59. Kontroversi

245 13 0
                                    

Nita mencubit sebelah pipinya, memastikan dirinya tidak sedang bermimpi. Setelah merasakan sakit, roman bahagia pun langsung merekah di wajahnya. Nita menutupi muka dengan kedua tangan kala merasakan sensasi hangat merambat di sana. Namun, tawa segera pecah saat dirinya tidak kuasa menahan gembira. Nita ingat, semalam Zach mengatakan jikalau dirinya cemburu melihat Nita mengobrol dengan Irasa dan cemburu itu artinya cinta. 

Hati Nita langsung dipenuhi kebahagiaan. Dia benar-benar senang saat mengetahui cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ada rasa tidak percaya, tetapi dia sadar itu nyata. Nita memercayai perkataan pria tersebut yang didukung oleh segala tindak tanduk serta sikap manisnya. Untuk pertama kalinya–setelah sepuluh tahun menjanda–dirinya kembali mengenal rasa cinta dan dicintai.

“Mama, kenapa? Kok, kayak bahagia gitu?” tanya Jaza yang baru saja memasuki kamar ibunya.

“Emangnya kelihatan ya?” Nita nyengir.

“Banget,” duduk di sebelah Nita, “memangnya ada apa? Mama, jadian sama Om Zach?” Jaza menatap sang ibu langsung.

“Menurut kamu, Om Zach gimana?”

Jaza bertopang dagu, berpikir. “Ganteng, kaya, dan terkenal, lumayan bisa buat pamer ke teman-teman,” jawabnya dengan wajah tanpa dosa, seolah yang dikatakannya benar dan bermoral.

Plak!

Nita memukul paha Jaza, membuat gadis empat belas tahun itu mengaduh seraya meringis. “Pamer-pamer. Suka pamer itu merusak moral tahu gak.”

Jaza menyeringai kikuk. “Bercanda, Mama. Mana ada aku suka pamer? Aku ini tipe ciptaan Allah yang baik hati, lemah lembut, penyabar, dan tidak suka pamer. Tipe protagonis banget pokoknya.”

“Apa? Protagonis? Emang kamu tahu protagonis itu apa?” tanya Nita kala mendengar jawaban putrinya yang agak sedikit salah paham.

“Protagonis kan, jagoannya. Orang yang baik hati dan tidak sombong, tokoh utamanya. Bener ‘kan?”

“Iya, protagonis memang tokoh utama. Tapi dia nggak selalu baik. Protagonis itu bisa pahlawan dan bisa juga bandit. Protagonis adalah tokoh yang menghadapi konflik utama dan menjadi pusat perhatian,” jelas Nita.

“Iyaa! Nggak usah dijelasin juga kali. Gak penting banget.” Jaza memutar bola matanya tak acuh.

“Penting lah! Barusan aja kamu ngomong udah salah. Mama, benerin, karena khawatir kamu ngomong salah di depan orang yang paham. Nanti kamu malu sendiri kena tegur.”

Jaza mengerti sikap ibunya. Sang ibu sudah seperti ini sejak dirinya kecil. Dia selalu berhati-hati setiap memberikan jawaban untuk pertanyaan Jaza, begitupun membagikan pengetahuannya. Nita selalu memastikan, apa yang akan dirinya sampaikan pada sang anak merupakan kebenaran. Dia melakukan itu supaya sang anak memiliki wawasan yang luas dan untuk meminimalisir kesalahpahaman.

“Serius kamu suka sama Om Zach cuma, karena dia ganteng, kaya, dan terkenal?” tanya Nita seraya memberengut. Dia agak kecewa terhadap sikap sang anak yang mulai mata duitan, padahal dirinya tidak mengajarkan demikian.

“Ya nggak lah, Ma. Itu cuma bercanda. Aku setuju-setuju aja Mama mau berhubungan sama siapa pun. Asalkan Mama bahagia.” Jaza tersenyum simpul. Semua yang dia katakan, memang benar adanya. Jaza hanya ingin melihat sang ibu hidup bahagia, memiliki suami yang sayang dan mencintainya. 

Itu merupakan satu-satunya harapannya untuk sang ibu. Jaza tidak keberatan jika ibunya ingin menikah lagi. Toh, sekarang dirinya sudah bisa mencari uang sendiri dari games. Ya, Jaza mengikuti jejak Zach, menjadi atlet e-sport. Sudah banyak turnamen yang dirinya ikuti, dari mulai tingkat sekolah hingga daerah. Jaza benar-benar percaya diri pada bakatnya tersebut.

“Eh? Apa ini?” Manik mata Jaza terbelalak saat melihat notifikasi Go*gle-nya. Lekas dia memberikan ponselnya pada sang ibu yang pula langsung bereaksi demikian kala membuka tautan web gosip online.

Aktor Zach Code tuai kontroversi, karena minum dan “ngamar” dengan wanita di bawah umur

Om Duda Love Mbak Janda (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang