"Kal, mama minta maaf."
Azkiya bingung harus melakukan apa saat Haikal menariknya untuk segera masuk ke dalam rumah.
Sedangkan perempuan yang mengaku 'Mama' itu mengejar langkah mereka. Dan terus memanggil-manggil Haikal. Namun diabaikan oleh laki-laki itu.
"Kal, mama menyesal. Tolong maafin mama."
Saat perempuan itu berhasil meraih tangan Haikal, Azkiya kaget karena Haikal menepisnya kasar. Bahkan mendorongnya agar menjauh.
"Pergi dari sini! Jangan muncul lagi di hidup aku!"
"Mas..." Azkiya ingin menahan Haikal namun suaminya tetap berjalan masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya.
"Haikal, mama minta maaf. Maafin mama. Mama nyesel, Kal."
Azkiya tidak tega melihat perempuan itu kini bersimpuh di teras rumahnya. Ia memutuskan untuk keluar dan menemui perempuan yang berstatus sebagai mertuanya itu.
"Ma..."
Perempuan yang masih terlihat muda itu kini menatap Azkiya dengan tatapan terluka juga sedih.
Azkiya tidak bisa menyalahkan Haikal juga di situasi saat ini. Sudah pasti keduanya sama-sama terluka.
"Tolong sampaikan pada Haikal, mama minta maaf. Maaf menyesal. Mama ingin bertemu dengan anak laki-laki Mama."
"Iya, Ma. Nanti Azkiya sampaikan."
Saat ditawari untuk masuk dulu, Mama menolak. Perempuan itu memilih untuk pulang karena di pertemuan pertama ini, Haikal pasti benci sekali melihatnya.
Azkiya melepaskan kepergian Mama dengan perasaan ikut sedih. Ia tidak pernah merasakan posisi sakit hati di keluarganya yang Cemara.
Jadi ketika melihat posisi Haikal dan mama yang bersitegang seperti ini, Azkiya bingung bagaimana cara mendamaikan seorang anak laki-laki dengan mamanya yang punya masalah itu.
Setelah memasukkan motor yang tadi lupa di parkir sembarang di depan rumah, Azkiya mengunci pagar. Lalu segera masuk ke dalam rumah.
Ia termenung di ambang pintu kamar, melihat Haikal kini sedang melaksanakan salat sunnah.
Suatu pelarian yang tepat ketika perasaan sedang tidak baik-baik saja, memang sholat lah yang harus dilakukan. Bercerita langsung pada pemilik hati, yang Maha Membolak-balikkan hati.
Azkiya menutup pelan pintu kamarnya, lalu duduk di sisi tempat tidur, menunggu suaminya selesai sholat.
Sampai Haikal selesai sholat dan lanjut berdoa, Azkiya masih diam memperhatikan dari sisi tempat tidur.
Beberapa saat kemudian, Azkiya melihat bahu Haikal naik turun. Tangisan tertahan suaminya bisa disadari oleh Azkiya yang kini mendekat, lalu mengusap pelan bahu Haikal.
"Mas..."
"Apa aku berdosa karena bersikap kasar pada orang tua? Bukankah yang lebih berdosa adalah orang tua yang mengabaikan anaknya bertahun-tahun? Siapa yang paling berdosa? Siapa yang salah?!"
"Mas, istighfar." Azkiya ikut menangis saat Haikal memeluknya dan menangis tersedu-sedu.
Suaranya menjelaskan betapa sakitnya perasaan Haikal saat ini.
Dia bisa bertahan hidup mandiri di pesantren bertahun-tahun. Tapi ketika pulang ke rumah, perasaan rindu orang tua itu selalu memenuhi hatinya.
Haikal selalu berharap salah satu orang tuanya datang mencarinya ke pesantren dan membuat Haikal tidak merasa sendirian di dunia yang ramai ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...