BAB - 62 - Gloryo

122 16 0
                                    

Gue menatap kunci mobil saat kemudian sambungan telfon itu terputus.

Gue bisa pulang sama Kafi.

Oke.

Tadinya gue udah pulang dari shelter untuk mandi dan menjemput Kaluna di studionya Kohar. Tapi kalau dia bilangnya mau mau pulang sama Kafi, bisa apa gue?

Jujur aja, gue nggak pernah cemburu sama siapapun. Gue hanya membawa-bawa nama Kafi waktu itu biar nyambung aja. Ngerti nggak maksud gue?

Gue akuin kalau nggak seharusnya gue bawa-bawa nama si Kafi waktu itu. Ya terserah kalau dia mau suka sama Kaluna atau apa kek. Lagian hubungan gue dan dia juga baik-baik aja. Ya gitulah, orang kalau lagi emosi kan semuanya pada di bahas.

"Let's go get some pizza!!!"

Gue mendatangi Summer yang lagi sibuk mewarnai. Ganesh dan Lud lagi pergi ngedate, katanya. Makanya sekarang Summer di titip di rumah dan gue yang jagain karena Papi Mami lagi pergi ke acara temennya.

"Really, Akel?" Mata ponakan gue membesar saking senangnya. Dia kan nggak boleh sering makan-makanan begitu sama emaknya.

"Of course!" Balas gue saat kemudian dia langsung bangkit dan berlari ke pelukan gue. Kami berkendara ke restoran pizza yang nggak jauh dari rumah waktu Summer bersuara begitu gue nyetir pake sebelah tangan.

"Akel, drive with two hands. That's the best option. You have a child in the car."

Gue ketawa sambil mengelus kepalanya. "Okay princess, I'm sorry."

Siang itu, gue, Summer dan dua mamang-mamang menghabiskan tiga loyang pizza di taman belakang. Kami juga bermain sepeda hingga Summer yang kelelahan sekarang udah tertidur di kamar Mami. Hari juga udah sore waktu Mami dan Papi akhirnya pulang begitu gue sibuk perbaiki skate park mini yang kini menjadi tempat favorit Papi.

Malamnya gue ke apartemen Kaluna tanpa tahu dia udah pulang atau belum. Tapi ternyata katanya dia udah pulang sejak magrib tadi.

"How's your day?"

Matanya berkedip cepat saat menoleh setelah menutup pintu. "Jangan basa-basi deh lo."

"Lo bilang gue harus belajar basa-basi."

Dia nggak menjawab dan mendahului gue begitu saja.

"Baby, how's your day?"

Gue terkekeh saat dia kembali menoleh tapi kali ini dengan wajah paling jengah yang dia punya.

"Lo pikir lucu, hah?"

Kaki gue melangkah mendekatinya. "Lucu lah, buktinya gue ketawa nih."

Dia menghembuskan nafas dan duduk di sofa dengan semua cemilannya di atas meja. Matanya sudah menatap TV yang sedang mutar sebuah film.

Gue ikut bergabung di sana setelah mengecup pucuk kepalanya. Sekaligus ikut menyemili semua makanan ringan itu.

"Glo?"

"Hm?" Gue nggak menoleh.

"Kafi habis utarain perasaanya ke gue."

"Oh wow." Gue akhirnya menoleh. "Ternyata dia bukan pengecut seperti yang gue pikirin."

"Hm." Kaluna bergumam lalu mengunyah kripik kentang di tangannya.

"Terus kalian jadian?"

Mata Kaluna melirik gue sekilas. "Ya nggak lah."

"Kenapa nggak?"

"Karena dia temen gue dan akan selalu jadi temen gue."

"Terus, apa maksudnya lo kasih tahu gue segala?" Gue kembali menatap TV setelah menghisap teh kotaknya lewat pipet.

"Karena gue mau Lo tahu kalau Kafi emang hanya sebatas sahabat buat gue."

Bibir gue tertarik tipis. "Apa artinya tuh?"

"Nggak ada arti apa-apa sih. Gue cuma mau bilang aja."

"Oh ya?"

"Ih yi?"

Gue terkekeh singkat karena ledekan itu.

"Apa kabar sama perasaan Lo sekarang kalau Deket gue?"

"Seperti yang Lo lihat. Biasa aja."

"Sampai kapan Lo ngelawan perasaan lo terus-terusan?"

Dia memutar kepalanya singkat. "Siapa juga yang ngelawan perasaan?"

"Gue cuma mau bilang, good luck." Kata gue  yang membuatnya menghela nafas panjang.

"Lo tahu Kal, kita bisa bangunin orang tidur tapi nggak bisa bangunin orang yang pura-pura tidur."





Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang