BAB - 20 - Gloryo

93 11 1
                                    

Di acara makan-makan atas kepulangan gue setelah beberapa Minggu, Sangga ikut datang karena katanya baru saja diikuti wartawan dan memilih rumah gue sebagai tempat bersembunyi. Tanpa sopir, manager dan asistennya yang biasanya terus ngekor dia kemanapun.

Dan kini, gue, Kaluna dan Sangga tengah berada di taman belakang dengan meja dan kursi kayu khusus outdoor. Di saat Mami, Papi dan beberapa orang teman Mami tengah mengobrol di ruang makan. Ganesh dan Ludy sedang pergi membeli kebutuhan safety untuk Summer karena katanya besok anak perempuan itu mau pergi acara sekolahnya.

"Lo nggak niat jadi model? Cantik banget, soalnya."

Gue mengangkat kepala dari piring saat kata-kata itu keluar dari mulut Sangga yang duduk di sebelah Kaluna. Dan jijiknya, sekarang Kaluna malah tersenyum seolah ucapan itu benar adanya. Sejak tadi mereka berdua udah main puji-pujian satu sama lain. Dari Kaluna yang mengatakan kalau Sangga jauh lebih ganteng aslinya, hingga acting si penjahat kelamin itu yang sangat bagus. Bahkan dia sampai ngajak Sangga foto bareng.

Lalu ini, kata-kata yang bikin telinga gue gatel.

"Lo serius godain dia di depan idung gue?" Gue menatap Sangga dengan mulut penuh tempe bacem. Beralih pada Kaluna yang tampak kesal karena gue menginterupsi mereka.

"Ya kenapa sih?! Orang gue emang cantik!"

Bulu kuduk gue langsung merinding untuk pengakuan kelewat batas itu.

Dia nggak mual sampai amandelnya keluar dari mulut apa ngomong begitu?

"Kenapa? Baper lo kek yang di depannya mobil?" Kata Sangga yang garing nya nggak pernah absen.

"Bumper, anjing!"

Pengen banget gue ludahin mulutnya kalau udah garing-garing nggak jelas begitu. Mana gue ladenin lagi.

Tapi nggak dengan Kaluna, karena sekarang, dia udah ketawa seolah kata-kata Sangga hal yang paling lucu di dunia.

"Udah jangan ladenin dia." Sangga bahkan tidak menatap gue karena kembali tertuju pada Kaluna. "Besok, lo ada acara nggak?"

Tapi obrolan mereka harus terpotong saat Encha yang baru datang menginterupsi. Membawa ratusan tusuk sate Maranggi sebagai buah tangan.

"Hai Encha..." Sapa Sangga sok manis. Kalau kata Mami mah giung, kemanisan sampe bikin eneg.

"Hai Ga..."

"Nah gini kalo datang ke rumah orang, bawa sesuatu. Nggak kayak orang lain yang datang pake tangan kosong mulu." Sindir gue membuka bungkusan sate itu sambil menatap Kaluna terang-terangan.

"Maksud Lo, gue?!"

Kepala gue menoleh kanan kiri. "Ya siapa lagi?"

Bibirnya sudah miring sebelah, bersamaan dengan kakinya yang menendang kaki gue dengan keras di bawah meja.

"Sakit goblok!"

"Mampus Lo!"

"Bab-"

"By the way, kita belum kenalan." Encha memotong dengan mengulurkan tangannya pada Kaluna yang langsung di jabat cewek Babi itu. "Encha"

"Kaluna."

Encha ikut bergabung dengan duduk di sebelah gue. Mengambilkan beberapa tusuk sate ke piring gue begitu saja.

"Lo nggak makan sate?" Tanya Kaluna ke Sangga.

"Nggak. Takut susuk gue ilang."

Dan lagi-lagi, mereka ketawa.

Apanya yang lucu, sih?

Lucuan nenek-nenek naik sepeda terus bannya di selipin botol Aqua bekas, kata gue mah.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang