BAB - 45 - Kaluna

86 10 0
                                    

Jenar.

Aku jelas bisa melihat siapa nama yang tertera di ponsel Glo kemarin. Setelah tidak sengaja bertemu di tempat bakso Mas Rinanto, mereka bertukar nomor ponsel begitu saja saat itu. Aku tidak menyangka jika mereka akan berkomunikasi lebih lanjut seperti sekarang hanya karena, dulu Glo terlalu cuek padanya. Tapi baguslah, Jenar yang mengaku juga belum menikah mungkin bisa menjadi teman dekat Glo. Mereka jelas cocok. Whatever.

Ngomong-ngomong, hari ini adalah hari pertama aku datang bulan. Dan rasa-rasanya perutku sangat sakit. Badanku juga kurang enak ditambah sedikit panas. Makanya hari ini aku meminta izin agar bisa pulang lebih cepat dan segera tidur sesampainya di apartemen. Dan seperti punya telepati, Mami meneleponku menanyakan kabar. Aku jujur mengatakan jika aku sudah ada di apartemen karena apa yang kini aku rasakan. Mami mengatakan jika dia secepatnya akan mengirimi aku jamu. Dan ya, tak sampai satu jam setelah menelfon, Glo datang dengan sebotol jamu yang baru saja dibuat khusus oleh Mami. Plus, sekotak nasi goreng ayam yang masih  hangat.

"Nih jamu." Ucap nya saat ikut masuk ke dalam apartemen. "Kata Mami jangan lupa makan nasi gorengnya."

"Makasih Glo..."

"Kalau bukan karena Mami yang minta gue juga nggak mau anter." Dia membuka kulkasku begitu saja. "Kalo nggak niat masak minimal jangan beli bahan makanan mentah sebanyak ini, sayuran lo udah pada layu semua." Dia menancap pipet lalu meminum teh kotak yang baru dia ambil. "Buang kenapa sih?"

Aku tidak meresponnya karena sibuk meminum jamu yang terasa sangat fresh. Terima kasih ku ucapkan pada Mami karena terlalu baik.

"Nggak ada Coca-Cola ya?" Tanya nya setelah menghabiskan teh kotak itu dalam beberapa detik saja.

"Lo pikir ini rumah lo yang tiap hari siap sedia Coca-Cola?"

Dia kembali menutup kulkas saat kemudian dia berkomentar. "Pucat banget muka lo."

Aku juga merasakannya.

"Emang sesakit itu?"

"Nggak selalu sih, tapi kadang-kadang kek sekarang." Aku beranjak  ke kamar dan kembali tidur di ranjang. Menarik tinggi-tinggi selimut hingga dagu.

"Tidur Lo?" Dia sudah berdiri di depan pintu kamarku.

Aku bergumam pelan sambil menutup mata.

"Ternyata yang bisa bikin lo kalem tuh cuma sakit." Lanjutnya.

Aku kembali membuka mata lalu meliriknya  "Kenapa? Lo punya bahan buat cari masalah sama gue? Besok aja, sekarang gue nggak punya tenaga."

Aku kembali menutup mata. "Ya udah pulang sana, ntar lo ngomel lagi bilang gue buang-buang waktu lo."

"Lo ngusir gue?"

"Iya."

"Lo pikir nyetir ke sini nggak capek?"

Dan yang aku tahu setelah itu adalah aku sudah tertidur karena benar-benar merasa sangat elah. Bangun-bangun aku menguap lebar dan merasa jika tubuhku masih belum baik-baik saja. Kepalaku rasanya pusing sekali saat aku bangkit hendak ke kamar mandi. Dan di sana, Glo tengah tiduran di sofa sambil menonton TV. Dan hari juga sudah sangat gelap. Menandakan jika aku tertidur cukup lama.

"Baru bangun Lo?"

"Hm." Aku berjalan pelan sempoyongan ke kamar mandi saat kemudian aku yang hendak terjatuh di pegang oleh Glo yang entah sejak kapan sudah berada di dekatku.

"Makanya minta tolong!"

"Gue cuma ke kamar mandi. Lagian gue cuma kecapekan bukan lumpuh." Aku melepaskan tangan Glo lalu kembali berjalan menuju kamar mandi.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang