55. Meledak

245 11 0
                                    

Nita mendekati Aliyah dan Zach, ikut mundur perlahan seraya terus mengawasi pergerakan macan itu.

“Nit, ambil batang itu.” Zach menunjuk dengan tatapannya, batang yang bersandar di tubuh pohon samping Nita. Dia ingin menakut-nakuti macan tersebut supaya pergi.

Nita pun mengangkat dahan sebesar pahanya, dengan sekuat tenaga, lalu memberikannya pada Zach. Pria tersebut mengangkat tinggi-tinggi batang pohon di tangan sembari mengeluarkan suara keras, membuat tubuhnya seolah-olah lebih besar dari si macan untuk mengintimidasi. Dia berteriak-teriak kencang membuat si predator terpaku, diam di tempatnya. 

Kesal usahanya tidak membuahkan hasil secepatnya, Zach pun melemparkan batang tersebut hingga mengenai tubuh hewan itu. Nahas, tindakannya tersebut tidak membuat macam tersebut ketakutan. Sang predator malah menunjukan taring seraya kembali menggeram.

Akan tetapi si macan langsung mundur perlahan ketika mendengar keributan. Rupa-rupanya rombongan tim SAR membuat suara-suara kala menemukan Zach, Nita, dan Aliyah dalam posisi terancam. Ramai-ramai regu penolong itu membuat teriakan keras hingga membikin si macan ketakutan dan lari tunggang langgang. Ketiganya pun selamat.

Beruntung tiada korban jiwa dari peristiwa longsor itu, hanya beberapa yang mengalami luka ringan. Para peserta yang terjebak pula sudah kembali dalam keadaan selamat. Namun, karena musibah tersebut, family gathering itu dibubarkan keesokan harinya. Beberapa yang terluka dibawa ke rumah sakit terdekat dan mendapatkan perawatan di sana.

Aliyah yang mengalami dehidrasi serta Nita yang kakinya terkilir, dirawat di ruangan kelas satu yang sama. Itu semua atas permintaan Zach, supaya dia lebih mudah menjaga keduanya. Pria itu pula menanggung sebagian biaya perawatan mereka, karena sebagian lagi ditanggung perusahaan Hanum. Fasilitas yang pria berkacamata tersebut sanggupi, hanya sampai kelas dua, sebab dari itu Zach berinisiatif membiayai sebagiannya.

“Sebaiknya kamu istirahat.” Zach melihat gadis empat belas tahun itu menyenggut. Jaza mungkin kelelahan, karena tidak bisa tidur dengan benar semalaman. Tiada fasilitas kamar istirahat di kelas satu, hanya tersedia sofa sepanjang satu meter di setiap sisi ruangan.

Jaza pun mengangguk dengan lunglai, lalu berjalan gontai ke sofa. Dia berbaring sembari menutupi kedua mata dengan jaketnya, sebab lampu neon yang terang itu, tidak boleh dimatikan.

Zach memandangi Aliyah dan Nita yang tertidur lelap di ranjang pasien. Dia masih mengingat bagaimana paniknya semalam saat mengetahui keduanya dalam bahaya. Sesungguhnya, pikiran laki-laki itu seketika kosong kala mendengar kabar longsoran semalam. Yang dia inginkan hanya pergi mencari dan menemukan mereka dalam keadaan selamat. Pikiran Zach lekas menggelap saat membayangkan celaka menimpa keduanya.

Bukan hanya pada putrinya, tetapi Zach pula merasakan kekhawatiran terhadap Nita. Andai semalam dirinya terlambat beberapa menit saja, mungkin macan itu takkan teralihkan dan sudah menerkam Nita. Mencemaskan orang lain selain putrinya, merupakan hal baru bagi Zach. Saat itu dia mengetahui bagaimana perasaannya pada janda itu. Sebab ketika melihat dia baik-baik saja, hatinya yang gelisah berubah tenang. Semua cabar hatinya lenyap, bak bara api tersiram air, dia langsung merasa damai.

Seketika Zach merenung, sepertinya benar apa yang putrinya katakan, bahwasanya dirinya menyukai Nita selama ini. Peristiwa semalam membuka pikirannya, menyadarkan Zach tentang isi hatinya. Dia belum pernah sepanik itu, karena seorang wanita.

Pria itu pun tersengih. Dia menyentuh lembut sisi muka Nita, lalu menundukan kepala, mengecup keningnya. “Jangan bikin saya cemas lagi,” bisik Zach.

Aliyah yang hendak memanggil sang ayah, lekas urung, malah mematung saat melihat pemandangan itu. Ketika ayahnya melihat ke arahnya, segera Aliyah pura-pura tidur, menutup kedua manik matanya. Wajah damai gadis dua puluh lima tahun itu berbanding terbalik dengan keadaan hatinya yang meledak-ledak.

Letusan bahagia berdentum keras, membuat jantungnya berdebar kencang. Aliyah tahu itu, dia tahu pengamatan dirinya tidak pernah salah. Tindakan ayahnya kali ini seolah mengkonfirmasi bagaimana isi hati pria itu terhadap janda tersebut. Ayahnya mencintai Nita, pikir Aliyah kegirangan.

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang