[Saya berani mengambil jalur hukum bagi siapa saja yang masih menyebarkan foto Azkiya di masa lalu bersama Gus Fikri dan mengarang cerita yang tidak benar!]
Pesan itu Haikal kirim ke semua grup di bawah naungan pesantren Al-Furqon. Baik grup alumni maupun grup santri yang masih di pondok.
Bahkan ia kirim juga ke grup supir Kyai perkumpulan dari pesantren lain, karena ada yang sempat membahas permasalahan istrinya yang viral ke mana-mana itu.
Bagi yang tahu siapa Haikal dan background keluarganya, mereka lebih baik tidur ikut campur atau bahkan sekedar berkomentar tentang permasalahan yang sedang panas diperbincangkan ini.
Karena peringatan Haikal benar-benar akan dia lakukan tanpa pandang bulu.
"Mas, kita mau pindahan?"
Pagi ini Azkiya melihat Haikal sedang memasukkan beberapa baju dan barang mereka ke dalam koper.
Masalah kemarin apakah membuat Haikal mengajaknya untuk pindah ke kota lain?
"Bukan, sayang. Kita akan ke Kalimantan. Opa dan Oma rindu, pengen kita datang ke sana."
Perasaan Azkiya lega setelah mendengar jawaban itu. Jujur, ia tidak ingin pindah dari rumahnya yang sekarang.
Walau kejadian itu mungkin membuat beberapa orang akan memandang Azkiya dengan berbeda, tidak masalah.
Asal ia masih dekat dengan pesantren, istana yang memberikannya banyak pelajaran hidup.
Keberkahan tidak pernah putus ia dapat dari para guru yang ridho akan dirinya, yang begitu Azkiya ta'dzimi.
"Mau berapa hari, Mas?"
Azkiya ikut membantu Haikal memasukkan barang-barang penting ke dalam koper. Mereka membawa dua koper.
"Bukan berapa hari, Sayang. Tapi satu bulan."
Gerakan tangan Azkiya yang ingin menarik sebuah baju, terhenti. Ia menoleh pada Haikal dengan tatapan tak percaya.
Merasa sedang ditatap, Haikal menoleh dan tersenyum pada sang istri.
"Kenapa, sayang? Kamu keberatan kita pergi satu bulan?"
Kepala Azkiya menggeleng pelan. "Aku gak papa, asal perginya sama kamu."
Senyum Haikal muncul karena jawaban menyenangkan itu.
"Tapi kan .... kamu masih jadi supir Abah Yai. Dan aku ... masih harus bantu-bantu di dapur."
Kalimat terakhir Azkiya ucapkan dengan ragu. Ia masih tidak tahu setelah ini akan kembali ke pesantren lagi atau tidak.
"Aku izin cuti bulan madu pada Abah Yai. Dan kamu .... gimana kalo berhenti aja jadi abdi ndalem bagian dapur?"
Azkiya terkejut dengan permintaan Haikal. Keraguannya terjawab sudah.
Mungkin memang masa ngabdinya sudah habis. Kini Azkiya berkewajiban penuh ngabdi hanya pada suami.
"Aku dengar mbak Fitroh udah berhenti ngajar di TPQ dekat pasar. Kamu bisa gantiin beliau setelah gak jadi abdi ndalem lagi."
Azkiya diam. Belum berkomentar apapun. Hanya menatap lekat wajah suaminya, kemudian tersenyum.
"Iya, Mas. Aku patuh dengan apa yang kamu minta," ucap Azkiya sembari memeluk Haikal.
"Maaf sayang. Aku hanya cemburu dan takut kamu disakiti lagi oleh orang itu."
Haikal balas memeluk Azkiya erat. Hatinya diliputi rasa takut kehilangan sang istri setelah kejadian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...