya meringis. Dia menyesal telah terkejut saat Zach mengatakan itu. Wajahnya pasti terlihat konyol dan penuh harap. “Dasar cowok jahat!” gumam Nita dengan gigi gemerutuk.

“Cowok jahat? Siapa, Mbak? Siapa yang jahatin, Mbak Nita?” tanya Aliyah yang dapat mendengar kemaman Nita.

“Nggak … nggak ada yang jahatin. Aku cuma lagi capek aja.” Nita beranjak meninggalkan Aliyah dengan langkah lemas, tidak bersemangat.

Aliyah menelengkan kepalanya. “Mbak Nita, kenapa sih?” kemamnya.

“Sepertinya dia sedang patah hati,” bisik Davin Ramadhan yang membuat Aliyah terlonjak.

“Argh! Daviiin!” serunya kesal. Aliyah geregetan, ingin memukul kepala laki-laki yang tengah asyik menertawakannya tersebut.

Davin Ramadhan adalah aktor dan penyanyi berkebangsaan Indonesia. Dia lebih tua enam tahun dari Aliyah. Davin salah satu lawan main Zach di film tersebut.

“Eh, tapi bener, loh. Mbak Nita, menunjukan tanda-tanda cewek lagi patah hati,” tutur Davin setelah puas tertawa. Dia cukup mengenali kebiasaan wanita, karena terbiasa bergaul dengan mereka. Davin yang friendly mampu membuat nyaman orang-orang di sekitarnya.

“Jangan ngaco kamu, Davin! Nggak mungkin Mbak Nita patah hati sama cowok. Orang dia cuma dekat sama papaku, kok.” Aliyah lantas terpegan setelah menyelesaikan ucapannya, berpikir serius. Tiba-tiba sebuah pemikiran menghantam kepalanya. Dia merenung. Nita hari ini terlihat tak bersemangat dan kemarin wanita itu diantarkan Zach pulang. Tunggu, apakah sudah terjadi sesuatu? Apa mereka bertengkar? Atau mungkin Nita menolak pernyataan cinta ayahnya?

“Argh!” Aliyah meremas wajahnya frustrasi. Dia benar-benar ingin tahu. Aliyah ingin bertanya pada ayahnya, apa yang sebenarnya sudah terjadi kemarin?

“Eh, Ayi! Lo mau ke mana?” teriak Davin ketika Aliyah pergi dengan terpogoh-pogoh.

“Papa gue!” jawab Aliyah tanpa menoleh.

“Dasar cewek! Isi kepalanya selalu misteri,” kemam Davin seraya mendecakan lidah.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang