BAB - 56 - Gloryo

100 14 2
                                    

Gue nggak peduli sekalipun Kaluna berpikir kalau gue hanya ingin menggodanya seperti yang udah-udah. Gue hanya merindukannya, that's it. Dan ekspresi jengah nya itu cukup membuat gue puas.

Gue juga hanya ingin kembali membuatnya seperti Kaluna yang gue kenal karena dia tampak mulai membatasi dirinya. Gue memang ingin memberinya waktu, tapi bukan untuk membatasi diri walaupun gue bisa melihat saat sekuat tenaga dia mencoba bersikap normal.

Tapi karena hal itu akhirnya gue sadar kalau dia juga merasakan apa yang gue rasain. Positif thinking aja dulu. Ntar kalau ternyata nggak, ya udah. Palingan gue uring-uringan sendiri.

Hari itu gue datang ke apartemen Kaluna karena, ya kenapa juga harus ada alasan kalau gue mau ketemu dia? Suka-suka gue lah.

Dan dia masih memakai setelan kerjanya karena gue yakin dia baru banget nyampe apartemen.

"Apaan nih?" Tanyanya waktu gue ngulurin kantong Alfamart. "Cotton bud?"

"Kata Mami nggak boleh ke tempat orang dengan tangan kosong." Gue masuk dan membiarkannya menutup pintu. Udah berapa lama gue nggak ke sini?

"Gue pikir Lo bawain makanan dari Mami." Dia meletakkan kantong plastik berisi cotton bud itu di atas meja. Sama sekali nggak keliatan tertarik. "Tangan kosong sih nggak tangan kosong, ya. Cuma nggak cotton bud juga kali."

"Tapi lo butuh, kan?"

"Ya iya."

"Ya udah." Gue  membuka jacket yang baru dibeliin Ganesh beberapa hari lalu sambil meletakkannya di atas meja. "Lain kali gue bawain tusuk gigi deh biar lo nggak sedih.

"Punya makanan apa lo?" Gue membuka kulkas dan tersenyum gitu aja waktu lihat ada beberapa kaleng Coca-Cola di sana.

"Ya nggak ada. Gue lagi diet soalnya."

Gue menoleh setelah ngambil sekaleng minuman soda itu. "Diet? Jadi lo beneran diet sampai tirus begitu?" Tadinya gue berpikir kalau dia cuma lagi banyak kerjaan sampai berat badannya turun.

"Ya biar lebih fit aja. Akhir-akhir ini gue males gerak dan naik 4 kg."

"Ngapain Lo diet-diet segala?" Gue begitu aja nggak senang karena lebih suka tubuhnya yang cukup berisi.

"Lo pernah bilang perut gue bergelambir ya!" Sekarang mukanya udah berubah kesal.

"Ya iya. Tapi kan bukan berarti gue nggak suka."

Matanya berkedip lalu di detik berikutnya dia membalik badan.

Gue meneguk habis Coca-Cola di tangan gue waktu lihat Kaluna udah salah tingkah tapi pura-pura buka bungkus cotton bud yang tadi dia acuhkan.

"Yuk pergi makan. Lo belum makan, kan?"

Dia berbalik lagi, "kan udah gue bilang, gue diet."

"Di rumah gue kemaren lo makan sampe nambah dua kali."

Dia mendengus karena gue ngomong kenyataan.

"Ada tempat seafood yang enak banget nih. Lo serius?" Padahal gue sengaja nggak makan sejak tadi karena mau makan sama dia. Dasar babi.

"Serius."

"Kalau gitu temenin gue karena gue belum makan sejak tadi."

Awalnya dia nolak dan bilang kalau mungkin aja karena melihat semua makanan itu bakal bikin dia gagal diet. Tapi ujung-ujungnya dia ikut waktu gue liatin menu-menu dari restoran seafood itu.

"Mobil Lo udah ada tissue nya?" Dia sadar waktu kami lagi terjebak macet. "Udah  punya niat coli di mobil Lo?" Tanyanya setelah itu.

Gue tersenyum singkat karena pertanyaannya itu. "Lo nggak liat nih Jakarta macet mulu. Kalau dipikir-pikir bakal boring juga nggak ngapa-ngapain."

"Najis!"

Kami sampai di restoran seafood yang cukup rame itu setelah berkendara hampir setengah jam. Dan Kaluna yang udah natap semua makanan yang gue pesen mendadak bete sejak tadi. Dari mukanya sih keliatan mau nggak mau buat ikut makan. Nggak mau karena sok teguh sama pendirian, dan mau karena nggak mungkin nolak makanan enak-enak begini.

"Lha, katanya Lo diet?" Tanya gue waktu dia udah ngambil piring.

"Ya lagian udah tahu orang diet malah diajak makan enak!"

Kini ketertarikan gue nambah karena suka banget bikin dia marah-marah.

Gue menyendok udang asam manis ke piring. "Ya lo mau-maunya ikut."

"Diem Lo, babi!" Dia udah meraih kepiting lada hitam dan ngemut bumbunya yang kemudian membuat gue terkekeh karena dia udah makan dengan lahap. Sepenuhnya melupakan dietnya itu seolah mendadak lupa ingatan.

"Daging kepitingnya banyak banget." Dia tersenyum dengan matanya yang berbinar.

Gue nggak tahu sejak kapan, tapi tiap kali Kaluna is genuinely excited and having fun it makes me so happy like her happiness is so pure. I don't know how to explain it.

Gue suka waktu dia makan dengan suapan besar.

Gue suka waktu dia nggak peduli dengan mukanya pas lagi sibuk makan.

Gue suka waktu dia buka botol minum pake giginya.

Gue suka waktu dia makan udang pake kulitnya.

Gue suka waktu dia sendawa tanpa nutup mulutnya.

Gue suka waktu dia ngomong dengan mulut penuh makanan walaupun suka gue tegur.

Gue suka masakannya yang asin.

Gue suka dia bisa ganti ban mobil sendiri.

Gue suka perutnya yang agak bergelambir.

Gue suka waktu dia niru cara ngeledek gue.

Gue suka waktu dia ikut kesal karena gue omelin.

Gue suka mulutnya yang kasar dan sering ngatain gue babi.

Gue suka ketawanya yang besar.

Gue suka mukanya yang jelek pas tidur.

Gue suka dengan semua apa adanya dia. Semuanya. Gue suka semua yang ada di dirinya.

Gue mengulurkan sesendok nasi goreng cumi ke arahnya yang membuatnya menatap gue dengan jengah. Tapi dia menerima suapan gue begitu saja.

"Apa? Lo pikir gue bakal salah tingkah?" Seperti biasa, dia bakal ngomong dengan mulutnya yang penuh makanan.

"Emang nggak?" Tanya gue yang membuatnya memutar bola mata.

"Kalau ini?" Gue mendekat dan mengelap saus di tepi bibirnya dengan ibu jari yang setelah itu gue jilat.

"Apa seseru itu buat godain gue?"

"Hm."

"Hmhmhmhmhmhmhmhm." Dia meledek gue sambil membuat bibirnya terlihat lucu sekali.

HP nya di atas kemudian berbunyi. Sebuah pesan tampak muncul di layar benda tipis itu dan gue bisa membacanya meski dalam keadaan terbalik.

Kafi(r) :
Jadi pergi jam berapa?
Gue udah di jalan nih.

"Aduh, gue lupa kalau mau nonton sama Kafi." Dia buru-buru menempelkan HP nya ke telinga. "Untung lo ingetin. Filmnya jam tujuh kan? Oke. Iya iya. Bye..."

"Hampir aja gue lupa." Katanya. "Habis ini kita langsung balik ya? Lo nggak mau ke mana-mana dulu kan?"

"Kafi?" Gue bertanya walaupun udah tahu.

"Iya. Kami janji mau nonton bareng."

"Berdua aja?"

"Iya."

Kafi, cowok yang menyukai Kaluna dengan kedok sahabatan.

Apa mereka pernah tidur bareng atau minimal ciuman?

Pertanyaan itu tiba-tiba hinggap di kepala gue dan begitu saja membuat gue nggak senang.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang