Azkiya menutup kembali pintu rumah setelah Haikal pergi.
Dirinya ikut berduka cita dengan meninggalnya ayah mertua ning Ana, yakni Abi dari Gus Faruq.
Azkiya sekedar tahu kalau di Jogja keluarga, Gus Faruq juga mempunyai pesantren dan beliau anak terakhir.
Melihat jam di dinding menunjukkan pukul setengah tiga pagi, ia memilih tidak tidur lagi dengan melakukan salat tahajud. Dilanjut dengan tadarus Quran sambil menunggu azan subuh berkumandang.
Namun di tengah kegiatannya membaca Alquran, tiba-tiba Azkiya dikejutkan dengan suara keras dari arah teras rumah.
"Astaghfirullah!" ucapannya sembari memegangi dada karena terkejut.
Suara keras itu terdengar seperti lemparan benda padat ke arah teras rumahnya.
Azkiya menyudahi membaca Quran karena penasaran dengan yang terjadi di depan rumahnya.
Jantung Azkiya berdegup tak karuan saat sudah di depan pintu yang masih tertutup.
Tiba-tiba ia merasa takut dan tak berani membuka pintu. Untuk itu ia memilih mengintipnya lewat jendela.
Di teras rumah, ada dua batu berukuran kepalan tangan orang dewasa yang dilemparkan oleh seseorang.
"Ya Allah! Batu dari mana itu?"
Naluri Azkiya membawanya untuk melihat ke arah depan pagar rumah.
Sesuai dugaannya, ada seseorang yang duduk di atas motor. Berpakaian serba hitam dan memakai masker.
Kini seseorang itu sedang menatap ke arah Azkiya secara terang-terangan.
"Ya Allah!!"
Perempuan yang masih mengenakan mukena tersebut langsung memundurkan langkah karena terkejut bercampur takut.
"Ya Allah, apa dia orang jahat?"
Sedetik kemudian, Azkiya berteriak histeris saat kaca jendela rumahnya dilempari batu kembali oleh orang di depan pagar.
"Allah ... Ya Allah, tolong."
Bergetar tubuh Azkiya saking ketakutannya dia saat ini.
Kemudian tubuhnya jatuh terduduk saking lemasnya dan Azkiya menangis ketakutan.
Tak sampai di situ, kaca jendela yang sudah retak itu kembali dilempari batu yang kedua hingga akhirnya kaca jendela pecah dan reruntuhan kacanya kemana-mana.
"Ya Allah, Mas! Tolong aku."
Azkiya berjalan tertatih-tatih kembali masuk ke dalam kamar.
Ia takut orang jahat itu sampai berani membobol paksa pintu rumahnya dan mencelakai Azkiya.
"Mas, tolong aku. Aku takut."
Tangan Azkiya gemetaran saat berusaha untuk menghubungi suaminya dengan ponsel.
Air mata terus berjatuhan di pipi Azkiya. Ia ketakutan sampai berpikiran yang tidak tidak, takut nyawanya akan lenyap pagi ini juga.
"Mas ... tolong."
["Azkiya, kamu kenapa?"]
Suara orang di seberang telepon bukanlah Haikal.
Azkiya melihat lagi nama kontak yang ia panggil dan ternyata salah nomor.
Saking paniknya saat ini, Azkiya justru memanggil nomor Gus Fikri. Sungguh di luar keinginannya.
["Az, kamu di mana? Kamu baik-baik saja?"] tanya Gus Fikri terdengar khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...