Perasaan gugup disertai panas dingin kini terjadi pada Azkiya yang sudah duduk di ndalem rumah pengasuh.
Ada sedikit kelegaan saat mengetahui kalau ia tidak datang sendiri, melainkan ada dua santriwati senior yang juga ikut dipanggil Abah Yai ke ndalem beliau.
Azkiya semakin dibuat penasaran dengan tujuan Abah Yai memanggil mereka ke ndalem seperti ini.
Tidak mungkin karena mereka telah melanggar peraturan lalu Abah akan memberi hukuman kan?
"Loh belum datang semua?"
Pertanyaan Abah Yai membuat kening Azkiya mengkerut bingung. Ia kembali menduga-duga siapa saja yang dipanggil Abah Yai ke ndalem malam ini dan ada apa gerangan?
Bertanya pada dua orang di sampingnya pun tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan.
Akhirnya Azkiya memilih untuk diam menunduk sembari menunggu orang yang katanya belum datang itu.
Namun tak lama dari itu, terdengar ucapan salam dari arah pintu secara bersamaan.
"Assalamualaikum..."
"Waaalaikumussalam."
Kepala Azkiya yang terus menunduk, membuatnya tidak bisa melihat siapa saja yang baru masuk ke ruang tamu.
Namun yang pasti, mereka santri putra!
Ada sekitar tiga santri putra yang memakai sarung berbeda dan mungkin salah satunya Haikal.
Mereka duduk di depan santri putri, agak berjauhan dan lebih mendekat dengan kursi yang diduduki Abah Yai.
"Alhamdulillah, sudah kumpul semua ya."
Abah Yai kembali bersuara. Kini di samping beliau ada ibu Nyai Fitri yang ikut mendampingi.
Setiap santri pasti pernah merasakan juga bagaimana deg-degannya jika sampai disuruh madep pengasuh seperti ini.
Walau Azkiya merasa dirinya tidak melakukan pelanggaran apapun, tetap saja hatinya tak tenang menunggu Abah Yai menyampaikan tujuannya memanggil mereka semua ke ndalem rumah beliau.
"Malam ini Abah ingin menyampaikan berita baik untuk kalian yang sudah cukup umur."
Prolog yang membuat detak jantung Azkiya bertempo lebih cepat detik itu juga.
Mulutnya terus melafalkan sholawat dengan lirih agar hatinya bisa lebih tenang di situasi yang sekarang.
"Seperti yang sering Abah lakukan pada santri yang umurnya di atas dua puluh tahun, Abah berniat kembali mengadakan nikahan masal untuk tahun ini. Dan kalian .... adalah calonnya!"
Allahu Akbar!!
Seperti berhenti detak jantung Azkiya selama beberapa detik. Ia melirik kanan kirinya dan melihat Mbak Amel juga Mbak Diana sama sekali tidak kaget dengan berita ini.
Mungkin keduanya sudah tahu lebih dulu tentang kabar nikah masal ini.
Berbeda dengan Azkiya yang syok luar biasa dan tidak siap sama sekali untuk menerimanya.
"Nama-nama pasangan kalian sudah Abah pilihkan melalui istikharah panjang. Abah yakin ini yang terbaik dan semoga kalian mau menerimanya dengan lapang dada."
Umur Azkiya dua puluh tahun pas untuk tahun ini. Apakah secepat ini dia menemukan calon imam jalur pilihan Abah Yai?
"Musthofa bersanding dengan Amel. Akhyar bersanding dengan Diana. Lalu ... Haikal bersanding dengan Azkiya."
***
Hampir semua santri putri menyuarakan hari patah hati sepondok ketika berita nikahan masal dan calon-calonnya sudah tersebar ke seluruh santri putra maupun putri.
Kehidupan Azkiya yang semula tenang, berubah jadi banyak gangguan dari fans Haikal yang tidak terima dirinya menjadi calon pasangan dari idola mereka.
"Apa harus jadi abdi ndalem dulu biar dijodohkan dengan Kang Haikal?"
"Apa harus pinter masak dulu biar jadi idamannya Kang Haikal?"
"Padahal Kang Haikal lebih cocok sama mbak Wulan dari pada mbak Azkiya."
Penging sekali telinga Azkiya mendengar orang-orang bergosip tentangnya setelah tahu dijodohkan dengan Haikal.
Padahal dia sendiri tidak menginginkan hal ini terjadi padanya.
Namun mau bagaimana lagi selain manut pada pilihan Abah Yai untuk mendapat ridho dan barokahnya.
"Lin, itu loh gorengannya gosong! Kamu masak kok sambil ngelamun."
Azkiya mengambil alih spatula dari tangan Marlina dan dengan cepat mengentas gorengan dari wajan yang berisi minyak panas.
"Entahlah mbak, aku jadi gak semangat masak setelah ditikung sampean."
Marlina berkata dengan wajah sedih dan tatapan kosong ke depan.
Azkiya yang disalahkan seperti itu langsung badmood dan mematikan kompor seketika.
"Ya sudah, kamu saja yang nikah dengan Kang Haikal. Matur Abah kalau berani!"
Lalu Azkiya berjalan keluar dari dapur karena malas dengan teman-temannya yang bersikap beda setelah berita perjodohan itu tersebar.
Belum lagi santri putri lainnya yang ikut membicarakan Azkiya di belakang membuat perempuan itu malas untuk kembali ke asrama.
Ia pun pergi ke halaman belakang bangunan asrama untuk menenangkan diri.
Namun niatnya tersebut mendadak batal saat tak sengaja matanya melihat mbak Wulan sedang bertemu dengan santri putra diam-diam!!
Posisi laki-laki bersarung itu membelakangi Azkiya sehingga dia tidak bisa melihat wajah santri putra tersebut yang kelihatan sedang ngobrol serius dengan mbak Wulan.
Tapi satu yang membuat Azkiya tidak suka. Mbak Wulan sebagai pimpinan santri putri justru melakukan pelanggaran berat seperti ini di belakang santri lainnya.
Azkiya punya niat untuk melaporkanya pada pengurus bagian keamanan.
Tapi sedetik kemudian ia menggeleng karena malas berurusan dengan pengurus dan membuat ketegangan di antara dirinya dan mbak Wulan.
Untuk itu Azkiya memilih untuk kembali saja ke asrama dan berpura-pura tidak pernah melihat pelanggaran yang dilakukan mbak Wulan di belakang asrama putri.
***
"Mbak Azkiya dipanggil Abah Yai di ndalem!!"
Azkiya menghentikan gerakan tangannya yang berniat mengambil kitab kuning dari rak buku.
Awalnya ia ingin ikut ngaji kitab Fathul Mu'in sore ini.
Namun panggilan dari Abah Yaitu tentu saja lebih ia turuti dari pada memaksa untuk tetap ikut kegiatan diniyah.
"Mbak, sampean ngelakuin amalan apa toh sampai bisa dijodohkan dengan star boy pondok kita?"
Sebelum benar-benar keluar dari kamar, Azkiya dicegat oleh salah satu teman sekamarnya yang baru saja bertanya demikian.
Lagi-lagi Azkiya menghela nafas panjang saat menanggapi para pengagum Kang Haikal yang tidak menyukainya.
"Mbak, kalau sampean ingin dijodohkan juga dengan Kang Haikal, coba saja daftar jadi istri keduanya. Saya ikhlas! Tapi itupun kalau kang Haikal mau menjadikan sampean istrinya."
Setelah mengucapkan kalimat sarkas itu, Azkiya segera pergi dari kamar, meninggalkan teman kamar lainnya yang langsung bereaksi atas ucapannya barusan.
Diam-diam Azkiya mengeluh dalam hati tentang beratnya resiko yang ia terima karena manut dengan perintah Abah Yai.
Andai boleh menolak, Azkiya tidak ingin cepat menikah karena masih betah mencari ilmu dan mengabdi di pesantren.
Azkiya jadi kepikiran. Setelah menikah nanti, apa boleh dia tetap ngaji di pesantren atau mungkin tetap tinggal di pesantren untuk mengabdi pada Abah Yai dan ibu Nyai?
Ah ... tapi sepertinya tidak mungkin.
Saat langkahnya sudah dekat dengan rumah ndalem pengasuh, Azkiya langsung berhenti ketika ada seseorang yang lebih dulu berjalan masuk ke rumah ndalem seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Novela Juvenil( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...