Bibit Pelakor

6.1K 326 16
                                    

Tujuh paket barang mbak Wulan terkumpul di hari keempat Azkiya menahan diri.

Ini benar-benar menjengkelkan!

Kalau memang keliru soal alamat rumah, mengapa sampai tujuh barang berturut-turut di kirim ke alamat rumah Azkiya?

Mengapa juga mbak Wulan tidak menghubungi Azkiya atau Haikal untuk menanyakan paketan barangnya yang salah alamat?

Hari ini Marlina mengabarkan kalau di pondok sedang ada mbak Wulan. Tanpa pikir panjang, Azkiya langsung mendatangi pesantren dengan membawa paket barang-barang milik mbak Wulan.

Sebelum Azkiya langsung mendatangi mbak Wulan yang sedang berkumpul di ruang pengurus, Azkiya lebih dulu menjelaskan tentang paket-paket mbak Wulan kepada Marlina dan Asri.

"Dih, caper amat sama suami orang," komentar Marlina dengan muka julid.

Disahut oleh Asri. "Jadi hilang respect sama mbak Wulan kalau gitu kelakuannya."

"Tau ah! Mbak udah kesel banget. Intinya mbak udah cerita yang sebenarnya ke kalian. Jadi sekarang ... Mbak harus nemuin mbak Wulan untuk meminta penjelasan!"

"Ikut!" seru Marlina dan Asri.

Agak deg-degan sebenarnya Azkiya kini. Tapi ia tetap harus menemui mbak Wulan, menanyakan apa maksud perempuan itu mengirimkan banyak paket barang ke rumahnya?

Benarkah kalau kata Marlina, mbak Wulan sedang caper pada Haikal?

Tiba di depan pintu ruangan pengurus yang terbuka lebar, tiba-tiba Azkiya tidak punya nyali mengingat mbak Wulan punya backingan teman-teman pengurus.

Sedangkan Azkiya hanya punya Marlina dan Asri yang mendukungnya.

"Lin, coba tengok dulu. Ada mbak Wulan gak di dalam?" tanya Azkiya mengulur-ulur waktu.

"Oke, mbak."

Marlina yang paling PD di antara mereka bertiga, kini melongok ke dalam ruangan pengurus.

"Ada mbak Wulan?" tanyanya.

"Baru saja keluar," jawab salah satu orang di dalam sana.

"Oh, oke. Terimakasih."

Tidak jadi menemui mbak Wulan di ruang pengurus, ketiganya kembali ke asrama.

"Kira-kira sembunyi di mana ya? Atau jangan-jangan sudah pulang?" tanya Asri curiga.

"Nggak lah. Motornya aja masih di halaman asrama," tunjuk Marlina ke arah halaman di bawah sana.

Kini mereka sedang berdiri di koridor depan kamar asrama, menunggu informasi tentang keberadaan mbak Wulan terkini.

Marlina melihat santri putri baru saja kembali dari jemuran. Ia langsung mencegatnya.

"Del, lihat mbak Wulan gak?"

"Lagi di jemuran tuh."

Marlina langsung menoleh pada Azkiya dan Asri. "Let's go!"

Marlina jadi pemimpin pasukan Azkiya dan Asri yang kini berjalan menuju jemuran, tempat favorit para santri untuk nongkrong sore karena tempatnya terbuka.

Namun begitu mereka sampai, langkah ketiganya langsung terhenti saat melihat Mbak Wulan sedang menangis, ditenangkan oleh kedua teman dekatnya.

Azkiya dejavu.

Pemandangan ini pernah ia lihat saat di kamar mandi dulu.

"Gimana, mbak? Samperin gak?" tanya Asri.

"Nggak deh. Dia kelihatan sedih banget," kata Azkiya yang langsung direspon oleh Marlina.

Jodoh Mbak SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang