"Bantu aku pake kalung ini."
Azkiya kembali. Di tangannya ia membawa kalung emas yang dibelikan Haikal.
Tentu saja Azkiya akan lebih menghargai pemberian suaminya dari pada laki-laki lain, meski itu gurunya yang dihormati.
"Serius mau pake kalung yang ini? Kelihatanya lebih cantik kalung dari Gus Fikri. Bandulnya biru, warna kesukaan kamu."
Azkiya kembali menggeleng. Ia ambil kalung dari tangan Haikal dan menaruhnya kembali pada kotak asalnya.
"Aku tetep mau pakai kalung pemberian suamiku, biar jadi pahala juga. Nih!!"
Azkiya menyerahkan kalung emas itu pada Haikal, memintanya untuk dipasangkan di leher Azkiya.
"Hmm istriku tahu aja cara bikin suami seneng. Peluk dulu deh."
Haikal menarik Azkiya ke dalam pelukannya, merasakan kelegaan setelah hatinya porak-poranda melihat istrinya dihadiahi kalung oleh laki-laki lain.
Karena Azkiya harus buka kerudung, maka keduanya pindah ke dalam kamar.
"Gelang sama cincinnya gak sekalian dipake, Yang?" tanya Haikal, masih menatap betapa cocoknya kalung yang ia beri kini terpasang di leher putih milik Azkiya.
"Ndak ah. Takut dikira pamer perhiasan. Takut juga kalau dapat musibah dijambret. Nauzubillah."
Azkiya berniat memakai kembali kerudungnya, tapi ditahan oleh Haikal.
"Mau ke mana pakai kerudung lagi? Udah malem. Kita langsung tidur aja."
Tangan Haikal menarik Azkiya ke tengah kasur dan merebahkannya di sana.
Dengan posesif, Haikal memeluknya dari samping.
"Aku bersaing dengan banyak laki-laki yang suka sama kamu, Sayang. Semoga kamu gak akan ninggalin aku, meski hari ini di hati kamu belum ada rasa untukku."
Tubuh Azkiya membeku setelah mendengar suara hati Haikal yang diutarakan dengan nada sedih.
Perasaan yang tumbuh di hatinya sudah ada. Tapi Haikal masih mengira Azkiya belum bisa membalas perasaannya.
Ini yang membuat Azkiya merasa bersalah. Padahal dirinya sudah menyerahkan jiwa, raga dan tubuhnya untuk Haikal, laki-laki yang telah menjadi imam rumah tangganya.
"Mas..."
Azkiya memiringkan tubuhnya, menghadap Haikal yang ternyata sedang menutup mata, tapi tidak tidur.
"Aku mau bilang sesuatu."
Tangan Azkiya menepuk pelan pipi Haikal agar membuka mata.
Tatapan suaminya terlihat sendu, membuat Azkiya semakin merasa bersalah.
"Haikal An-Nawa .... aku Azka Azkiya, istrimu mencintaimu."
Tapi Azkiya melihat tak ada respon apapun dari Haikal. Hanya terdiam speechless menatapnya.
"Mas? Ucapanku kurang jelas kah? Kok diem aja?"
Sampai Azkiya menarik telinga Haikal untuk mengeceknya, apakah masih berfungsi dengan baik atau tidak.
"Aku ulang ya! Aku istrimu, Azka Azkiya mencintaimu. Kamu denger kan?"
Tiba-tiba Haikal menangis seperti anak kecil yang dinakali teman mainnya. Azkiya jadi bingung sekaligus panik.
"Mas?! Kamu kenapa nangis?"
"Iya sayang iya. Aku denger. Kamu akhirnya mencintaiku kan? Ini nangis haru, aku bahagia banget. Terimakasih cintaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Dla nastolatków( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...