BAB - 23 - Kaluna

75 6 0
                                    

Yang aku lakukan setelah pulang kantor adalah langsung menganti pakaian dan segera menuju ke studio gym. Semangat yang membara untuk hidup lebih sehat membuatku tersenyum selama perjalanan. Apalagi setelah tiba, seorang personal trainer berbadan tegap kemudian menyambut ku. Ada macam-macam pria berotot ada di sana. Pun cewek-cewek dengan pakaian yang beraneka ragam. Ada yang pakaiannya sangat ketat hingga aku enggap sendiri melihatnya, ada yang longgar terlihat tidak PD dengan lekuk tubuhnya. Dan terakhir cewek-cewek yang seperti aku, dengan pakaian yang tampak baru dan pengalaman yang baru juga.

"Mbak Kaluna, ya?"

Namanya Gino, personal trainer ku yang masih berumur 25 tahun dan lumayan ganteng lah untuk tidak membuatku bad mood di hari pertama ini. Dia juga supel dan enak di ajak ngobrol. Apalagi dia juga suka tersenyum. Pantas saja studio gym ini cukup ramai jika punya PT seperti Gino. Dan seperti pekerjaan PT pada umumnya, Gino mengarahkan ku pada latihan pertama  yang cukup ringan mengingat ini adalah aktifitas gym pertama dalam hidupku. Selama sesi fisik itu, aku cukup enjoy karena Gino nyatanya menyenangkan. Dia hanya akan membantu ku sambil tersenyum saat aku kesusahan begitu menggunakan alat-alat di sana.

"Nggak apa-apa Mbak, kalau baru latihan emang nggak harus langsung bisa, kok." Katanya dengan tenang.

Di sesi latihan itu juga kami mengobrol banyak. Mulai dari tentang waktu yang tepat untuk berolahraga hingga merk produk protein yang bagus. Sama sekali tidak terasa karena hal itu saat akhirnya latihan ku hari ini selesai juga.

"Sampai jumpa besok, Mbak." Gino tersenyum sebelum aku pulang. Tak lupa melambaikan tangannya dan tersenyum, lagi.

Dan benar kata Gino, olahraga membuat endorfin menjadi naik. Buktinya kini aku merasa sangat baik. Mengendarai mobil kembali menuju apartemen dengan perasaan senang karena keringat yang mulai mengering di tubuhku. Sambil bernyanyi tanpa beban mengikuti lagu yang ku nyalakan.

Atau, apa ini hanya semangat awal-awal yang akan pudar dengan seiring berjalannya waktu?

Jangan pesimis Kal. Lo pasti bisa.

Saat tiba di apartemen, aku yang tersenyum saat membuka pintu kamar langsung mendengus melihat keranjang cucian kotor di pinggir ruangan. Bahkan keranjang itu jelas tidak bisa ditutup karena saking penuhnya isinya.

Hah...

Aku berbalik dan membuka kulkas lalu hendak meneguk teh kotak dingin itu sebelum aku kembali meletakkannya dan beralih dengan segelas air putih lalu meneguknya hingga habis. Selanjutnya aku merebahkan diri di sofa sambil menyalakan TV. Aku hanya akan beristirahat beberapa menit sebelum mandi. Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan malam. Dan mungkin aku akan tidur beberapa belas menit karena mendadak mengantuk.

Tapi saat benar-benar baru beberapa belas menit, aku kembali terbangun karena suara dering ponselku di atas meja. Menguap, aku kemudian menerima panggilan dari Mas Dave itu.

"Ya Mas?"

"Kal, aku udah jalan ke apartemen kamu nih, kita jadi makan malam kan?"

Bola mataku bergerak kanan-kiri karena baru teringat hal itu. Bahkan tadi siang kami  masih membicarakannya lewat telfon. Kenapa sekarang aku menjadi sangat pelupa? Perasaan aku tidak menonton porno. Katanya kan porno bisa bikin jadi pelupa.

"Jadi dong Mas." Aku bangkit lalu menguap lagi. Melirik jam dinding yang belum pukul delapan malam.

Putusnya sambungan telfon dengan Mas Dave membuatku segera mandi dan berganti pakaian. Bermake-up tipis dan melihat penampilanku di cermin.

Sudah berapa lama aku tidak pergi kencan?

Bukankah ini terlihat seperti kencan?

Jangan pikir aku mengharapkan sesuatu pada Mas Dave. Kami pure berteman. Dan makan malam seperti ini adalah hal yang wajar. Bahkan sebelum pindah kota, aku sering makan malam berdua dengan Kafi. Karena, kenapa tidak?

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang