Di hari Sabtu ku yang indah, pagi-pagi Kohar sudah datang dan bilang jika dia baru putus dengan pacarnya yang anak SMA itu.
Baru juga dua Minggu.
Atau satu minggu?
Atau dua hari?
Perasaan, itu baru kemarin, kan?
Dan seperti biasa, tidak ada tampang putus asa di wajahnya. Persoalan putus cinta nyatanya hal yang biasa dihadapi Kohar dengan senang hati. Dan tidak lupa, dia datang dengan membawa sekantong cemilan agar aku membolehkannya menggangu weekend ku yang nyaman.
"Lo nggak mau jadi pacar gue aja Kal? Test drive dulu boleh kok. Kalo udah satu bulan, nanti dapat voucher belanja."
"Alhamdulilah, gue nggak mau."
Kohar terkekeh bersamaan dengan panggilan video call dari Cleo.
"Barusan gue ngajak Kaluna pacaran lagi, tapi dia tetap nggak mau, apa kurangnya gue, ya?"
Aku menoleh saat sibuk mengambil gelas begitu Kohar mengambil alih panggilan video call itu.
"Dia takut kalau nanti putus, kalian nggak bisa temenan lagi, mungkin." Balas Cleo datar.
Kohar memutar kepalanya ke arah ku yang kembali mendekatinya setelah membawa dua gelas. "Emang iya Kal? Gue santai banget kali orangnya, kenapa Lo mikir sejauh itu?"
Aku hanya menghela nafas sebagai balasan. Obrolan tidak penting seperti ini nyatanya selalu ada jika Kohar terlibat di dalamnya.
"Buktinya, dulu gue pacaran sama Cleo, trus putus dan sekarang masih bisa sahabatan nih."
"Kapan gue pacaran sama lo, babi?!" Suara Cleo terdengar tidak terima.
Kohar balas tidak terima saat raut wajahnya kesal sekali. "Dih! Segala pura-pura lupa Lo!"
"Enak aja! Kita cuma pernah ciuman and that's it! Jangan ngada-ngada ya Lo!"
"Ya elah, masih gengsi aja Lo pernah kepincut sama gue. Tapi maap kalo akhirnya kita putus karena gue nyakitin Lo."
Sok ganteng banget, emang.
"Uweekkk!" Cleo pura-pura ingin muntah untuk semua kata-kata Kohar yang malah membuat cowok itu terkekeh.
Cleo dan Kohar memang pernah pacaran. Tapi ya begitu, karena Kohar kebanyakan tingkah, mereka akhirnya putus. Dan karena tidak terima di selingkuhi Kohar, Cleo pun berakhir enggan mengakui hubungan mereka yang seumur jagung. Dan begitulah, kini mereka sudah dalam mode baik-baik saja setelah Cleo tidak mau melihat wajah Kohar selama sebulan setelah mereka putus. Karena tepat setelah itu, Cleo bertemu cowok yang kini menjadi suaminya. Cowok yang menjadi move on terbaik Cleo seumur hidup.
Cleo tiba-tiba menambahkan Kafi di panggilan video itu dan begitu saja dia mengode kami semua.
"PS gue rusak, dan bentar lagi gue ulang taun." Kafi masih dengan wajah bantalnya, menguap.
Di antara kami semua, cuma Kafi yang selalu mengingatkan kami dengan hari spesialnya itu. Tak lupa selalu request hadiah yang dia inginkan setiap tahunnya. Tahun kemarin Cleo membelikan Kafi sepeda lipat sebagai hadiah yang dia request tapi ujung-ujungnya tidak pernah dia gunakan. Katanya sih mau di pakai buat ke kantor, biar sehat. Tapi kemudian dia beralasan jika memakai sepeda ke kantor lebih ribet daripada menyetir mobil di tengah macet. Katanya jalanan khusus pesepeda malah digunakan pengguna motor.
"Segala Lo pake ajak dia gabung." Kohar mendengus kepada Cleo. "Padahal gue mau pura-pura lupa sama ulang tahunnya."
Kafi sudah terkekeh dengan suara khas bangun tidurnya.
"Habis sunat Lo, segala minta hadiah PS?"
Dan Kafi terkekeh lagi untuk ucapan Kohar itu.
"Kali ini, biar gue aja yang beliin." Kataku memotong. Tahun lalu sudah giliran Cleo, tahun lalunya lagi gilirannya Kohar. Maka ini tahun giliranku. Kami akan selalu bergilir memberi hadiah satu sama lain tiap tahunnya. Itung-itung juga karena saat ulang tahun ku kemarin, Kafi membelikan ku mac book terbaru.
"PS lima, ya?"
Ngelunjak adalah salah satu sifat Kafi yang selalu muncul untuk hal-hal seperti ini.
"Iyaaa..." Balasku yang langsung dia sambut dengan senyuman lebar.
"Lo belum tepatin janji lo buat traktir gue karena berhasil macarin anak SMA." Kohar menagih janji Cleo yang masih dia ingat.
"Ingat aja Lo, kurap!"
Obrolan kami di pagi hari itu berlanjut sampai hampir satu jam sebelum akhirnya terputus karena Cleo harus mengurusi anak-anak dan suaminya.
"Teh kotak dong, Kal."
Kohar menyahut saat aku membuka kulkas. Dan begitu saja, aku melempar minuman itu ke arahnya. Dan sayangnya, karena Kohar cukup goblok dalam hal tangkap menangkap, teh kotak dingin itu mengenai 'adik kecil'-nya.
"Aduh!"
Aku terdiam beberapa detik sebelum mendekatinya yang tampak kesakitan sambil menutupi selangkangannya.
Dan seketika aku teringat apa yang beberapa hari lalu terjadi pada Glo. Dia tampak sangat kesakitan sambil menunduk dalam-dalam waktu itu.
"Maap, maap. Emang iya bisa sesakit itu?" Aku duduk di sebelah Kohar.
"Sesakit itu." Kohar sudah kembali duduk lurus. "Bahkan mata gue pernah sampai berkunang-kunang waktu ketendang pas main futsal."
Apa aku harus meminta maaf pada Glo dengan lebih sungguh-sungguh karena itu?
Kepalaku jelas lebih berat dari bola futsal, kan?
Atau tidak?
Berapa sih berat bola futsal?
Tapi begitulah, aku sampai di rumah Mami dengan meninggalkan Kohar di apartemenku setelah berpesan untuk jangan sampai dia membawa wanita manapun ke sana. Aku jelas tidak sudi jika tempat tinggal ku menjadi tempat maksiat orang lain. Beda cerita jika itu adalah kemaksiatan ku.
Aku berniat setidaknya mentraktir Glo sebagai permintaan maaf. Tak lupa mengiriminya pesan menanyakan keberadaannya karena baru saja Mami mengatakan jika anak bujangnya itu pergi beberapa jam lalu. Dan ya, dia tidak membalasnya seperti yang sudah-sudah.
"Apa si Ujang ke shelter ya, Kal? Dia nggak bilang mau kemana soalnya. Bangun-bangun nggak cuci muka langsung pergi pake motor Mang Cep." Mami meletakkan segelas besar es telang di atas meja di siang yang cerah ini. "Emang mau ngapain?"
"Cuma mau traktir dia Mi, soalnya akhir-akhir ini dia mau jadi kurir Mami buat Kaluna."
Mami terkekeh. "Kita ini udah kek keluarga, ya wajar kalau dia harus bantu kamu."
Kami kemudian bercerita banyak seperti biasanya. Ditemani pemandangan Papi yang tengah memberi makan ikan koi peliharaannya. Setelah itu Mama menelfon ku dan dia berakhir mengobrol dengan Mami mengenang masa lalu saat menjadi tetangga yang sangat dekat. Dan meski sudah berjam-jam mengobrol, nyatanya Glo yang ku tunggu-tunggu tidak datang juga. Maka aku menempelkan ponsel di telinga setelah men dial nomornya. Entah dia sengaja mengabaikan ku atau bagaimana, tapi panggilan ku tidak dia jawab setelah tiga kali mengulangnya. Baiklah, aku akan mengomelinya untuk itu nanti.
Siang menuju sore itu aku berakhir membantu Papi dan Mami memanen buah pepaya dan menikmatinya kemudian bersama Mang acep dan Mang Muki.
"Nanti jangan lupa bawa pepaya nya ya Kal, biar pencernaan lancar."
Kini aku dan Mami sudah ada di dapur. Aku akan membantu wanita itu membuat cemilan untuk Papi berserta Mang Cep dan Mang Muki yang masih memanen sisa pepaya yang harus segera dipetik.
"Orang Bandung pasti tahu burayut ya Kal." Mami terkekeh saat menuang tepung beras ke panci.
Burayut?
Dan lagi-lagi aku teringat apa yang terjadi pada Glo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive or Alone (On Going)
ChickLit(UPDATE SETIAP HARI) Kaluna sepenuhnya tidak lagi memikirkan pernikahan. Dengan terang-terangan dia mengatakan jika tidak ada laki-laki yang bisa dia percaya. Apa yang salah dengan wanita yang tidak menikah? Hidupnya jelas sudah sangat bahagia meski...