BAB - 21 - Kaluna

84 6 0
                                    

Weekend kali ini akhirnya aku pergi ke rumah Cleo setelah berkendara hampir tiga jam. Si poop meong itu sudah menyambut ku dengan seblak langganan kami saat aku datang. Suaminya yang juga tengah ada di rumah sampai ngeri sendiri melihat betapa merahnya kuah seblak di mangkuk kami.

"Yang, nanti sakit perut, lho." Ingatannya pada Cleo dengan lembut, berdiri di belakang kursi istrinya.

Cleo menoleh dan memeluk pinggang suaminya. "Nggak kok Yang, aku kan udah makan obat."

"Tapi jangan paksain kalau perut kamu udah mulai sakit." Pria itu kemudian mengecup pucuk kepala Cleo dengan penuh sayang.

"Jadi gue cuma liatin doang nih, nggak di cium kepalanya juga?" Tanya gue penuh canda.

Pasangan suami istri itu sudah terkekeh saat kemudian dia malah ciuman di depan ku.

"Gimana kerjaan lo? Apa menjadi Manager marketing itu seru?" Tanya Cleo sesaat setelah suaminya pergi. Seolah tidak ada yang baru saja aku lihat. Mana pakai lidah lagi.

"Ya seru-seru aja sih. Tapi keknya gue terlalu fokus kerja sampe nggak melakukan apapun selain itu walaupun sebenarnya I don't want to do anything."

Cleo menatapku sambil kepedasan. "Ya emang paling benar istirahat aja kalo habis kerja."

"Should I go to the gym? Maybe just walk on a treadmill?"

Cleo tidak menjawab dan meraih pipet untuk meminum susu yang sudah dia siapkan.

"Gue ngerasa kurang produktif aja Nyet." Lanjut Ku kemudian.

Cleo kemudian menatapku dengan tidak yakin sambil terus menikmati susu kemasan di tangannya.

"Lo kek nggak support banget gue pengen sehat."

"Ya support Nyet, masalahnya percuma, karena palingan sekali dua kali terus lo nyerah kek yang udah-udah."

Itu benar.

Tapi, begitu saja aku merasa tertantang.

Dan tebak apa?

Setelah pulang dari rumah Cleo, aku berakhir di studio gym tak jauh dari apartemen di pukul delapan malam. Studio gym yang disediakan di gedung apartemen tampak tidak seru. Maksudku, alat-alatnya cukup lengkap, tapi terlihat lengang. Hanya ada beberapa penghuni apartemen yang datang sana. Berbeda dengan studio gym yang kali ini ku datangi. Di sini ramai dan jelas membuat semangat lebih terpacu. Apalagi saat aku harua menempuh jarak meski tidak jauh. Itu membuatku lebih tertantang untuk melakukannya.

Setelah melakukan evaluasi, aku menatap kartu membership yang kini ada di tanganku dengan cukup yakin.

Setidaknya aku akan mencoba selama sebulan. Itu terdengar tidak berat-berat amat.

Dan aku harus konsisten.

Badan 30 tahun nyatanya tidak se-energik  20 tahunan. Jongkok dikit sakit pinggang. Tidak seperti J.lo yang udah umur berapa masih nari-nari lincah begitu.

Oke.

Aku akan memulai rutinitas baru ku mulai besok.

Hari Senin adalah hari yang bagus untuk permulaan.

Atau tanggal 1 nanti, ya?

Tidak, besok. Aku akan memulainya besok. Tidak ada kata-kata menunda lagi.

Karenanya, aku pun mulai mencari pakaian gym beserta sepatu baru di e-commerce. Hari baru, semangat baru dan pakaian baru.

Sibuk mencari apa saja yang aku butuhkan sambil tiduran santai di sofa, bel apartemen ku kemudian berbunyi. Seingat ku, aku belum memesan makanan atau apapun jika itu adalah kurir.

Bangkit, aku mengintip di kaca kecil di pintu, dan langsung membukakannya. Dia begitu saja masuk dengan helm yang melekat di kepalanya itu.

"Ngapain lo pake helm, mau nonton dangdut lo?"

Glo menoleh sambil meletakkan paper bag di atas kitchen island. "Lumayan lucu, tapi gue lagi nggak mau ketawa."

Idih.

"Gue mau jemput bibit alpukat." Tambahnya setelah itu.

Aku mendekat setelah menutup pintu dan berdiri di sampingnya. "Lo kata gue dagang begituan?"

"Tapi diminta anter gudeg dulu sama Mami, as always."

Senyumku melebar seketika dan segera mengintip isi paper bag itu saat dia tampak jengah. Matanya terlihat beralih ke sofa dan saat itu aku mengikuti pengelihatannya. Segera membuka mulut sebelum dia bertanya.

"Yeah, I signed up for a gym membership." Kataku tersenyum bangga pada diriku sendiri.

Dia berbalik begitu saja dan melangkah menuju pintu. "Gue nggak yakin." Katanya.

Bodo!

Aku hanya tidak ingin merusak mood ku dengan marah-marah karena komentarnya itu.

"Bilangin makasih sama Mami, ya?"

"Lo telfon aja sendiri." Balasnya membuka pintu dan meninggalkan ku yang sudah mendengus saat punggungnya menjauh.

Tapi beruntungnya kekesalanku hanya bertahan beberapa detik saat kemudian mencium bau gudeg dari Tote bag itu. Tak lupa mengirimi Mami pesan berucap terima kasih padanya.

Jika besok aku akan mulai hidup sehat, maka ini adalah hari dimana aku boleh makan apapun semauku. Batasnya jelas hingga jam 12 malam nanti. Setelah itu, Kaluna akan menjadi versi baru.

Kaluna yang lebih sehat dan energik.

Apa aku harus memesan makanan lain, ya?

Aku kembali meraih ponsel berniat memesan makanan lain sebelum pesan dari Mas Dave datang lebih dulu.

Mas Dave :
Besok aku ke kantor cabang kamu dulu. Mau nitip sesuatu nggak?

Oh ya?
Padahal besok aku mau traktir mas pake voucher diskon ku
Read.

Itu jelas hanya lelucon. Aku hanya ingin mentraktir Mas Dave karena dia terlalu sering melakukan hal itu padaku.

Mas Dave :
Haha 🤣

Mas Dave :
Gimana kalau makan malam aja?
Aku balik sore soalnya.

Oke
Read.

Mas Dave :
Tapi pake voucher diskon aku aja dulu.
Takutnya keburu hangus.

Haha
Oke Mas
Read.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang