"Info seblaak!"
Azkiya mendekat pada Rahma yang sedang menonton TV. Keponakannya itu tiba-tiba melirik sinis ketika Azkiya duduk di sampingnya.
"Ayo dong, anterin mbak beli seblak. Ngidam nih."
Rahma tidak langsung merespon ucapan Azkiya. Perempuan itu terlihat mengotak-atik ponselnya. Setelah menemukan apa yang dicari, Rahma kemudian menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Azkiya.
"List makanan yang gak boleh dituruti saat mbak Azkiya minta."
Azkiya membaca pesan yang terpampang di ponsel itu dengan kening berkerut.
Ternyata diam-diam Haikal menyewa mata-mata untuk Azkiya selama istrinya berada di rumah.
"Ckk! Kamu gak usah nurut-nurut amat sama mas Haikal. Dia tuh---"
"Aku udah di transfer satu juta, mbak. Mana mungkin aku gak nurut sama donaturku," jawab Rahma dengan wajah tengil.
Azkiya melongo tak percaya. Haikal seposesif itu padanya, padahal mereka sedang berjauhan.
Kemudian Azkiya cemberut. Ia ingin sekali makan seblak yang dijual di desanya. Tapi mengapa Haikal tidak memperbolehkannya?
"Semua jahat! Gak ada yang sayang sama mbak! Mau makan seblak aja dilarang."
Rahma tentu saja panik saat Azkiya menangis perkara tidak dibolehkan beli seblak.
Dalam perjanjian dengan Haikal, mas-nya itu meminta Rahma untuk melaporkan siapa yang membuat Azkiya nangis selama dia tidak ada.
Kalau begini keadaannya, bakal Rahma yang dilaporkan karena membuat mbak Azkiya nangis.
"Mbak? Ya Allah, jangan nangis dong. Aku antar beli ... ngg apa ya?"
Rahma kembali membuka ponselnya, melihat lagi list makanan yang tidak boleh dituruti saat Azkiya minta.
"Kita beli bakso aja yuk mbak? Nanti sambelnya dibanyakin deh."
Azkiya menepis tangan Rahma yang ingin merayunya. Kemudian perempuan hamil itu bangkit berdiri.
"Pokoknya Mbak gak mau makan kalau bukan seblak!"
Kemudian Azkiya segera masuk ke dalam kamar. Bertepatan dengan itu, ibu masuk ke rumah dan sempat mendengar suara tangisan Azkiya.
"Rahma, mbakmu kenapa nangis?"
Remaja enam belas tahun itu mendadak jadi serba salah. Pasti ia akan dimarahi double. Oleh neneknya, oleh mas Haikal juga.
"Itu ... Mbak Azkiya minta beli seblak. Tapi kan sama mas Haikal gak dibolehin. Jadi lah nangis begitu."
Tanpa diduga ternyata Ibu membela putri bungsunya.
"Ya udah sih, turutin aja orang lagi ngidam. Masalah dimarahin Haikal mah, kan dia gak lihat."
Rahma garuk-garuk kepala. Masalahnya ia sudah diberi uang suap, uang untuk bayaran pekerjaannya sebagai mata-mata.
Masa dia harus berbohong? Gimana kalau uangnya minta dibalikkan oleh mas Haikal? Mana udah dipake setengahnya untuk beli skincare lagi.
"Hmm ... ya udah aku beliin deh. Tapi seblaknya pakai kuah kecap aja ya. Jangan pedes-pedes."
Ibu menjawab. "Seblak apa kuahnya manis begitu? Tanya Mbakmu lah. Dia mau level berapa. Turutin semua ngidamnya. Ibu yang tanggung jawab!"
Nah! Kalau sudah begini sepertinya Rahma harus lebih nurut pada neneknya.
Masalah nanti mas Haikal marah, itu bisa Rahma serahkan pada nenek. Kan beliau yang menyuruhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...