BAB - 13 - Kaluna

101 10 0
                                    

Hari Jum'at adalah hari yang menyenangkan tanpa alasan. Seperti lagu yang kini ku putar, friday I'm in love. Lagu yang sengaja aku putar loop sejak tadi sambil sibuk dengan komputer. Meskipun hari ini pekerjaanku cukup menumpuk, nyatanya aku melakukannya tanpa keluhan. Tentu saja karena mengingat besok adalah weekend. Aku jelas sudah membayangkan nyamannya sofa dan tidak mandi seharian.

Dan baru saja aku dan Mama ber telponan. Seperti biasa, Mama mengingatkan aku jangan sampai lupa makan. Meski nyatanya Mama tahu jika aku tidak akan pernah lupa makan, tapi begitulah. Namanya juga orang tua. Dan jika kalian ingin tahu kenapa orang tua ku tidak pernah mendatangi aku ke Jakarta, alasannya karena mereka tahu aku tidak suka saat dikunjungi. Sejak kuliah  dan merantau sendiri ke Jakarta, Mama dan Papa bisa dihitung dengan jari saat mereka mengunjungi ku. Aku hanya tidak suka saat ditinggalkan. Aku tidak suka perasaan sedih itu. Lagipula, Papa dan Mama yang masih bekerja membuat ku kasihan jika mereka harus bolak balik Jakarta di hari libur mereka yang sebaiknya digunakan untuk istirahat saja.

Mas Dave :
Jadi siang ini kan Kal?

Hampir saja aku memesan makanan  jika Mas Dave tidak mengingatkanku. Hari ini kami berjanji akan makan siang bersama di restoran yang tak jauh dari kantor. Bahkan tadi pagi aku sudah memikirkan makanan yang ingin aku pesan di tempat itu. Namanya juga faktor umur, wajarlah ya kalau lupa-lupa dikit.

                                                      Jadi dong...
                                                                 Read.

Aku melihat jam dan kembali pada pekerjaanku. Dua puluh menit lagi dan setidaknya aku harus selesai dengan database yang sejak tadi aku kerjakan.

"Sebelum ini, aku udah banyak banget dengar tentang kamu, khususnya dari Pak Andri."

Kami akhirnya sampai di restoran itu dan kini tengah menunggu pesanan datang. Dan baru saja, Mas Dave membicarakan awal dia mendengar promosi jabatan yang aku dapatkan.

"Emang iya Mas?" Setahuku Pak Andri -atasanku di kantor sebelumnya, orangnya tidak terlalu banyak bicara. Dia memang baik dan disukai banyak bawahannya, hanya saja dia cukup pendiam.

"Iya. Dia adalah orang yang paling semangat saat tahu kamu akan dipromosikan ke kantor pusat. Katanya dia senang kamu akhirnya dapat promosi karena kamu pantas."

Kami berakhir bercerita banyak tentang pekerjaan hingga tentang Mas Dave yang masih tinggal dengan orang tuanya yang tidak mengizinkannya tinggal sendiri karena tidak mau sang anak membuat alasan selalu sibuk dan berakhir membuat mereka jarang bertemu. Karena itu juga Mas dave harus berkendara kurang lebih jam untuk menuju kantor. Pria itu juga bercerita tentang orang tuanya yang sejak beberapa tahun terakhir ini terus memintanya untuk segera menikah.

"Ya gimana ya Kal, aku lagi seneng-senengnya ngejar karir. Apalagi udah capek banget rasanya kalau harus kenal cewek dari awal lagi. Kenalan lagi, PDKT lagi. Dengernya aja udah capek." Mas Dave mengunyah Risotto yang katanya sangat enak itu pelan-pelan.

"Kalau di jodohin, Mas mau nggak?"

Dia tidak langsung menjawab dan malah tersenyum. "Udah Kal. Mama udah pernah jodohin aku sama anak temennya. Dua kali malah. Tapi ya gitu, aku ngerasa nggak nyambung aja sama mereka."

Aku pun berakhir membahas tentang problematika pernikahan di usiaku saat ini. Juga tentang orang-orang rese di sekitarku seperti Bude Asri. Mas Dave kemudian tertawa karena dia juga merasakan hal yang sama. Meski sang Ibu juga cerewet tentang pernikahan, tapi nyatanya orang lain jauh lebih cerewet, katanya. Kami memesan beberapa makanan penutup karena terlalu seru mengobrol. Jangan tanya dengan rencana dietku beberapa hari lalu yang sudah sampai mana. Udah sampe lupa ei...

"Orang yang selalu kepo dan nanya kapan nikah kapan nikah itu adalah orang yang menjadikan sebuah pernikahan sebagai kompetisi atau menjadi tujuan dari hidupnya. Tujuan hidup orang kan  beda-beda ya Mas."

Mas Dave mengangguk setuju saat kemudian tiba-tiba kami membahas tentang sebuah mobil listrik keluaran terbaru. Sangat random memang, tapi aku suka saat mengobrol dengan Mas Dave. Seolah aku bertemu dengan teman lama.

Pekerjaanku selesai sesuai rencana dan tidak harus membuatku lembur. Aku kemudian pulang dan mendapati tempat tidurku yang baru saja di kirim ke apartemen. Dan tentu saja aku butuh seseorang untuk merakitnya bersama agar bisa aku gunakan. Dan bukannya tidak bisa sendiri, aku hanya terlalu ruwet saat membaca instruksi pemasangannya. Maka begitu saja aku menghubungi Glo sambil menunggu air di water boiler panas untuk membuat teh. Akhir-akhir ini tenggorakan ku terasa sakit.

Dan seperti yang kalian duga, Glo mengangkat panggilan ku dengan sapaan malas andalannya itu.

"Hm?"

"Di mana lo?" Tanyaku mencoba terdengar riang. Seolah tidak terusik dengan jawabannya.

"Kenapa? Buruan, lo nggak tahu banyak yang harus gue lakuin selain terima telfon lo?"

Ck.

Sok sibuk banget dia kek anak OSIS.

Setan.

"Bantuin gue dong..."

Dia membuang nafas kasar yang terdengar dia paksakan. "Apa?" Suaranya dia buat sejengah mungkin.

"Tempat tidur gue datang hari ini, dan gue nggak bisa rakit sendiri. Bantuin gue ya? Cuma lo yang gue harapkan sekarang. Please... "

Hening.

"Ntar gue beliin makanan deh." Bujukku meski ikut jengah dengan gayanya itu. Tapi mau bagaimana? Nyatanya aku membutuhkannya.

"Makanan doang?"

"Trus apalagi?" Aku memegang ganggang water boiler karena airnya mulai mendidih. Ingin sekali menyiram wajahnya yang aku pastikan sangat menyebalkan itu

"Lo ngerti win win solution, nggak?" Katanya.

"Dari dulu emang pamrih banget ya lo jadi orang, Babi!" Ujung-ujungnya aku tidak akan bisa menahan diri untuk tidak memakinya.

Dia malah terkekeh, "Babi babi gini masih perlu juga kan Lo sama gue?"

"Ya terserah kalo Lo nggak mau juga, biar gue telpon Mami aja."

"Goblok!"

Aku balas terkekeh mendengar kekesalannya itu, sebelum aku memekik begitu saja.

"AAAKKK!!!"

Ponselku otomatis terjatuh saat air di dalam water boiler malah mengenai kakiku saat hendak menuangnya ke cangkir. Dan itu sangat perih. Lagi dan lagi, aku mengutik kecerobohan yang ada di dalam diri tua ini.

"Kenapa Lo?"

Suara Glo terdengar samar dari ponselku di lantai.

"Nemu duit dalam ciki Lo?"

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang