BAB - 30 - Gloryo

85 8 0
                                    

"Gue pikir lo nggak pesenin tongseng." Kaluna senyum.

"Itung-itung karena gue numpang mandi di sini." Tangan gue sibuk membuka semua bungkusan makanan dari ojol yang datang. "Banyak juga gue pesannya."

"Semuanya dibayar pake duit gue tuh." Dia ikut membuka bungkusan tong seng miliknya.

"Emang iya?" Tanya gue berlagak bloon dan langsung mendapat toyoran maut dari tangannya.

"Gue lihat-lihat makin enteng aja tuh tangannya noyor-noyor pala gue." Tangan gue bergerak mau ngebalas noyor kepalanya tapi dia sigap menghindar.

"Emang gue pesan martabak?" Gue beralih pada kotak martabak. Heran sendiri saking niatnya ngabisin duit Kaluna.

"Yiyiyiyiyi... Lo juga pesan sup jagung setelah lo ngambil hp gue lagi. Babi!"

Makanan yang gue pesan ternyata cukup banyak dan akan mampu membuat gue dan Kaluna kekenyangan sampe besok.

"Keras juga nih kambing." Komentarnya saat menggigit daging tong seng itu.

Gue menoleh saat mulai makan nasi Padang dengan rendang dan dua otak. "Mau gue kunyahin nggak? Ntar lo yang nelen."

"Kocak Lo!" Katanya. "Seharusnya lo nggak pesan tongseng di tempat yang ini. Udah dagingnya keras, rasanya kurang lagi!" Protesnya dengan mulut penuh setelah nyomot otak di nasi Padang gue.

"Telen dulu makanan lo baru ngomong!"

Dan begitu saja dia beralih mencomot rendang di nasi Padang gue.

"Biasa, rumput tetangga selalu lebih hijau."

Diam-diam gue terkekeh melihat tingkahnya yang ala-ala itu. Belum lagi saat tanpa pikir panjang dia makan martabak dan sup jagung setelah seporsi tongseng dan nasi yang tadi dia komentari.

"Lo nggak mau?"

"Ya kalo udah lo habisin kenapa nawarin gue?"

"Ya gue pikir lo nggak mau! Lo makan tuh Dimsum. Eh gue minta satu ya? Es cendolnya seger nggak?" Dia langsung menyeruput es cendol yang bahkan belum gue minum. Memasukkan sendok dari tong sengnya ke gelas untuk mengambil nangka di dalam sana.

"The spoon has spicy tong seng on it!" Kesal gue yang dia tanggapi dengan bodo amat.

"Lebay Lo." Katanya santai.

Serius ya, kalo dia laki, udah gue tampol dari tadi.

Kami kemudian bersantai sambil menonton pertandingan basket tim Nudo karena alarm gue berbunyi mengingatkan. Menikmati permainan Nudo yang selalu membuat gue bangga menjadi temannya sambil menyelesaikan makanan yang tersisa pelan-pelan. Sebelum mata gue begitu saja terarah pada vas di atas kitchen island yang berisi bunga segar dan disusun asal-asalan.

"Beli bunga buat diri sendiri tuh termasuk bentuk haus kasih sayang nggak sih?"

Dia menoleh dan mengikuti arah pandang gue. "Enak aja Lo! Itu Mas Dave yang beliin ya!"

"Dalam rangka apa?" Sebenarnya gue nggak mau tahu juga tapi malah iseng nanya.

"Karena ruangan kerja gue yang hampa katanya, tapi malah gue bawa ke sini"

"Dan lo rangkai dengan goblok begitu? Gue yakin itu bunga bagus pas di buketnya."

"Salahin aja tangan gue yang nggak berseni." Dia mendadak emosi seperti yang udah-udah. Kek nenek-nenek yang kehilangan gigi palsunya.

HP nya kemudian berbunyi dan gue bisa melihat nama Kafi tertera di sana.

Kafi(r).

Anjing, alay banget

Alive or Alone (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang