Syuting kembali dimulai. Keamanan kian diperketat, pihak pengaman mendorong mundur kerumunan penggemar guna menjaga kondusifitas lokasi. Mereka bahkan menumpuk road barrier yang diisi pasir untuk memblokade tempat tersebut.
Peristiwa yang menimpa Zach tempo hari memberikan pelajaran penting pada produser dan Benny. Keduanya pun bahu membahu saling membantu mengamankan lokasi syuting demi kelancaran proses pengambilan gambar.
Mereka tidak mau sampai syuting kembali ditunda dan membuat sang produser kembali merugi. “Terima kasih bantuannya, Pak Hasan.”
“Nggak! Jangan bilang terima kasih. Ini semua saya lakukan demi keamanan kita bersama, Pak Benny.”
Benny dan Hasan sudah saling mengenal sejak lama. Selain mereka alumni dari universitas yang sama, keduanya pun kerap terlibat proyek bersama. Benny memiliki banyak artis berbakat yang multitalenta, langganan peran layar lebar.
***
“Cut!” teriak sang sutradara diiringi tepuk tangan riuh para kru dan artis yang menyaksikan proses pengambilan gambar tersebut.
Syuting hari ini berjalan lancar dan dapat menyelesaikan setiap adegan tanpa hambatan berarti. Jam menunjukan pukul setengah tiga sore saat Sutradara mengakhiri pekerjaan hari ini.
“Mbak Nita, pulang bareng, yuk! Aku pengin nunjukin sesuatu ke, Mbak. Penting!” ucap Aliyah menekan kata penting sembari menarik tangan Nita.
“Penting? Penting apa, Ayi?” tanya Nita penasaran.
Aliyah menarik Nita ke mobilnya. Dia ingin meminta pendapat wanita itu untuk hadiah ulang tahun sang ayah yang hanya tinggal dua minggu lagi. Awalnya Aliyah ingin menghadiahkan jalan-jalan bersama ke Jepang, tetapi tidak jadi. Sekarang ayahnya sedang ada proyek film dan sudah pasti dia tidak akan bisa melancong keluar negeri.
Aliyah tidak memiliki opsi lain, selain hadiah yang sudah lama dia rencanakan. Dia ingin memberikan hadiah yang akan membuat ayahnya terkesan, bahkan tidak akan pernah melupakannya sampai kapan pun.
“Gimana kalo kancing manset?” Nita memberikan pendapat.
“Kancing manset?” Aliyah memikirkan dengan cermat usulan Nita.
“Papamu kan, sering menghadiri acara formal dan pake baju formal. Kancing manset ini bakal sering dipake dan saat papamu lagi pake, terus lihat, dia pasti bakalan langsung inget kamu. Gimana?” jelas Nita panjang lebar.
Seketika otak Aliyah tercerahkan. Dia menganggap bahwa itu ide yang cemerlang. Aliyah belum pernah memberikan hadiah berupa kancing manset sebelumnya. Aliyah yakin sang ayah pasti akan senang menerima hadiah tersebut. Meski sebenarnya gadis dua puluh tiga tahun itu tidak perlu bersusah payah, karena hadiah apa pun yang dia berikan, akan selalu membuat Zach senang.
Pertanyaan Aliyah mengandung informasi penting. Nita tanpa sadar telah melupakan hari ulang tahun Zach, yang notabene salah satu idolanya. Beruntung Aliyah menanyakan pendapatnya, sehingga Nita dapat memiliki sedikit waktu untuk memikirkan hadiah apa yang tepat untuk Zach.
Nita berpikir, pasti pria itu sudah biasa dengan hadiah yang mewah dan mahal, sudah tidak asing dengan produk edisi terbatas. Nita yang tidak memiliki banyak uang pun harus memutar otak. Dia ingin memberikan sesuatu yang berkesan, yang tidak pernah terpikirkan oleh siapa pun untuk memberikan hadiah tersebut pada Zach. Tapi apa itu?
Ketika pulang, Aliah turun di tengah perjalanan. Dia singgah di salah satu mall terkenal di ibukota. Aliyah tidak ingin menunda-nunda, mencari hadiah untuk ayah tercintanya. Sepeninggalan gadis itu, suasana dalam kendaraan menjadi sunyi. Nita menyesal menuruti Aliyah untuk duduk di samping kursi kemudi. Alhasil dirinya kembali kikuk, sebab berada terlalu dekat dengan Zach.
Tidak mau menyerah pada kecanggungan yang membisukan, Nita pun bersuara. Dia ingin mengetahui, hadiah seperti apa yang pria itu inginkan untuk ulang tahunnya nanti. “Mas Zach, kalo ulang tahun, dapet kado apa aja dari fans?” Nita ingin memancing jawaban untuk kebingungannya dengan testimoni dari sang artis.
“Kenapa penasaran?” tanya Zach melirik Nita sekilas.
Nita terkekeh canggung. “Nggak, Mas. Saya cuma pengin tahu aja … enak kali, jadi artis. Tiap ulang tahun banyak yang ngasih ucapan selamat dan kado-kado bagus,” ucapnya berusaha bersikap normal.
Zach tersenyum tipis. “Saya punya segalanya, pakaian mahal, sepatu bermerek, tas branded. Saya juga muak sama kue. Saya kurang suka manis.” Ini pertama kalinya pria itu berbicara panjang lebar pada Nita.
Nita mengangguk-angguk. Ternyata benar dugaannya. Hadiah berupa barang, tidak akan terlalu berkesan dan kue ulang tahun, sudah terlalu standar. Nita pun berpikir dalam, mencari ide lain.
“Gimana? Udah dapet ide hadiah apa?”
“Belum.” Spontan Nita yang sedang merenung itu menjawab–tanpa dirinya sadar.
“Gimana kalo hadiahnya, kamu jadi pacar saya?”
Nita yang sedari tadi menunduk pun lekas mendongak, menatap Zach dengan raut wajah syarat akan keterkejutan. Namun, pria itu malah tergelak, terbahak-bahak saat melihat ekspresi kaget Nita yang menggelikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)
RomanceDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Fatna Yunita alias Nita, kini terjebak dalam dunia asing sebagai ART Zach-vokalis band ternama. Zach mengira Nita: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu m...