BAB - 28 - Gloryo

88 9 1
                                    

Acara makan malam kali ini dilengkapi dengan tamu tak di undang, Kaluna. Setelah mengigit perut gue sampai berbekas lalu sepintas lalu meminta maaf, kini dia sudah tampak seolah nggak pernah terjadi apa-apa karena sedang makan dengan sangat lahap. Bahkan dia baru saja menambahkan nasi ke piringnya.

"Ada gitu orang yang ngaku badannya sakit malah makan lahap banget." Gue menatapnya yang duduk tepat di seberang gue.

"Ya salahin aja kenapa Mami masaknya enak-enak semua." Dia tersenyum ke arah Mami yang dibalas nyokap gue dengan senyuman yang lebih lebar.

"Emang paling bisa ya lo cari muka."

"Ujang..." Mami menegur gue dengan lembut.

Kaluna meletin gue. "Sensi banget sih lo? gue sirem air es nih?"

"Biasanya kalau habis diurut selera makan emang nambah sih." Ganesh ikut-ikutan waktu Kaluna makan udang pake kulitnya karena sejak tadi dia kelihatan nggak betah membuka kulitnya satu-satu.

Bar-bar, bar-bar.

"Gimana Kal, badan kamu teh udah enakan?" Mami bertanya pada Kaluna yang langsung mengangguk.

"Banget Mi, kapan-kapan aku mau urut lagi ah sama Mak Ijan."

"Bisa nggak sih gue nggak liat muka Lo sehari aja?" Tanya gue karena mau lihat dia emosi setelah dibela Mami dan Ganesh.

"Nggak, Glo. Lo harus liat muka gue tiap hari biar Lo Gedeg, biar hari-hari Lo nggak enjoy, biar Lo mimpi buruk, biar makan Lo nggak nafsu." Katanya yang membuat semua yang ada di meja makan ketawa.

"Apa?" Tanyanya waktu gue nggak kedip natap dia. "Lo mau gue tinggal di sini sekalian?"

"Ngubur orang idup-idup hukuman penjaranya, berapa sih?" Balas gue jengah sekali.

Mami, Ganesh dan tentu saja Kaluna, lanjut mengobrol hingga sisa makan malam itu. Gue kemudian memanen tebu bersama Papi karena kami mau dan kemudian sibuk memakannya di taman belakang sambil menonton Mang Muki memperbaiki pagar kawat kandang kalkun gue. Sementara nggak jauh dari sana Mang Cep lagi memperbaiki trampolin gue yang kapan hari jebol gara-gara Papi.

Para wanita-wanita itu kemudian sibuk di ruang tengah entah membahas apa. Ditemani Summer yang menari di depan TV. Tapi kemudian, selang beberapa menit gue mendengar suara tangis ponakan gue itu yang membuat gue dan Papi langsung pergi ke ruang tengah. Ternyata Summer menangis karena baru saja ada panggilan video call dari Lud yang sedang ada di Singapura. Jadilah begitu, Summer yang sangat kangen dengan ayah konyolnya itu nggak berhenti nangis."

"Princess..." Papi menggendongnya yang sudah sudah sesegukan.

"Daddy..."

"Besok kan Daddy nya pulang. Nggak apa-apa." Ganesh menghapus air mata anaknya.

"Daddy..." Summer menenggelamkan kepalanya di leher Papi sambil terus nangis.

Dan tiba-tiba Kaluna nyalain musik yang tadi membuat Summer menari. Tapi kini giliran dia yang joget-joget di depan Summer dengan gaya songong nya itu sampai ponakan gue ketawa.

Gue ikut terkekeh melihat Kaluna dengan semua gerakan dance absurdnya itu. Jika saja gebetannya melihat ini, gue yakin mereka akan ilfil sampai ke ubun-ubun.

Summer sudah baik-baik saja saat kemudian dia memilih bermain slime bersama Papi. Dan saat itulah Kaluna mengangkat telfonnya yang bunyi sebelum dia pamit untuk pulang. Iya, dia pulang setelah perutnya kenyang. Sangat tahu diri sekali.

Gue natap punggungnya yang menjauh dan masih bisa mendengar suaranya.

"Lo udah nyampe? Iya iya, ini gue udah mau ke apartemen. Cemilannya nggak lupa kan? Makasih Kaf..."

Kafi?

"Glo bantuin gue buka tebu dong..."

Suara Ganesh terdengar dari taman belakang.

"Trampolin nya udah selesai saya perbaiki Mas." Beritahu Mang Cep waktu gue mau balik ke taman belakang.

"Oke."

"Sakit nggak Mas Glo?"

"Hah?" Gue menoleh saat Mang cep udah berdiri di sebelah gue dengan wajah jahilnya.

"Apa?"

"Itu perutnya habis digigit Mba Kaluna."

Gue meraba perut gue di balik baju dan terkekeh begitu saja. Kaluna jelas menjadi cewek pertama yang gigit perut gue meski bukan di atas kasur.

"Lumayan." Kata gue yang membuat Mang Cep terkekeh begitu saja.

Bertepatan dengan itu, HP gue bunyi. Ada telpon dari Mas Hasyim, salah satu teman gue yang bertugas di konservasi burung Maleo di Sulawesi Tengah. Dia sedang ada di Jakarta dan mengajak gue untuk bertemu yang gue amini dengan mendatanginya ke salah satu coffee shop. Kami mengobrol banyak karena sebelumnya gue mengatakan kalau gue sangat tertarik dengan binatang itu. Dan gue berencana akan ke sana secepatnya karena mendapat undangan langsung dari Mas Hasyim untuk ikut melepaskan liar mereka.

Dari sana, gue beralih ketemu Sangga di sebuah night club langganannya. Katanya sibuk reading buat persiapan film baru. Tapi tetap aja, itu si penjahat kelamin selalu punya waktu buat yang beginian. Pun gue. Karena paginya, gue bangun di sebelah model yang lagi naik daun karena kasus skandalnya sama pejabat.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang