BAB - 14 - Gloryo

103 8 1
                                    

Hari mulai hujan saat gue membantu Mami bersihin toge di taman belakang. Dengan pemandangan Papi yang lagi nyiram tanaman. Iya, Papi nyiram tanaman pas hujan. So what?

Lagi santai motekin ujung toge, HP gue tiba-tiba bunyi. Nama Kaluna yang ada di sana membuat gue mendengus gitu aja. Gue berakhir menerima panggilannya itu meski malas. Gini-gini gue juga masih punya simpati untuk tetap terima telfonnya walau tahu dia pasti mau ngerepotin gue. Intinya dia minta tolong karena tempat tidurnya perlu di rakit. Gue emang se mamang-mamang perabot itu di matanya. Mana pake suara sok manis lagi sebelum dia bilang gue Babi karena aslinya keluar. Terus mendadak dia memekik yang membuat telinga gue hampir budeg sebelah.

"Kenapa Lo?"

"Nemu duit dalam ciki Lo?"

Kali.

Tak ada jawaban saat kemudian gue memilih mematikan panggilan itu. Kali dia benar-benar Nemu duit dalam ciki dan gitu aja tinggalin HP nya.

"Kaluna kenapa, Ujang?" Mami sudah menatap gue sambil tangannya terus bergerak megang Sutil di wajan besar berisi ayam rica.

"Nggak tau Mam, tau-tau dia teriak trus nggak ngomong lagi."

"Atuh meni di telfon balik Ujang. Siapa tahu ada apa-apa."

Dan gue telfon Kaluna sesuai perintah Kanjeng ratu Mami. Dia kemudian mengatakan kalau kakinya habis kesiram air panas. Gue jadi kesel sendiri dengarnya. Keselnya tuh ibarat mau nonton bola tapi emak lo sembunyiin remot buat nonton dangdut.

Maksud gue, dia se-nggak-bisa-jaga-diri nya itu? Apa-apa aja jadi musibah.

Gue berakhir ke apartemennya Kaluna karena Mami takut terjadi apa-apa sama dia. Membawa beberapa obat dari apotek setelah dia memberi tahu jika kakinya bengkak dan memerah.

"Mami bilang sebaiknya kita ke rumah sakit." Gue menatapnya yang kini tengah memakan sekotak es krim. Sama sekali tidak terlihat cemas saat gue tahu jika apa yang kini dia rasakan cukup menyakitkan.

Dia menggeleng, "Ngapain? Ini cuma bengkak dan merah dikit."

Dikit. Oke.

Gue kenal sekali sifat Kaluna yang satu itu.

"Lo nggak bisa hati-hati dikit apa?" Tangan gue mengeluarkan beberapa macam obat beserta salep dari kantong apotek yang tadi gue bawa.

"Ya kan karena gue sambil nelpon Lo!"

Gara-gara gue nih ceritanya?

"Kenapa nggak ngurus airnya sebelum atau sesudah nelpon gue? Udah tahu ceroboh, masih segala sok multi talenta Lo!"

"Ya musibah siapa yang tahu ya? Marah-marah aja Lo kek habis pecah bisul!"

"Ya gimana nggak marah, Lo ngerepotin gue mulu, tai!"

"YA MAAP ANJING!"

Gue mengoles salep ke kakinya karena dia sok tidak bisa melakukannya sendiri. Mengatakan jika kakinya nyeri saat di tekuk.

"Semoga Senin besok kaki gue udah baik-baik aja."

Beruntung besok weekend dan dia bisa istirahat. Kalau nggak gue lagi tuh yang di repotin. Anter jemput dia ke kantor, mungkin?

"Makasih Glo..." Dia tersenyum menatap gue yang kembali mendengus. Dan gue menyadari rambut barunya yang di potong Se dada. Dia selalu memiliki rambut panjang, dan penampilannya kali ini tampak cukup berbeda.

"Potong rambut Lo?"

"Bagus, kan?"

"Kek babi!"

HP gue berbunyi saat tengah sibuk merapikan macam-macam obat itu kembali ke dalam kantongnya. Menempelkannya ke telinga, gue begitu saja mendengar suara dokter Angel yang mengucap terima kasih untuk kado yang gue kirim sebagai hadiah Maminya karena gue tidak bisa datang.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang