BAB - 59 - Kaluna

94 10 0
                                    

'Gue serius Glo, gue nggak mau nikah.'

Aku teringat kata-kata ku saat beberapa hari lalu makan malam dengan Glo. Aku tidak menyesalinya karena itulah pilihanku. Aku tidak mau menikah dan itu sudah cukup menjelaskan semuanya.

Aku tidak akan memberikan harapan pada Glo sejak dia mengakui bahwa dirinya tidak bisa lagi hanya sebatas teman denganku. Aku tahu dia hanya bergurau untuk beberapa hal. Tapi tidak untuk menikah. Aku akan dengan serius menanggapinya agar dia tahu pilihanku sejak awal.

Aku sadar jika juga memiliki perasaan yang lebih padanya. Dan kalaupun nanti kami memiliki hubungan, itu tidak akan berakhir dengan pernikahan.

Sejak beberapa hari lalu dia sudah pergi ke Sulawesi seperti yang dia katakan. Dan sejak itu juga kami tidak berkomunikasi karena nyatanya aku tidak memiliki hal yang ingin aku tahu. Aku yakin dia baik-baik saja di sana dan itu sudah cukup untukku.

Setelah satu bulan kepergiannya, aku dan Glo kembali bertemu saat dia mendatangiku ke apartemen. Dia membawakan oleh-oleh seperti yang aku mau.

Rambutnya rapi tampak baru di potong.  Tidak seperti bisanya saat dia berambut mulai panjang begitu pulang dari bepergian.

"Gue kangen banget sama Lo." Dia memelukku dengan erat. Tak lupa mengecup kepalaku sebelum melepaskan tangannya.

Jujur saja, aku benci saat Glo mulai berterus terang dengan apa yang dia rasakan karena hal itu semakin membuat perasaanku tidak menentu. Aku hanya tidak mau goyah lagi.

Aku juga menyukainya dan kami sudah ada di hubungan yang tidak bisa di jelaskan ini. Dan itu cukup. Kenapa dia harus menambahkannya dengan hal-hal yang seperti ini?

Aku juga merindukannya tapi merasa tidak perlu mengatakannya juga.

"Lo nggak mau tahu apa aja yang gue lakuin selama kita nggak ketemu?"

"Lo baik-baik aja begini pastilah karena Lo sangat enjoy di sana." Balasku santai.

"Hm." Dia mengangguk lalu membuka kulkas untuk meraih Coca-Cola yang kini sudah selalu ada di sana. "Lo bener juga."

Dia melangkah menuju balkon dan menyalakan rokok. Berdiri di membelakangi ku dengan punggungnya yang lebar itu. Aku mendekat dan berdiri di sebelahnya. Ikut menikmati city light yang indah.

Beberapa waktu kami hanya sama-sama diam sebelum Glo meraih tanganku dan menggenggamnya.

"Gue baru sadar kalau orang cebol jari-jarinya cebol juga."

Aku menoleh sambil menyentak tanganku hingga terlepas dari tangannya.

"Gue 162 cm ya!"

"Lo masih nggak bisa jadi pramugari hanya dengan tinggi segitu." Dia meriah tanganku untuk dia genggam lagi tanpa menoleh sedikit pun.

"Gimana hari-hari Lo selama kita nggak ketemu?" Dia menghisap rokoknya dalam-dalam.

Aku kembali menatap ke depan dan membiarkan jari-jari kami saling bertaut. "Baik-baik aja."

"Tapi gue nggak baik-baik aja selama nggak ketemu sama Lo."

Aku menghela nafas pelan. "Stop doing this shit, Glo."

Dia menoleh. "Kenapa?"

"Hubungan yang kita jalanin bukan hubungan yang kek gitu." Aku bergerak menarik tanganku lagi dari tangannya. Tapi kali ini Glo tidak membiarkan jari-jari kami terlepas.

Dia menjatuhkan rokok di jarinya lalu menginjaknya. Memutar tubuhnya agar berhadapan denganku sambil menatapku tanpa kedip.

"Terus apa? FWB?" Glo terkekeh kecil.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang