“Saya setuju dengan Tanaya. Beberapa adegan perlu diperhalus agar sesuai dengan karakteristik si tokoh utama. Misalnya saat proses si Bastille ini mulai menyukai tokoh utama cewek–Yelena. Menurut saya, waktunya terlalu cepat dan mendadak. Padahal di cerita dijelaskan, kalo si Bastille ini tak acuh dan dingin. Dia juga rasional dan workaholic,” tanggap Jejen–anggota tim penulis skrip lainnya yang disetujui teman-teman satu timnya.
“Menurut Mbak Nita sendiri, gimana?” tanya Tanaya meminta pendapat Nita setelah mengaminkan koreksi Jejen.
Nita menarik napas lalu mulai menjelaskan, “Meskipun memiliki ribuan penggemar, tapi saya akui, novel “Pernikahan Buta” ini memiliki banyak kekurangan. Karena novel ini saya tulis saat masih junior di dunia literasi dan memang kurang riset.” Dia menaruh bolpoin lalu menautkan kedua tangan, mengungkapkan pendapatnya dengan percaya diri. “Saat itu wawasan saya masih minim dan hanya mengandalkan informasi dari Go*gle. Jadi, saya putuskan untuk menerima semua saran dan masukan dari semuanya, selama tidak merusak konsistensi plot. Karena saya kuatir, pembaca yang sudah membaca versi sebelumnya, menyukai novelnya, akan kecewa dan kehilangan minat jika perbedaan antara novel dan adaptasinya terlalu banyak.”
“Saya setuju,” ucap Irasa. “Perubahan alur yang terlalu signifikan akan mempengaruhi minat penonton. Selain pemilihan tokoh tentunya.”
Alur cerita dan karakterisasi merupakan dua aspek penting yang harus diperhatikan secara mendalam oleh tim. Tidak jarang alur yang tidak konsisten dengan cerita aslinya dapat mengecewakan para pembaca novel tersebut. Begitu pula dengan penokohan yang tidak sesuai dengan deskripsi aslinya, yang dapat mengganggu imajinasi visual pembaca terhadap tokoh-tokoh dalam cerita.
Selama rapat, tim kreatif membahas berbagai aspek produksi, termasuk penyesuaian cerita, pemilihan pemain, lokasi syuting, serta strategi pemasaran untuk menarik pemirsa. Nita turut aktif dalam diskusi, memberikan pandangan dan masukan yang berharga berdasarkan visi aslinya saat menulis novel.
Irasa mengambil peran sebagai mediator antara visi Nita dan kebutuhan produksi sinetron. Dia memberikan saran-saran yang cerdas dan mencoba mempertahankan inti cerita yang membuat novel tersebut begitu disukai oleh pembaca.
Meskipun ada perbedaan pendapat di beberapa titik, suasana rapat tetap profesional dan kolaboratif. Semua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan untuk menciptakan adaptasi sinetron "Pernikahan Buta" yang berhasil dan mampu menyampaikan pesan yang kuat kepada pemirsa.
“Oke, sekian untuk rapat hari ini. Terima kasih atas masukan dan koreksi kalian," tandas Irasa.
Setelah beberapa jam berdiskusi intens, rapat berakhir dengan kesepakatan atas langkah-langkah selanjutnya dalam proses adaptasi sinetron ini. Nita merasa senang melihat antusiasme dan dedikasi tim kreatif dalam menghadirkan karyanya ke layar televisi dengan penuh kehormatan dan integritas.
***
Akibat adaptasi sinetron tersebut, Nita dan Irasa menjadi dekat. Mereka sering bertemu untuk rapat dan makan siang bersama setelahnya. Bahkan Irasa terkadang menyempatkan diri untuk mengantar Nita pulang. Irasa begitu memerhatikan janda satu anak itu.
“Temani saya ke reuni SMA. Gimana? Kamu mau ‘kan?” tanya Irasa yang membuat Nita keheranan. Dia ingin menunjukan kedekatannya dengan Nita pada Zach. Irasa yakin jikalau itu akan menjadi kejutan “istimewa” untuk pria tersebut.
“Kenapa, Mas, mau saya temani?” Nita bingung. Pasalnya dirinya bukan alumni SMA yang sama dengan Irasa. Tentu dia akan merasa asing di sana nantinya, karena tidak mengenal siapa pun. Dirinya membayangkan, mungkin akan seperti anak hilang dan mendapatkan tatapan aneh dari orang-orang yang tidak pernah dirinya kenali sebelumnya.
“Dulu saya introvert. Saya nggak mempunyai banyak teman dan saya selalu sendirian setiap menghadiri reuni. Kalo saya ngajak kamu, saya akan memiliki teman ngobrol, nggak akan jadi kayak anak hilang lagi.” Meski teman-temannya: Viniston, Royan, Fachry, dan Dante selalu menyapanya, tetapi Irasa tetap tak acuh, menjaga jarak. Dia masih membenci teman-temannya tersebut yang dahulu malah memihak Zach dan menjauhinya.
“Gimana?” tanya pria itu sekali lagi kala melihat Nita malah melamun.
Setelah memikirkan semuanya, Nita pun menatap kedua mata Irasa lalu menjawab, “Acaranya nggak akan lama ‘kan?”
“Nggak. Saya cuma bakal setor muka sama mereka biar nggak dikatain sombong, lalu setelah menyapa mereka, kita pulang. Gimana?”
“Baiklah. Kebetulan di hari itu saya nggak ada janji.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)
RomanceDari penulis novel online hingga janda di rumah 'Hot Daddy Duda Abadi'! Fatna Yunita alias Nita, kini terjebak dalam dunia asing sebagai ART Zach-vokalis band ternama. Zach mengira Nita: janda kesepian yang mengharapkan belaiannya, hingga pria itu m...