Jam sembilan pagi setelah selesai sarapan, pengantin baru tersebut keluar dari hotel.
Sedangkan dua pasangan lainnya sudah lebih dulu keluar sejak setengah jam yang lalu.
Azkiya dan Haikal adalah pasangan terakhir yang keluar.
"Kang, kita pulang naik taksi atau gimana?"
"Pakai mobil ini."
Azkiya menghentikan langkah, menatap tak percaya pada mobil mewah yang berada di depannya kini.
Tapi Haikal dengan percaya diri membuka pintu mobil seolah-olah memang mobil itu miliknya.
"Silahkan masuk cintaku," ucap Haikal disertai senyum manis.
Tapi Azkiya masih diam mematung, menoleh pada Haikal dengan tatapan kurang percaya.
"Jangan bercanda lah, Kang. Ini mobilnya siapa?"
"Mobil nyewa. Kita pulang pakai ini. Ayo masuk, cintaku."
Walau masih tidak percaya, Azkiya akhirnya mau masuk ke dalam mobil sedan berwarna hitam kinclong tersebut.
Tiba-tiba ia ingat dengan cerita Ibu waktu itu.
"Kang, waktu itu sampean diam-diam datang ke rumah saya pakai mobil ini kan? Mobil nyewa juga?"
Azkiya tersentak kaget karena Haikal yang tiba-tiba menggenggam tangannya tanpa bicara apa-apa.
Laki-laki itu terlihat mahir mengemudikan mobil dengan satu tangan.
"Cintaku ... apa bedanya aku sama para santri di pesantren kalo kamu masih memanggil aku dengan sebutan 'Kang'? Panggil Mas!!"
Azkiya justru geli dengan panggilan 'cintaku' yang dipakai Haikal untuknya.
Laki-laki itu kalau bucin ternyata se-alay ini.
"Jawab .... Mas," ulang Azkiya dengan sedikit tak rela memanggilnya 'Mas'.
"Jadi ibu cerita ya? Hmm yaa pakai mobil ini. Biar mantanmu yang di kampung itu sadar diri."
Satu alis Azkiya terangkat naik mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Haikal.
"Mantan siapa maksudnya? Saya mana punya mantan Kang, eh Mas. Emangnya seperti sampean!!"
"Mantanmu yang kerjanya di pelayaran itu loh."
Azkiya melongo, mendengar jawaban Haikal. Mengapa suaminya tahu soal laki-laki yang berniat melamarnya bekerja di pelayaran?
Pasti Ibu yang cerita.
"Bukan mantanku. Lagian Mas ... sampean gak perlu nyewa mobil mewah seperti ini hanya untuk pamer ke tetanggaku di kampung. Nanti jadi masalah kalo ketahuan, ternyata kamu pura-pura kaya hanya demi manas-manasi si pelayaran itu. Jangan lah. Kita hidup apa adanya aja, Mas."
Tanpa disadari oleh Azkiya, Haikal justru tersenyum misterius sambil geleng-geleng kepala.
Ia tak bisa menahan diri untuk mengecup punggung tangan milik Azkiya.
"Iya cintaku. Doain Mas biar bisa beli mobil yang kaya gini. Insya Allah bulan depan ya!"
***
Azkiya memang belum mengetahui semua hal tentang Haikal secara detail.
Namun sungguh laki-laki itu penuh kejutan dengan tiba-tiba sudah membeli rumah untuk mereka berdua tempati.
Padahal sebelumnya tak ada obrolan serius tentang tempat tinggal mereka setelah menikah.
"Sengaja masih di sekitar pesantren. Biar kita masih bisa ngabdi. Kamu tetap jadi mbak ndalem dan aku masih jadi supir Abah Yai."
Sungguh alasan yang membuat Azkiya merasa terharu. Rumah minimalis milik mereka terletak sekitar seratus meter dari pesantren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...