BAB - 3 - Kaluna

220 18 1
                                    

"Nomor lo."

Aku menatap Glo saat dia mengulurkan ponselnya begitu saja.

Apa aku sudah bilang jika Glo memiliki heart eyes dengan bola mata berwarna coklat terang?

Itu adalah hal paling menonjol dari wajahnya yang campuran.

Hidungnya sudah pasti mancung.  Tubuhnya tinggi dengan kulit putih pucat. Dia juga tipe laki-laki yang cocok dengan gaya dan warna apapun yang melekat di tubuhnya. You know what I mean? Seperti sekarang saat dia memakai kaos etnik entah dari mana berwarna coklat dan celana kargo berwarna senada. Rambutnya yang pendek tapi panjang untuk seukuran laki-laki, dia hiasi dengan  bando tipis berbahan besi agar tidak menghalangi wajahnya.

He doesn't feel the need to impress others with materialistic item's.

Karena hanya dengan begitu Glo udah keliatan cakep banget, sih.

"Apartemen kenalan gue ada yang lebih murah dan bagus, ntar gue kabarin. Tempat ini terlalu mahal." Jelasnya saat akhirnya aku menerima benda pipih itu dari tangannya.

"Hah? Ya kenapa? Lo pikir gue nggak punya duit?"  Aku hanya ingin membuatnya terpancing karena itulah yang dulu sering aku lakukan padanya.

Glo berkedip lalu bersendawa keras di depan wajahku tanpa beban. Seolah kami sudah lama kenal. Maksudku, kami memang sudah lama kenal, tapi kan baru saja bertemu lagi. Itu beda cerita, kan?

Dia merebut kembali ponselnya dari tanganku, "seharusnya gue nggak usah dengerin Mami buat nawarin ini ke lo." Dia berbalik menatap ruangan yang sudah dilengkapi perabotan itu.

"Oh Mami, ya udah. Sini."

"Ih Mimi yi idih, sini." Dia begitu saja meniru ucapanku dengan cara yang menyebalkan saat kembali berbalik menghadap ke arahku.

"Kosong delapan."

"Kising dilipin."

Jadi begitulah, aku memberikan nomor teleponku karena nyatanya lokasi apartemen yang ditawarkan Glo hanya beberapa belas menit dari kantor baruku jika mengendarai mobil. Bahkan untuk menuju kantorku dari sana bisa melewati jalan alternatif. Menghindari macet jelas opsi terbaik untuk wanita karir sepertiku.

Selesai dari apartemen yang tampaknya tidak jadi aku sewa, Glo kemudian mengantarku kembali ke hotel tempatku menginap untuk satu minggu ke depan. Beruntung pemilik apartemen  itu adalah saudara dari teman di kantor lamaku. Jadi, sepertinya aku bisa meminta pengembalian uang.

"Oke, besok aku ke sana."

Aku melirik Glo saat dia tengah menerima telfon di mobil.

Apa?

Aku?

Dia jelas tengah berbicara dengan lawan jenis.

Apa itu pacarnya?

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana  saat Glo berada di sebuah hubungan romantis seperti pacaran di usianya sekarang. Pasalnya dia sangat menyebalkan. Bahkan dulu, saat untuk pertama kalinya dia pacaran, Glo terlihat sangat cuek hingga pacarnya kala itu yang bernama Jenar, selalu mengejarnya ke mana-mana. Bahkan cewek malang itu sengaja membuat drama agar Glo sedikit saja memperhatikannya yang hanya sibuk dengan teman-temannya. Maksudku, jika Glo tidak sepeduli itu, kenapa dia harus pacaran?

Dan ya, Glo adalah tipe laki-laki disaat seorang cewek mengatakan jika dia sedang kedinginan sebagai kode mencari perhatian, maka Glo akan mengatakan jika dia juga kedinginan tanpa memberi jaket nya. Atau saat cewek itu dengan manjanya memberi suapan pesawat maka Glo akan mengatakan jika dia lebih suka suapan kereta api. Yeah, really annoying.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang