Kapan Hamil?

6.1K 312 32
                                    

Sorenya, Haikal menjemput Azkiya yang baru pulang dari mengajar di TPQ.

Pertama kali melihat wajah Azkiya murung saat keluar kelas, Haikal langsung mengerti dengan suasana hati istrinya saat ini.

Tidak peduli dengan perasannya sendiri yang sedang gundah gulana, Haikal langsung memunculkan senyum ceria, bersiap menghibur istrinya.

"Mbak, uhuy! Cantik banget sih. Mau ngojek sama saya gak? Gratis, gak bayar! Malah saya kasih bonus mbaknya cinta sepenuh hati."

Azkiya sudah berdiri di samping motor Haikal dan tersenyum mendengar perkataan suaminya tadi.

"Bonusnya bisa diganti es krim aja gak, Bang?"

Haikal mengerlingkan matanya pada Azkiya. "Tentu bisa, Cantik. Let's go!"

Azkiya langsung membonceng di belakang Haikal. Ia melingkarkan tangannya pada pinggang Haikal.

Perempuan itu belum bercerita kalau ia baru saja ditanya oleh orang tua  muridnya mengapa belum hamil, apakah salah satunya ada yang mandul atau penyakitan.

Itu membuat keceriaan di wajah Azkiya luntur seketika.

Tapi tanpa bercerita pun, Haikal selalu tahu caranya membuat senyum Azkiya kembali muncul.

Sampai di titik ini, Azkiya sangat bersyukur memiliki pasangan pengertian seperti Haikal.

"Beli semuanya ya Cantik. Biar kalau sedih tinggal ambil aja di kulkas rumah."

Azkiya melotot tak percaya sambil menggelengkan kepala. Keduanya sudah berada di minimarket dan langsung menuju tempat es krim.

"Kebanyakan, Mas. Kulkas di rumah gak muat."

"Gampang! Nanti beli box es krimnya sekalian."

Dasar orang kaya! Gampang ngomong, gampang juga mewujudkannya.

Pada akhirnya Azkiya hanya membeli dua es krim. Satu es krim cokelat untuknya, satu lagi es krim dalam box ukuran sedang yang akan ia simpan di kulkas rumah.

"Nunggu maghrib sambil makan es krim kayanya oke," ucap Haikal yang mengajak Azkiya untuk duduk di kursi yang berada di depan minimarket.

Azkiya langsung membuka bungkus es krim. Lalu melihat Haikal dengan kesadaran penuh membuang banyak puntung rokok dalam asbak yang berada di atas meja.

"Kamu gak ngerokok juga, Mas? Aku gak ngelarang kok," kata Azkiya.

Walau pada kenyataannya hampir semua perempuan tentu menginginkan pasangan yang tidak merokok.

Tapi Azkiya yang hidup di pesantren tahu bagaimana santri putra dan rokok tidak bisa dipisahkan. Azkiya penuh maklum.

Hanya berharap suatu hari nanti Haikal bisa berhenti merokok selamanya. Apalagi ketika nanti mereka punya anak. Jangan sampai anggota keluarganya ada yang terkena penyakit disebabkan oleh rokok.

"Doain, Yang. Aku lagi berusaha untuk stop ngerokok. Makan es krim kayanya lebih enak."

Haikal menarik tangan Azkiya yang sedang memegang es krim, lalu melahapnya dengan santai.

Sedangkan Azkiya, diam dengan tatapan takjub atas apa yang baru saja ia dengar. Ternyata sama dengan apa yang menjadi grentek hatinya tadi.

"Iya, Mas. Pasti aku doain. Semangat! Kalau kamu mau dibuatin makanan apa, bilang ya!"

"Beneran nih? Mau dong dibuatin es krim panggang."

Azkiya langsung bombastic side eyes ke arah Haikal.

***

[Kal, mbak butuh teman cerita. Mas Andre gak berhenti gangguin mbak.]

Haikal membaca pesan dari mbak Wulan dengan perasaan tak menentu.

Jodoh Mbak SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang