Hari pernikahan semakin dekat.
Tim dapur jadi punya tugas tambahan membuat makanan seperti kue kering untuk disajikan di acara nikahan massal nanti.
Sudah pasti akan banyak tamu yang datang. Baik dari wali santri, alumni, maupun para Kyai dan tokoh-tokoh alim ulama.
Pagi ini tim dapur sedang sibuk membuat kue kacang.
Azkiya tentu ikut membantu walau lagi-lagi ia disarankan untuk tidak perlu ikut bantu-bantu sebab dialah calon pengantinnya.
"Wah, lagi pada sibuk ya."
Lima orang di dapur yang awalnya sedang guyonan, langsung terdiam mematung saat tiba-tiba Ning Mila hadir di tengah-tengah mereka.
"Saya ingin diantar keluar sebentar, beli jajan. Kira-kira ada yang bisa nemenin gak yaa?"
Suasana hati Azkiya mulai tak enak saat empat pasang mata di dekatnya kompak melirik ke arahnya. Begitu juga Ning Mila.
"Eh, ada calon manten ternyata. Hmm bisa nemenin sebentar gak? Lagi ngidam pengen jajan yang dijual di jalanan nih."
Sebagai santri yang begitu menghormati gurunya, tentu Azkiya tidak bisa menolak keinginan perempuan yang sedang hamil muda itu.
Menggunakan motor yang biasa dipakai pergi ke pasar, kini keduanya berkendara keluar dari area pesantren.
"Kata Mas Fikri di depan SD itu banyak yang jualan. Kita ke sana ya."
Azkiya menganggukkan kepala patuh. Diam-diam nyeri di hatinya masih terasa saat menyadari, kalau yang sedang bersamanya kini adalah perempuan yang dicintai Gus Fikri dan direstui keluarga pesantren.
Kalau saingannya nasab, Azkiya tentu kalah jauh.
"Ayo turun. Kamu mau beli apa? Nanti saya yang bayar."
Niat hati ingin menunggu saja di atas motor, akhirnya Azkiya ikut turun menemani Ning Mila memilih jajanan di depan SD.
"Kamu tau jajanan yang namanya Papeda itu gimana?" tanya ning Mila, menunjuk ke arah gerobak yang terdapat tulisan besar 'Papeda'.
"Setahu saya, jajanan dari bahan aci yang nantinya digulung menggunakan tusukan sate. Biasanya toping di dalamnya itu telur dan bubuk pedas."
Azkiya menjelaskan sesuai pengalaman ia yang pernah membeli dan mencicipi jajanan bernama Papeda tersebut.
"Oh ya? Saya mau deh."
Azkiya setia menemani istri dari orang yang pernah ia cintai, membeli banyak jajanan di depan SD tanpa pikir harga.
Sampai dua puluh menit kemudian, tangan kanan dan kiri Azkiya sudah penuh oleh berbagai macam jajan yang dititipkan Ning Mila padanya.
"Kita duduk di situ dulu."
Ning Mila menunjuk ke arah halte tunggu yang berada tak jauh dari area sekolah.
Keduanya hanya duduk berdua di halte sepi tersebut.
"Nih ... kamu ambil, mau jajan yang mana?"
Azkiya menolak halus dengan gelengan kepala.
"Terimakasih, Ning. Monggo untuk Ning semua."
"Kenapa? Kamu lagi puasa mutih kah?"
Lagi, Azkiya menggelengkan kepala. Ia lebih baik memakan sisa jajan yang sudah dimakan Ning Mila untuk ngalap barokah. Dari pada harus makan jajan yang masih utuh.
"Tadinya saya mau ditemani mas Fitri. Tapi dia sibuk, sedang pergi dengan santri putra."
Azkiya cukup jadi pendengar yang baik tiap kali Ning Mila bercerita tentang rumah tangganya bersama Gus Fikri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Mbak Santri
Teen Fiction( BISMILLAH PROSES TERBIT ) "Jodoh santri ya santri lagi." Di dunia pesantren, adat perjodohan sudah menjadi hal biasa yang sering terjadi. Azka Azkiya merasakan hal itu di tahun kedelapan dirinya nyantri di pondok pesantren Al-Furqon. Abah Yai menj...