"Yang, aku mau bikin kolam ikan."
"Hah?! Buat apa, Mas?"
"Buat nemenin kamu kalau lagi aku tinggal nyupir. Kamu bisa ngobrol-ngobrol sama ikan di depan rumah."
Azkiya cengo dengan ide suaminya itu. Dia kira Haikal hanya bercanda semata.
Namun begitu selesai sarapan, Haikal terlihat membawa peralatan tukang ke depan rumah.
Tak lama kemudian, dua santri putra datang membantu keinginan Haikal membuat kolam ikan.
Akhirnya Azkiya percaya dengan omongan Haikal yang ia kira hanya bercanda itu.
Azkiya berinisiatif untuk membuat pisang goreng sebagai teman kerja suaminya dan dua kang santri.
Tapi andai boleh request, sebenarnya Azkiya lebih memilih dibelikan kucing daripada dibuatkan kolam ikan sebagai teman ngobrol.
Kalau kucing kan sudah pasti bisa diajak tidur sekasur.
Nah ikan? Dia bisa disangka gila oleh orang yang lewat depan rumah saat curhat dengan ikan-ikan peliharaannya.
"Yang, aku nggak ada uang cash. Boleh minjem dulu nggak?"
Haikal menghampiri Azkiya yang sedang berada di dapur. Perempuan itu terlihat mematikan kompor dahulu sebelum menjawab.
"Sebentar, aku ambil dompet di kamar. Eh, butuh berapa Mas?"
"Tiga ratus ribu, Beb."
Azkiya mengangguk. Lalu melangkah masuk ke dalam kamar. Saat mengambil dompet, ia menemukan ponsel Haikal terus berdering karena ada telfon yang masuk.
"Siapa nih?"
Nomor asing tertera di layar ponsel milik Haikal. Takutnya penting, Azkiya membawa ponsel itu keluar kamar.
"Mas, ada yang nelfon nih!"
Ponsel dalam genggaman Azkiya, ia serahkan pada Haikal.
"Duh, nomor baru lagi. Padahal gak ngerasa daftar apapun pakai nomor ponsel. Tapi kok banyak nomor yang gak dikenal nelfon ya," keluh Haikal.
"Fans kamu mungkin, Mas."
Haikal mengabaikan jawaban bercanda Azkiya. Dengan malas, ia mengangkat telfon tersebut.
"Halo, siapa ya?"
["Haikal, ini Mama."]
Seolah dunia mendadak berhenti selama beberapa detik. Rasa sakit, kecewa, marah dan sesak muncul kembali di hati Haikal.
Ia sudah ikhlas dan mampu hidup tanpa peran orang tua yang telah menyakitinya.
Tak bisakah mereka jangan menghubunginya lagi?
"Mas, siapa yang telfon?"
Azkiya bertanya khawatir karena melihat mata Haikal berkaca-kaca,menahan tangis.
"Maaf, anda salah nomor!"
Haikal buru-buru mematikan sambungan telefon. Ia memeluk Azkiya sebagai obat dari rasa sakitnya kini.
"Mas..."
Azkiya mengusap punggung Haikal, mencoba menenangkannya saat mendengar Haikal mulai terisak pelan.
"Mama ... itu Mama."
Azkiya akhirnya mengerti alasan suaminya tiba-tiba mematung, berkaca-kaca lalu menangis.
Mama mertua kembali menghubungi. Pasti berat untuk Haikal menerima kembali kehadiran mama.
"Ndak papa, sayang. Kalau kamu mau bertemu mama lagi, nanti aku temenin ya. Tapi kalau belum siap juga gak papa kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...