BAB - 57 - Kaluna

101 13 0
                                    

'Ya iya. Tapi kan bukan berarti gue nggak suka.'

Aku melihat diri di cermin sambil mengangkat baju dan memperlihatkan perut yang masih bergelambir itu meski sudah diet beberapa hari.

Setelah berkali-kali dia mengejekku tentang perutku ini, sekarang dia mengatakan jika bukan berarti dia tidak menyukainya.

Lalu apa?

Kemarin dia mengajakku makan seafood enak hingga aku melupakan diet ini dan berakhir membuatku tampak lebih bergelambir dari sebelumnya.

Setan!

Ting tong.

Aku yang berada di dalam kamar melangkah menuju pintu utama dan membuka pintu setelah tahu siapa di balik pintu. Glo mengulurkan plastik alfamart, lagi, sebelum dia masuk ke dalam apartemen ku.

"Tusuk gigi?"

"Kemaren kan cotton bud udah, sekarang giliran tusuk gigi. Lo butuh apa lagi? Biar gue besok gue ke sini lagi." Katanya sambil membuka kulkas ku.

Aku menutup pintu dan meletakkan tusuk gigi itu di atas kitchen island. "Ya kenapa Lo harus ke sini terus?"

"Ya kenapa ada Coca-Cola di kulkas Lo?" Dia membuka minuman kaleng itu lalu meneguknya. "Karena ngarep gue ke sini, kan?"

"Dih!" Aku memilih untuk tidak meladeninya dan hendak kembali ke kamar sebelum dia dengan iseng mengulurkan kakinya hingga  hampir membuatku terjatuh.

Dia terkekeh saat aku menoleh untuk menatapnya dengan wajah kesal. "Don't fuckin do that, babi!"

Aku mendekat dan memukul lengannya dengan tinjuku yang keras.

"Gue udah pernah bilang belum kalo cara marah Lo mirip sama Ganesh?"

"Lo nggak tahu kalau sebenarnya kami yang kembar?" Kataku sambil melangkah masuk ke dalam kamar untuk meraih ikat rambut dan kembali ke luar, mendapatinya sudah membuka pintu balkon lebar-lebar karena sudah siap dengan rokoknya.

"Nah gitu dong, tahu diri kalau ngerokok di tempat orang." Kataku saat dia sudah berdiri di balkon ku yang cukup mini.

"Geser dikit meja lo ke sana, kakinya kalo kena kelingking sedap tuh." Dia menunjuk meja di depan sofa dengan bibirnya saat aku berjalan dan begitu saja kelingkingku tersandung oleh kaki meja itu seolah kata-kata dari mulut Glo adalah kutukan.

"Aw!"

"I told you..."

Dia mendekat sambil menunduk menjadikan lututnya tumpuan. Tangannya meriah kakiku setelah menjepit rokoknya di bibir. Matanya dengan serius melihat kelingkingku dengan seksama tapi kemudian aku menarik kakiku begitu saja.

"Kenapa?"

"Nggak apa-apa kok. Nggak sakit."

"Kelingking Lo merah gitu." Dia mendongak tanpa beranjak dari posisinya saat dia mau meraih kakiku lagi.

"Kita udah sering ciuman bahkan udah tidur bareng, dan ini cuma kaki. Tapi lo salah tingkah?"

"Apa?"

Dia terkekeh saat kembali bangkit dan meraih rokok di bibirnya dengan dua jari. Sebelah tangannya yang bebas lalu mengacak rambutku begitu saja.

"Oh iya," dia mengeluarkan sebotol whisky dari dalam jaket nya. "Gue nggak mungkin bawa ke rumah karena Mami pasti bakal marah."

"Dan Lo bawa ke sini biar Lo bisa mabuk di sini?" Tanyaku tak senang. Menghadapi orang mabuk sangat menyebalkan untuk pengalaman pribadiku.

"Gue nggak pernah mabuk." Katanya lalu duduk di sofa setelah menghisap habis rokoknya tadi.

Aku ikut duduk di sebelahnya dan menatap botol whisky di atas meja itu. "Sebotol gini nggak bikin Lo mabuk?"

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang