Bangun-bangun aku melihat Glo di sofa dengan suara ngoroknya itu. Selimut yang menutupi tubuhnya pun sudah berada di lantai. Dan tiba-tiba ide itu muncul saat aku langsung kembali ke kamar dan meraih ponsel. Lalu mendekat dan mencoba mencari sisi terjelek wajah Glo.
Tapi apa ini?
Kenapa Glo tampak baik-baik saja dari sisi manapun sekalipun mulutnya tengah terbuka?
Aku pun yakin jika dia tidak akan terusik jika aku mengambil fotonya. Jadi mari kita urungkan niat konyol bin nggak penting ini.
Kembali menatap wajahnya lagi, aku tidak beralih dalam beberapa detik. Rambutnya yang berantakan berwarna coklat tua tampak lebih indah karena cahaya dari matahari yang menyelinap masuk lewat jendela. Alisnya yang tegas dengan bulu mata panjang itu sangat serasi dengan hidungnya yang mancung. Dan sekalipun seorang perokok aktif, bibir Glo yang terbuka mengeluarkan suara dengkuran itu tampak tetap berwarna merah muda. Belum lagi dengan kulit pucat nya itu. Aku yakin banyak wanita yang rela mau tidur dengannya hanya karena fisik yang dia miliki.
Apa sekarang aku tengah memujinya habis-habisan?
"Jam berapa sekarang?" Mata Glo terbuka pelan.
Heart eyes.
Meski matanya tampak sedikit bengkak karena baru bangun tidur, nyatanya itu menambah keindahan indra pengelihatannya itu.
"Kal?"
Aku suka dengan suara seraknya saat memanggil namaku.
"Menurut lo?" Aku berbalik dan menuju kamar mandi, "Jangan lupa lipet lagi tuh selimut, susun bantal sofa yang bener."
Dia terdengar menguap keras sebelum seperti biasa, membalas dengan menyebalkan. "Kek paling rapi aja Lo."
Hal pertama yang aku lihat setelah keluar dari kamar begitu selesai menganti pakaian adalah, keadaan sofa yang masih berantakan. Glo tampak duduk di lantai fokus dengan ponselnya.
"Lo denger nggak sih? Lipet selimut dan-"
"Iya iya. Cerewet banget lo kek kang lem super." Tangannya bergerak menggaruk kepala sambil lagi-lagi menguap besar.
Ku akui, jika Glo terlihat lebih tampan saat bangun tidur.
"Sarapan apa lo?" Aku menuju dapur lalu berjinjit meraih sereal di dalam kabinet dan menuangnya ke mangkok.
"You just poured a bowl of cereal and there's zero fucking milk in the fridge?"
Aku menoleh saat Glo sudah berdiri di belakangku setelah membuka kulkas. "Ya udah, sarapan mie instan aja."
"Cewek mana yang sarapan pake mie instan?'
"Gue." Banggaku. "Udah sana pulang, gue mau ke kantor."
"Anterin lah. Gue nggak bawa dompet, HP gue barusan mati."
Aku membuka bungkusan mie instan di tanganku tanpa mengalihkan pandangan darinya.
"Itung-itung balas budi karena gue sering jadi kurir dadakan buat lo."
"Iya!"
Dia beralih membuka freezer. "Kenapa semua makanan beku? Lo nggak beli sayur-sayuran atau daging, gitu?"
"Keknya gue mau mulai catering kek di apartemen lama gue. Gue nggak sempet masak." Aku mulai menyalakan kompor setelah mengisi air untuk di masak.
"Lo tuh males."
"Gue hanya memikirkan ke efisiensinya. Cepat, gampang dan enak."
Dan begitulah, aku mengantar Glo sebelum ke kantor setelah memesankannya sarapan di drive thru meski tadi dia ikut makan mie instan.
Lanjut mengendari menuju kantor, aku begitu saja merasa jika badanku terasa sakit di semua titik. Apalagi saat akhirnya aku sudah sampai di kantor dan duduk di depan komputer selama berjam-jam. Karena itu aku berpikir jika sepertinya aku tidak akan pergi nge-gym hari ini. Jika semalam aku hanya merasa lelah, maka kini semua badanku terasa akan terlepas satu sama lain.
Di sela pekerjaanku dengan badan pegal, Mami tiba-tiba menelpon dan bertanya apa aku suka sup obat karena dia baru saja membuatnya. Tentu saja aku suka. Dulu Mama sering membuat makanan itu di saat aku tengah tidak enak badan. Dan kebetulan sekali. Karena sekarang aku juga tengah tidak enak badan dan memberitahunya pada Mami.
Mamaku juga selalu menelpon setiap hari. Tapi aku selalu mengatakan jika aku baik-baik saja meski kadang merasa sangat lelah dan ingin memberitahu. Tapi kalian pasti tahu perasaan ini jika kalian tinggal jauh dari orang tua. Apalagi Mama adalah tipe orang yang rasa khawatirnya tiga kali lipat dari orang lain yang membuatku berakhir menahannya karena tidak mau membuat Mama kepikiran dan panik. Berbeda jika itu Mami, aku akan mengatakan apapun yang aku rasakan karena rasanya lebih mudah karena Mami bukan orang tuaku meski jelas aku menganggapnya seperti orang tua sendiri. Lihatlah, dia bahkan tidak membiarkanku untuk tidak baik-baik saja.
"Gara-gara kemarin nge-gym, Mam."
"Atuh jangan di paksa sayang. Nanti Mami minta Glo anterin ya?"
"Makasih Mam..."
Dan ya, Glo kemudian datang dengan termos sup di tangannya sesat setelah aku baru sampai di apartemen.
Apa aku sudah bilang jika headband di kepala Glo is everything?
Meski penampilannya sederhana dengan kaos oblong dan celana pendek, tapi benda di kepalanya itu membuatnya terlihat bergaya.
"Lo harus lebih sering balas budi ke gue kalo gini caranya." Katanya menghembuskan asap rokok dari mulutnya yang membuatku segera membuka jendela lebar-lebar.
"Ngerokok mulu lo, mau cepat-cepat mati, apa?"
"Nggak ngerokok mati, ngerokok mati, mending ngerokok sampai mati."
"Gue yang hisap asap rokok Lo yang mati, babi!"
"Ya kan Lo, bukan gue."
Setan!
"Lo tahu nggak seberapa rusaknya ekosistem karena industri rokok?"
"Bawel banget lo. Seenggaknya gue nggak ngerokok pake rokok plastik, ya."
Serah Lo deh.
Aku mendekat untuk membuka termos dan begitu saja tersenyum lebar saat mencium bau yang keluar dari sana. "Mami mau adopsi gue jadi anaknya, nggak ya?"
Glo yang berdiri di depan jendela, berbalik, "Kalaupun Mami mau, gue yang nggak mau punya sodara model lo, nyusahin."
And the ble and the ble.
Aku mencoba untuk tidak terusik dan berjongkok meraih pot panci di kabinet bawah kitchen set, untuk menghangatkan sup buatan Mami. Meski punya microwave, tapi aku tidak berani menggunakannya karena trauma di masa lalu. Benda itu pernah meledak saat dulu aku mengeringkan sepatu di sana.
Kepalaku masuk ke dalam kabinet untuk memilih ukuran panci yang harus ku pakai sebelum...
Bruk.
"AWWWW!"
Aku memegang dahiku yang baru saja terbentur pinggiran kabinet.
"Kenapa lo?" Glo sudah berbalik saat aku perlahan bangkit.
"Jidat lo berdarah." Beritahunya sambil mendekat.
"HAH?!"
Aku berlari ke kamar untuk melihat dahi ku di cermin. Dan benar saja. Darah sudah menodai dahiku yang cukup mulus karena SKII.
"Glo, bantuin gue ambil plaster di kabinet kitchen set dong." Teriak ku dari dalam kamar.
Dan baru beberapa detik aku bersuara, suara yang lebih besar terdengar dari arah dapur.
Bruk.
Lagi.
Aku berlari keluar kamar dan mulutku menganga saat semua isi kabinet yang sebelumnya aku tandai dengan plaster keluar dengan berantakan. Mengenai Glo yang hanya berdiri diam di tempatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alive or Alone (On Going)
ChickLit(UPDATE SETIAP HARI) Kaluna sepenuhnya tidak lagi memikirkan pernikahan. Dengan terang-terangan dia mengatakan jika tidak ada laki-laki yang bisa dia percaya. Apa yang salah dengan wanita yang tidak menikah? Hidupnya jelas sudah sangat bahagia meski...