BAB - 2 - Gloryo

254 13 11
                                    

"Ujang..."

Gue masih sangat nyaman di dalam selimut yang sengaja gue gulung ke badan saat suara Mami terdengar dari lantai bawah.

"Ujang..."

Mengerang, gue kemudian menyembunyikan kepala di bawah bantal.

Apa Mami lupa kalau bakat gue tuh bangun siang?

"Gloryo..."

Mami akhirnya memanggil nama gue dengan langkah kakinya yang terdengar menaiki anak tangga menuju kamar gue.

"Glo?" Pintu kamar gue terbuka.

Hening.

"Ujang..."

"Hmmm..." Gue akhirnya menyahut meski enggan. Ingetin kalau gue baru tidur jam empat pagi tadi.

Gue merasakan Mami duduk di tepi ranjang sambil menepuk pelan tubuh gue di balik selimut. "Ujang, bangun ih. Udah siang atuh. Mami udah masak makan siang."

"Iya Mi."

"Iya apa atuh? Ini selimutnya masih di gulung se badan-badan." Seperti biasa, Mami nyatanya tidak mudah menyerah dalam hal yang satu ini. Bentar lagi gue yakin dia akan mengeluarkan-

"Ujang mau rezekinya di patok ayam? Jam segini belum bangun atuh. Meni ku maha sih?"

Tuh kan.

Tapi kali ini gue beruntung karena Mami nggak pake bahasa sunda medok yang nggak gue ngerti apa artinya.

Dan tanpa aba-aba, Mami menepuk bokong gue sebelum bangkit dan kembali meninggalkan gue sendiri di kamar. "Jangan lama-lama bangunnya. Mami tungguin di bawah." Pesannya sebelum benar-benar pergi.

Dan begitulah, gue lanjut tidur dan baru bangun hampir tiga jam setelah Mami datang ke kamar gue tadi.

Kepala gue masih sedikit pusing karena baru tidur tadi pagi. Setelah kemarin baru pulang dari Vietnam, gue langsung ke Bandung untuk sebuah acara. Pulang-pulang gue naik mobil travel yang muter lagu koplo. Biasa, di Indonesia kan semuanya juga di koploin. Sampai gue pernah denger musik takbiran koplo, coba. Rada-rada emang.

Keluar dari kamar, gue menuruni anak tangga sambil mengusap mata lalu menguap lebar. Saking lebarnya bisa muat dua truk molen. Iya, nggak lucu. Yang lucu mah Komeng.

Samar-samar gue mendengar obrolan diselingi tawa dari ruang makan. Suara Mami jelas gue kenali, tapi suara wanita lawan bicara Mami terdengar cukup asing di telinga gue. Mungkin teman baru Mami dari perkumpulan zumba.

Melangkah mendekati kulkas di bawah tangga, tangan gue segera meraih Coca-Cola dari sana. Meneguknya sambil menengadah hingga setengah kaleng sebelum Mang Cep yang bekerja sebagai pengurus semua hewan peliharaan gue di rumah, datang mendekat.

"Den, si Niki Minaj sepertinya sakit Den."

Gue meneguk habis cola di tangan gue sebelum menjawab. "Nanti minta tolong Mang Cep bawa aja ke dokter hewan langganan, habis itu pisahin dulu kandangnya sama yang lain."

"Siap Den."

Niki Minaj adalah kura-kura gue jenis aldabra yang sudah berumur hampir 8 tahun dengan ukuran yang sudah lumayan besar. Dia piaraan pertama gue yang berharga mahal. Walaupun habis itu gue beli Arwana albino yang bahkan lebih mahal daripada harga diri gue. Dulu sih si Niki seksi, tapi sekarang udah tua, kasihan dia mendadak suka menyendiri walau sekandang sama kura-kura piaraan gue yang lain. Dan kadang-kadang akan sakit seperti sekarang kalau biasanya nggak terlalu gue perhatiin. Biasa, cewek, suka muram kalo nggak dapet physical touch. Katanya kan gitu.

Selanjutnya gue beranjak masuk ke kamar mandi untuk BAB karena closet toilet di kamar gue masih rusak. Sekalian mencuci muka dan gosok gigi.

Dan mungkin karena suara berisik dari kamar mandi, membuat Mami memanggil gue lagi.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang