BAB - 26 - Gloryo

93 9 3
                                    

She hasn't even done anything.

Bahkan hanya untuk menyusun barang-barangnya yang baru saja membuat gue kejatuhan.

"Untung isinya cuma bahan-bahan lunak." Ucapnya santai saat mendekati gue.

"Ini lo bilang lunak?" Gue memegang sekotak tissue dapur yang tadi tepat mengenai hidung gue.

"Ya mending, gimana kalo gue naro panci-panci di sana? Bersyukur lo!"

Apa?

Dia tidak menatap gue saat sibuk menyusun isi kabinet itu dengan lebih asal-asalan. Pokoknya bisa ketutup. Isi kepalanya kan sesimpel itu.

"Males lo pelihara, pelihara tuyul sana biar kaya!"

Dia akhirnya menoleh untuk menatap gue dengan hidung mengembang. Mata gue tertuju pada dahinya dengan darah yang mulai mengering. Tangan gue membuka semua kabinet untuk menemukan plaster yang dia maksud sebelum petaka ini terjadi. Dan betapa banyaknya kotak plaster di dalam salah satu kabinet membuat gue cukup tercengang.

Dia menyetok plester sebanyak itu karena sering luka, gitu?

"Lo cukup hati-hati dan nggak perlu plaster sebanyak ini." Komentar gue.

Akar permasalahannya jelas karena dia ceroboh. Kenapa nggak perbaiki dari sana aja?

"Gue udah hati-hati, tapi tetap aja selalu begini." Dia berjinjit di sebelah gue dan mengambil satu kotak plaster. Membukanya dan memasangnya setelah bercermin ke layar ponselnya.

"Ya bersihin dulu darahnya kenapa main pasang aja sih Lo?"

"Besok, gue akan ganti dan bersihin lukanya besok."

Gue benar-benar speechless dengan cewek bernama Kaluna ini. Walaupun gue kenal dia sejak kecil, tapi tetap aja membuat gue nggak bisa berkata-kata. Dia memang pemalas sejati.

Karena geregetan sendiri, jadilah begitu, gue meraih kepalanya dan membuka kembali plaster di dahinya itu. Nggak peduli waktu dia mengaduh dan memukul perut gue.

Dia berkedip. "Perut lo rata juga ya."

Gue nggak peduli dan meraih selembar kain kasa lalu membasahinya dengan alkohol  setelah membuka kotak P3K. Tangan gue bergerak membersihkan dahinya dari darah saat dia kembali mengaduh.

"Sakit anj-"

"Nih sakit nih." Kata gue menekan lukanya lalu mengakhirinya dengan memasang plaster luka yang baru. Tak lupa menoyor kepalanya begitu saja. Gue begitu aja kesel dengan kecerobohan, kemalasan dan semua yang ada di dirinya itu. Dan tentu saja dia memekik lalu balas dengan memukul kepala gue.

Gue ingat banget bagaimana dulu dia sering melakukan itu untuk semua tingkah gue. Tapi yang paling gue ingat adalah waktu dia memergoki gue tengah merokok di belakang sekolah. Karena pukulannya waktu itu membuat vertigo gue sembuh.

Malam itu, kami menikmati sup obat bikinan Mami sambil menonton variety show Amerika bertepatan dengan hujan yang cukup deras. Gue kan datang pake motor Mang Cep, ya kali gue pulang hujan-hujanan. Mending nunggu sambil ikut makan. Walaupun Kaluna kesal dan bilang kalau seharusnya sup itu buat dirinya sendiri.

Baru juga dia megang paha ayam, makanan itu langsung jatuh ke karpet.

"Five second rule." Katanya sambil mengambil paha ayam itu lalu meletakkannya ke piring gue. "My legs hurt so badly..."

Dia mengeluh lalu ngambil paha ayam yang baru gue gigit dari tangan gue sebagai gantinya.

Babi!

"Sok-sokan nge-gym sih lo!" Komentar gue beralih ngemut tulang dari potongan paha yang baru jatuh itu.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang