Seblak Manis

7.2K 364 6
                                    

"Yang, berhenti!"

Tiba di gerbang pesantren, langkah Azkiya berhenti bukan karena menuruti perintah Haikal.

Tapi melihat di depan sana ada banyak santri putra sedang berjaga, ia malas disapa dan harus balas menyapa ramah.

"Nanti kamu capek kalo harus jalan terus sampai rumah kita. Ayo naik."

Masih dengan wajah tertekuk masam, akhirnya Azkiya mau duduk di boncengan motor Haikal.

Selama perjalanan pulang, tangannya tidak memeluk Haikal seperti biasanya.

Tidak. Ia sedang ngambek pokoknya!!

Tiba di rumah, Azkiya langsung masuk duluan tanpa menunggu Haikal.

Perutnya terasa mules dan ia ingin pergi ke kamar mandi.

"Sayang, kita perlu bicara."

Tapi Haikal menahannya saat selangkah lagi Azkiya masuk ke dalam kamar mandi.

"Apa sih? Aku gak mau!" sentak Azkiya sembari berusaha melepaskan cekalan tangan Haikal.

"Kalau ada apa-apa itu dibicarakan baik-baik."

"Tapi aku gak mau!!"

Cekalan Haikal berhasil lepas. Azkiya bergerak ingin masuk, tapi lagi-lagi Haikal menahannya.

"Gak mau gimana? Aku cuma---"

"Aku kebelet BAB. Tau gak?!!"

Wajah Haikal langsung cengo, mulutnya setengah terbuka. Lalu ia lepaskan cekalan tangannya pada lengan Azkiya.

"Oh, oke."

Azkiya segera masuk ke dalam kamar mandi. Sengaja ia berlama-lama di sana karena tidak ingin berbicara dengan Haikal.

Sampai suara ketukan pintu dari luar terdengar olehnya.

"Sayang, udah belum?"

Azkiya abaikan. Ia sibuk lanjut luluran dan keramas sampai kepala dan isinya ikut dingin.

Selesai dengan urusan kamar mandi, Azkiya keluar. Telinganya mendengar suara klakson mobil dari arah depan rumah.

"Sayang, aku harus pergi. Sudah ditunggu Abah."

Haikal menghampiri Azkiya dengan wajah tak enak hati.

Azkiya menatapnya tanpa ekspresi. Lalu melengos pergi.

"Ya udah, pergi."

"Tapi kamu kaya gak ikhlas gitu. Gak pamitan kaya---"

Azkiya menutup pintu kamar. Kalimat Haikal selanjutnya sudah tidak lagi terdengar.

Perempuan itu masih berdiri di balik pintu kamar.

Tak lama, terdengar suara mobil meninggalkan pekarangan rumah.

Azkiya menghela nafas panjang. Dadanya terasa begitu sesak. Ia sadar kalau dirinya egois, kekanak-kanakan.

Tapi di sini ia tidak ingin disalahkan. Ia ingin dimengerti, kecemburuannya ini sungguh mengganggu hati.

Kemudian Azkiya merebahkan tubuhnya di kasur, menutupi wajahnya dengan bantal hingga bantal tersebut basah oleh air matanya.

Azkiya cemburu. Azkiya takut kehilangan.

***

"Azkiya, aku mau kamu ikhlas. Sekarang Haikal sudah jadi suamiku juga. Kita berbagi cinta."

Azkiya menatap tak percaya pada mbak Wulan dan Haikal yang kini memakai baju pengantin.

Jodoh Mbak SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang