Aku tengah makan siang di sebuah kafe dekat kantor sambil sibuk dengan ponsel mencari resep masakan yang gampang karena ingin mencobanya. Entah kenapa aku ingin sekali bisa memasak. Dan tenang saja, aku akan melakukannya di saat ada orang lain bersama ku di apartemen agar tidak ada lagi kejadian lupa mematikan kompor seperti waktu itu.
Sibuk mengunyah pasta carbonara dari piring, tiba-tiba seorang pelayan mendatangiku sambil memberikan selembar tissue yang bertuliskan nomor telpon. Cewek itu menunjuk sudut ruangan di mana ada seorang cowok yang sedang menatapku lalu tersenyum.
Aku menatap tissue itu lagi dan membaca pesan singkat di bawah nomor telpon yang dia tuliskan.
Nice to see you.
Dan begitu saja, aku menggunakan tissue itu untuk mengelap bibirku lalu meremasnya. Sepenuhnya tidak peduli pada cowok itu karena aku tidak berniat untuk menatapnya lagi.
Katakanlah aku sombong, songong atau apapun. Terserah. Aku hanya tidak suka dengan cara pendekatan seperti itu. Kalau berani datangin, ajak ngobrol, bukannya nitip nomor telpon lalu tersenyum seolah aku akan salah tingkah.
Kembali fokus pada ponsel untuk membaca sederet judul masakannya di sebuah situs, ponselku berdering karena panggilan telpon dari Mama.
"Halo Ma..." Sapaku riang.
"Hai Sayang... Udah makan belum?"
"Lagi makan." Jawabku lalu meraih garpu untuk menyuap pasta itu lagi.
Selanjutnya kami larut dalam obrolan tentang dapur rumah di Bandung yang tengah direnovasi. Mama bilang, dia merasa bosan dengan tampilan kitchen set sejak beberapa tahun lalu itu. Makanya dia memilih untuk menggantinya agar semakin senang saat memasak untuk Papa. Tak lupa aku menceritakan jika aku sedang mencoba memasak. Mama terdengar senang sekali dan katanya dia tidak sabar untuk mencoba masakanku.
Menyelesaikan sepiring pasta, aku kemudian memesan tiramisu sebagai penutup. Begitu ingin membayar, aku kemudian baru tersadar dengan sebuah kartu unlimited saat membuka card holder.
Itu kartu milik Glo yang dia titip kemarin setelah mentraktirku dan Mas Dave. Maka tanpa pikir panjang, aku membayar makan siang ku dengan kartu itu. Itung-itung sebagai bayaran karena aku sudah menyimpan kartu itu dengan baik dan aman.
Selajutnya aku kembali ke kantor karena waktu istirahat akan berakhir dan melihat beberapa orang bawahanku sudah sampai di kubikel masing-masing. Cuaca yang terik membuatku berakhir mentraktir mereka semua segelas minuman dari Starbuck di dekat kantor setelah meminta tolong pada OB. Dan tentu saja dengan menggunakan kartu milik Glo.
Jika tadi sebagai bayaran jika aku sudah menyimpan kartunya dengan baik dan aman, maka sekarang sebagai bentuk berbagi rezeki. Glo jelas akan mendapat pahala berkat inisiatif ku ini. Kurang baik apalagi aku sebagai teman.
Berlanjut saat menunggu jam pulang dan pekerjaanku sudah selesai. Aku yang gabut mulai window shopping untuk melihat katalog sebuah brand tas. Dan tiba-tiba aku ingin berbelanja karena rasa-rasanya sudah lama sekali aku tidak menggunakan uangku untuk hal seperti itu. Tapi tunggu, aku melirik card holder ku di atas meja untuk melihat kartu credit milik Glo di sana.
Sepertinya menggunakan uang Glo terdengar lebih menarik dari pada menggunakan uangku sendiri. Tampaknya ini petunjuk dari Tuhan agar aku lebih hemat menggunakan uang sendiri.
Baiklah.
Hari ini aku akan shopping dengan menggunakan kartu milik Glo.
Di detik selanjutnya aku begitu saja mengirimi Ganesh pesan untuk mengajaknya berbelanja bersama. Dia sangat setuju apalagi saat aku bilang jika kartu milik Glo kini ada di tanganku. Tentu saja setelah dia bertanya dengan rinci bagaimana bisa kartu milik Glo ada padaku.
Ganesh jelas tidak akan melupakan hal-hal wajib seperti itu.
"Beruntung banget Summer lagi sama bapaknya ke waterboom." Kata Ganesh waktu kami masih mengobrol lewat telpon begitu aku sudah menuju basement.
"Gue mau jalan dulu nih, sepuluh menit lagi nyampe rumah Lo."
"Oke, gue tunggu."
Dan saat aku sampai di rumah Ganesh, dia tentu sudah sangat siap dengan senyum mengembang.
"Gue sampe bingung mau beli apa aja." Katanya begitu kami sudah berada di dalam mobil menuju sebuah Mall terkenal yang dengan brand-brand mewahnya.
Dan sebelum benar-benar menghabiskan waktu ber shopping-shopping ria, kami memilih mengisi perut dulu karena kegiatan itu jelas membutuhkan tenaga lebih. Sebuah restoran dim sum kami pilih saat aku begitu saja menginginkannya.
"Kira-kira gimana ya marahnya Glo kalau tahu duitnya kita habisin?" Tanyaku setelah mengigit mantao.
Ganesh yang menghabiskan makanannya dulu sebelum menjawab, kemudian bersuara. "Emang bisa apa dia? Udah deh jangan dipikirin, lagian bisnisnya ngasilin banyak duit begitu. Belanjaan kita ntar mah nggak ada apa-apanya. Duitnya cuma buat jalan-jalan, sekali-kali buat zakat mah baik buat dia."
Nyatanya pemikiran Ganesh dan aku adalah sama. Karena itulah kami sangat cocok.
"Kita mulai dari mana dulu, ya?" Tanya Ganesh saat kami sudah selesai dari restoran Dim sum.
"Sephora?"
"Cus." Dan dia mengandeng tanganku sambil kami berjalan beriringan dengan tanpa beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive or Alone (On Going)
Literatura Feminina(UPDATE SETIAP HARI) Kaluna sepenuhnya tidak lagi memikirkan pernikahan. Dengan terang-terangan dia mengatakan jika tidak ada laki-laki yang bisa dia percaya. Apa yang salah dengan wanita yang tidak menikah? Hidupnya jelas sudah sangat bahagia meski...