BAB - 60 - Gloryo

116 12 1
                                    

Gue menatap wajah polos Kaluna yang sedang nyenyak tidur di sebelah gue. Hembusan nafasnya yang terdengar cukup keras seolah menjadi musik yang menenangkan telinga gue. Tangan gue bergerak menyelipkan anak rambut yang menutupi wajahnya ke telinga lalu mendekat untuk memeluknya.

"Mmm..." Dia bergerak di dalam pelukan gue dengan kening berkerut. Gue tersenyum saat mengelus dahinya pelan, turun ke hidung dan perlahan berhenti di bibirnya. Mendekat, gue mengecup daging lembut itu singkat. Beralih, bibir gue mengecup keningnya dalam-dalam.

Rasa-rasanya kini dada gue terisi sangat penuh hanya dengan perasaan yang punya buat dia. Tadinya gue nggak berniat mengutarakan perasaan secepat ini. Tapi mau gimana lagi? Gue terlanjur terdesak karena  dada gue rasanya mau meledak.

Gue mengakui kalau gue emang kedengaran lebay, tapi sumpah, itu yang bener-bener gue rasain.

Gue nggak biasa kayak gini. Dan gue juga bingung.

Melihat muka Kaluna yang masih tertidur  nyatanya kini menjadi hal favorite gue di dunia.

Gue suka uang.

Tapi gue lebih suka Kaluna daripada uang.

Perlahan bulu matanya bergerak seiring dengan matanya terbuka pelan.

Gue hendak membuka mulut untuk menyapanya sebelum secepat kilat dia menutup mukanya dengan selimut.

"Gue pasti jelek banget makanya Lo liatin dari tadi?" Dia bersuara dari balik kain hangat itu.

"Apa Lo mau pake filter Paris dulu?" Tanya gue sambil terkekeh sendiri.

"Kocak!" Dia masih bersembunyi di balik selimut.

"Ya elah, perut Lo yang-"

Mendadak dia menurunkan selimut itu dari mukanya. "Apa? Lo mau perut gue yang bergelambir lagi?!"

"Ya emang kenapa sih? Gue kan udah bilang kalau gue suka."

Dia berdesis lalu menutup mukanya lagi. "Ya kalo Lo suka seharusnya nggak perlu Lo bahas juga, babi!"

"Baby..." Ralat gue yang membuat kakinya bergerak menendang kaki gue di balik selimut.

"Cringe banget sih Lo! Najis tahu nggak..." Dia merengek.

Gue tersenyum melihat tingkahnya itu sambil mengelus kepalanya yang tidak ketutupan selimut.

"Mulai sekarang Lo harus terbiasa dengan itu."

Dia membuka selimut di mukanya lagi. "Sumpah, gue geli banget liat Lo kalo begini ceritanya." Dia berbalik memunggungi gue.

Gue mendekat untuk mencium bahunya yang polos dan meletakkan wajah gue di lehernya.

"Kal?"

Dia diam.

"Kaluna."

"Jangan panggil nama gue dengan suara bangun tidur Lo itu!"

"Kenapa?"

"Ya kenapa nggak?"

"Baby."

Dia berbalik lalu menjambak rambut gue begitu saja. "Stop manggil manggil gue 'baby', tai!"

"Ya Lo nggak mau gue panggil pake nama Lo!" Gue ikut emosi karenanya.

"Sana Lo ah!" Dia mendorong gue dengan kakinya hingga terjatuh dari ranjang. Lalu dia menegakan punggung sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Bangkit, dia menarik habis selimut dan keluar dari kamar. Meninggalkan gue dengan tubuh polos dan si otong yang berdiri dengan tegap ngalahin tegapnya anak paskibra.

Hah...

Hari itu setelah berpisah karena Kaluna harus pergi bekerja, gue pergi ke rumah Nudo buat numpang makan siang.

Dia yang sejak tadi ngeliatin gue, gue abaikan.

"Gue nggak pernah lihat muka lo se bercahaya ini." Komentarnya waktu gue udah sibuk makan ayam pop bikinan Paras.

"Ada apa?" Tanyanya kemudian.

"Kalau dari auranya sih kayak orang lagi jatuh cinta." Paras yang kembali dari dapur dengan sepiring capcay -request an gue,  tersenyum.

"Lo jatuh cinta?" Nudo menatap gue dengan lebih rinci. "Diliat dari mananya Yang?" Dia beralih menatap Paras yang masih tersenyum.

"Emang keliatan banget, ya?" Gue memutar kepala ke arah Paras yang duduk di sebelah Nudo.

"Kalau Lud lihat, dia pasti takut liat muka Lo yang begini." Nudo kembali bersuara. "Dia pasti langsung bacain ayat kursi ngira Lo kerasukan anak cheers."

Paras terkekeh saat sedang menyendok kan ayam pop lagi ke piring Nudo. "Kaluna ya?"

Gue tidak menjawab saat Nudo kembali menatap gue yang udah senyum lagi.

"Tuh kan Yang, aku bener." Nudo beralih pada Paras. "Mana sejuta."

Dan ya, ternyata pasangan suami istri itu taruhan tentang gue dan Kaluna.

"Padahal Paras yakin kalau Kaluna cewek yang sulit buat di dapetin." Kata Nudo waktu dia udah sibuk nyalain monitor karena kami mau main PS.

"Ya gue belum bener-bener dapetin dia juga." Balas gue meraih control stik.

"Tuh kan... Balikin lagi duit aku." Paras yang datang dengan brownies buatannya menagih uang yang tadi sudah langsung transfer ke suaminya itu.

Siang itu gue dan Nudo menghabiskan waktu dengan bermain PS sampai sore karena dia punya waktu istirahat sebelum beberapa lagi latihan untuk babak final.

Paras yang ikut menemani Nudo sesekali akan menganggu suaminya itu dengan cara apapun hingga dia duduk di paha Nudo yang di sangat fokus dengan permainannya. Tapi Nudo sama sekali nggak marah dan malah membiarkannya. Bahkan baru aja dia sempat-sempatin nyium Paras.

I love how he was still smiling at her after distracting him while playing his game. I bet not many husband or boyfriend would react that. Even, gue sendiri. Tapi Nudo really did not get annoyed with her.

Pemandangan itu kemudian membuat gue sadar kalau dua orang yang saling mencintai nyatanya layak untuk dicemburui.

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang