"Ini beneran suamiku? Mas Haikal?"
Tangan Azkiya meraba-raba wajah orang di sampingnya, menebak apakah dia Haikal atau bukan.
" Iya sayang. Ini suamimu, ayah dari anak-anak kita nanti," jawab Haikal romantis.
Pasutri itu kembali berjalan dengan Haikal yang merangkul Azkiya mesra. Di manapun berada, keduanya sering jadi bahan ledekan para santri karena terus pamer kebucinan sebagai pasangan halal.
Tiba di pesantren, Azkiya meminta ngobrol sebentar dengan Haikal sebelum keduanya balik ke Kobong masing-masing.
"Mas, kalau malam-malam aku pengen ke toilet, gimana?"
"Yaa aku temenin lah," jawab Haikal enteng.
"Tapi kan aku gak tau cara manggil kamu yang ada di Kobong putra."
"Mudah sayang. Aku dan kamu itu sehati. Jadi aku tau kapan kamu mau BAB malam-malam."
Azkiya tidak tahu lagi harus bagaimana ia merespon ucapan Haikal yang itu.
Ia pun kembali ke Kobong putri. Tapi sebelum itu, Haikal memberikannya lotion anti nyamuk.
"Takut kamu digigit nyamuk, Yang. Aku kan cemburu. Nyamuk bisa cium kamu, tapi aku nggak."
"Ya udah, kamu jadi nyamuk aja. Jangan jadi suamiku," jawab Azkiya santai.
Kemudian perempuan itu segera pergi ke Kobong, tak peduli dengan rengekan Haikal di belakang sana.
Sepertinya Haikal tidak bisa menahan diri sampai bulan depan.
***
Di pesantren Al-Ikhsan, pengasuhnya tidak dipanggil Pak Kyai dan Ibu nyai, melainkan Akang Khoerudin dan Eceu Nia.
Beliau memiliki sawah yang biasa dirawat oleh para santri. Dan karena itu pula para santri di sini tidak dipungut biaya bulanan, yang penting mau ngaji.
Bahan makanan tidak perlu beli karena pesantren memiliki sawah dan kebun sayur sendiri. Kandang ayam dan kambing pun lengkap ada di pesantren Al-Ikhsan.
Hari ini, Azkiya ikut dengan para santri untuk panen jagung di sawah milik pesantren.
Kalau soal pergi ke sawah, Azkiya sudah biasa saat kecil di kampung. Sebelumnya ia juga pernah ikut panen jagung dengan Ibu.
Para santri putri bagian memetik jagung dari pohonnya, lalu dikumpulkan.
Sedangkan para santri putra bagian membawa jagung hasil panen dalam karung dengan cara dipikul.
Azkiya sempat melihat Haikal yang wajahnya keberatan saat memikul karung jagung.
"Biasa nyetir mobil kok disuruh mikul karung jagung. Yoo ndak mampu," batin Azkiya menahan tawa.
Hampir mendekati waktu dzuhur, para santri beristirahat di sebuah saung yang ada di sawah tersebut.
Tapi santri putra duduk-duduk di bawah pohon kapuk. Yang berteduh di saung hanya santri putri.
"Biasanya jagung-jagung itu dikonsumsi sendiri apa dijual?"
Azkiya selalu bertanya pada teh Aas yang paling ramah dari pada yang lain.
"Sebagian besar dijual. Dikonsumsi santri hanya beberapa saja. Kadang hanya untuk bakar-bakaran atau kalau tidak yaa direbus. Ah ya, dibuat nasi jagung juga sering."
Azkiya mengangguk-angguk paham. Dua santri datang membawa jajanan dan es kulkul untuk santri yang sedang bekerja di sawah.
Sambil makan es kulkul dari pepaya, Azkiya merenung dengan tatapan mata tertuju ke arah kebun jagung yang sedang panen.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction"Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menjodohkannya dengan salah satu...