Hari ini momen paling sedih yang harus Azkiya rasakan saat Ibu melepas kepergiannya dengan Haikal.
Setelah ini, rumah ibu bukan lagi tempat Azkiya berpulang. Kamar yang sudah ia tempati selama dua puluh tahun harus ia tinggalkan demi ikut suami.
"Kamu masih anak Ibu. Jadi kalau butuh apa-apa, kalau mau cerita apapun, kamu datang ke Ibu ya Nak. Insya Allah ibu akan selalu ada untuk kamu, Azkiya. Jangan berhenti doain ibu juga ya."
Suasana ruang tamu mendadak sedih saat Ibu menangis sambil menciumi wajah Azkiya yang juga banjir air mata.
Haikal yang melihat itu jadi sadar kalau ia baru saja menikahi seorang putri yang sangat disayang oleh semua anggota keluarganya.
Jangan sampai ia khilaf menyakiti Azkiya kalau tidak ingin dibuat sekarat oleh ketiga kakak iparnya.
"Haikal ... Ibu titip Azkiya yaa. Ingatkan dia untuk makan teratur. Dia ini sering gak nafsu makan kalo makannya ndak bareng sama orang lain. Karena itu, sebisa mungkin kamu selalu menyempatkan untuk makan bersama Azkiya."
Ibu memberi pesan-pesan dan nasehat untuk Haikal masih dalam keadaan menangis.
Sebenarnya Haikal juga ingin ikut menangis. Tapi tetap ia tahan karena gengsi.
"Satu lagi yang harus kamu ingat selalu kalau almarhum bapak selama hidup tidak pernah membentak, berkata kasar, atau sampai main tangan pada Azkiya. Demi Allah tidak pernah sama sekali."
"Jadi ibu harap kamu tidak akan melakukan itu semua pada anak perempuan kesayangan kami. Ibu percaya kamu tidak akan berlaku kasar karena kamu seorang santri yang paham agama."
Drama tangis-tangisan melepas Azkiya boyong dari rumah, selesai saat Azkiya masuk ke dalam mobil.
Lalu Haikal melajukan mobilnya meninggalkan area pekarangan rumah sang istri.
"Sayang."
Haikal menoleh khawatir pada Azkiya yang mencondongkan tubuhnya ke arah kaca mobil.
Perempuan itu sedang menyembunyikan tangisnya yang masih berlanjut.
"Aku ndak papa, Mas. Maaf kalau aku cengeng. Aku hanya ... kepikiran Ibu."
Azkiya menutup wajahnya dengan kedua tangan dan tangisnya tidak ditahan-tahan lagi seperti tadi.
Haikal yang melihat sang istri terus menangis, ikut merasa sedih.
Tangannya terulur, memberikan usapan menenangkan pada punggung Azkiya.
"Aku janji ... kalau tidak sedang ditugaskan menemani Abah keluar, aku akan antar kamu mengunjungi rumah ibu kapanpun kamu merasa rindu."
Azkiya mengangguk dan tangisannya mulai reda setelah ia merasa lelah. Kemudian jatuh tertidur begitu saja.
***
Setelah cuti lama sebagai pengantin baru, hari ini Azkiya sudah kembali jadi abdi ndalem bagian dapur, seperti biasanya.
Kehadiran Azkiya langsung disambut antusias oleh teman-teman bagian dapur yang terus mengajukan bagaimana rasanya menikah dengan starboy pesantren.
"Biasa saja," jawab Azkiya. Bohong.
Sebab pada kenyataannya ia sungguh bahagia karena baru menyadari kalau Haikal tidak semenyebalkan seperti yang diceritakan santri putri.
"Mbak, pas aku lewat depan rumah, aku lihat ada mobil bagus parkir di sana. Itu punya kang Haikal atau tetangga yang ikut parkir di sana?" tanya Asri polos.
Sampai saat ini Azkiya hanya tahu kalau mobil yang mereka pakai adalah mobil yang disewa oleh Haikal.
Mau sombong dan pamer pun rasanya tidak pantas karena mobil itu bukan miliknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Novela Juvenil"Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menjodohkannya dengan salah satu...