first love (Arpita) 2

267 22 4
                                    

Olahraga merupakan pelajaran yang paling disenangi anak-anak Sekolah, selain karena mereka bisa beraktivitas diluar ruangan, pelajaran olahraga juga lebih banyak praktek dibandingkan teori.
Bisa di bilang kalau olahraga menjadi pelajaran favorit setiap siswa, kecuali Arpita. Gadis itu sejak tadi duduk di pinggir lapangan dengan wajah lesu, bukannya dia tidak menyukai olahraga hanya saja Arpita malas bergerak lebih banyak dari biasanya. Arpita selalu jalan kaki setiap pagi atau siang saat pulang sekolah, alasan nya karena dia menghemat uang jajan sekolah. Dari pada naik kendaraan umum lebih baik dia jalan kaki sambil menikmati tea jus cincau sekaligus melepaskan penat belajar yang melelahkan otak.

Anak-anak kelasnya sangat menikmati permainan mereka, terbagi menjadi dua kelompok mereka memilih kegemaran masing-masing. Arpita menatap teman sebangkunya, Desi memainkan bola volly bersama anak-anak perempuan lainnya. Mereka terlihat senang karena bermain sambil tertawa, sedangkan para laki-laki tentu saja memilih bola kaki.

Mereka telah selesai mengambil nilai praktek, sekarang tinggal menyelesaikan pelajaran olahraga dengan bermain bersama. Arpita tidak berminat sama sekali untuk bergabung, makanya dia memilih menjauh dari keramaian. Gadis itu memegang sebuah novel terjemahan yang kemarin ia beli menggunakan uang jajan nya, salah satu alasan kenapa dia harus menghemat karena hobi membaca nya membutuhkan banyak uang untuk membeli buku-buku baru. Dia juga sedang mengumpulkan koleksi buku terbaru dari penulis terkenal, setiap orang sedang membicarakan buku itu dan Arpita tidak ingin ketinggalan memiliki nya. Lebih beruntung lagi kalau dia bisa mendapatkan tanda tangan langsung dari sang penulis, harapan yang selalu dia usahakan agar terkabul.

Arpita mulai membalik halaman bukunya, mulai tenggelam dalam bacaan sehingga suara-suara berisik disekeliling nya tidak lagi terdengar. Perempuan itu hanyut dalam cerita yang ia baca, meninggalkan dunia realita yang terkadang sangat berbanding terbalik dari fiksi. Seakan tidak ingin lagi peduli pada alam sekitarnya, Arpita juga tidak menyadari kalau seseorang mendekatinya sambil membawa sebungkus makanan ringan, air mineral serta dua kotak susu coklat.

Ia meletakkan makanan itu disebelah Arpita yang asik membaca, sesekali melirik wajah serius Arpita yang tidak terganggu oleh tindakan nya.
Mungkin bagi Arpita waktu berlalu sangat cepat karena dia sangat menikmati bacaannya, suara bel pertanda pelajaran olahraga telah selesai membuatnya menutup buku lalu menyadari seseorang berdiri dihadapan nya dengan wajah penuh keringat.

"Gue kira lo nggak akan dengar suara bel nya, asik banget baca buku." Pemuda itu akhirnya bernafas lega karena Arpita kini mulai memerhatikan wajahnya, setiap kali mata mereka bertemu selalu saja ada sengatan yang cukup meresahkan dalam hati keduanya.

Arpita belum sempat membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, orang itu sudah pergi meninggalkan nya dengan raut bingung. Dia hanya memandang punggung pemuda itu yang semakin menjauh, menghilang diantara anak-anak yang berjalan ke arah kantin. Seakan baru saja melepaskan beban berat, Arpita memeluk bukunya bernafas lega. Entah mengapa setiap kali dia berhadapan dengan anak itu, jantung nya berdebar keras sekali.
Dia tidak tahu bagaimana mengartikan debaran tersebut, sehingga alasan yang paling masuk akal adalah, karena Bima Warmanta selalu menatap tajam kepadanya. Sepasang mata milik Bima selalu menarik semua perhatian Arpita hingga ia melupakan apapun yang sedang dilakukan nya. Aneh

Arpita hendak bangun dari tempat duduk ketika tangan nya menyentuh bungkusan yang diletakkan Bima tadi. Bersamaan dengan itu juga Desi muncul bersama anak-anak perempuan kelasnya sembari berbisik tertawa menggoda.

"Cie cie si Pita, diem-diem gebetan nya si Bima cuy. Pesona cewek introvert mah beda ya." Arpita mengerutkan alisnya karena tidak mengerti maksud perkataan Desti. Desi tersenyum malu-malu sembari menyenggol bahu Arpita dengan sengaja, membuat yang lain nya pun ikut bersorak cie cie.

"Nggak ngerti gue apaan, makan deh kalo mau."

Desi yang melihat reaksi bodo amat sahabatnya itu hanya bisa terkekeh, ia mengatakan kepada yang lainnya agar tidak mengambil makanan pemberian Bima nanti pemuda itu marah. Arpita pernah memberikan coklat kepadanya, dia menerima dengan senang hati lalu memakan nya ketika jam istirahat dan tidak disangka kalau coklat itu pemberian Bima, pemuda itu bersungut kesal menatap sinis Desi yang merasa tidak tahu apa-apa. Sejak saat itu ia selalu menolak ketika Pita memberikan nya makanan, bukan tidak mau tapi wajah tidak suka Bima masih terus diingat nya. Bima itu jarang sekali berbicara, tapi sekali nya bersuara selalu saja tidak enak di dengar.

Lagi pula Bima tidak beda jauh sikapnya dengan Arpita, sama-sama asik dengan dunia mereka sendiri. Pemandangan yang tadi disaksikan semua orang cukup mengesankan, karena Bima rela menahan panasnya terik matahari demi melindungi Arpita yang membaca novel. Bahkan lelaki itu mengabaikan godaan yang dilemparkan guru mereka, dia berdiri tegap menghadap Arpita dengan punggung yang dibakar sinar matahari sedangkan gadis itu sama sekali tidak peduli.

"Lo simpen aja sih makanan nya, buat cemilan dirumah sambil baca buku. Hargain usaha si Bima udah nahan panas demi lo yang asik ngebaca novel, emang susah deketin anak-anak special kaya lo gini. Bima tahan banting banget ya nge-crush modelan si Pita."

"Tau nih si Pita, angin nya kenceng banget padahal tapi dia sama sekali nggak goyah, salut sih gue."

Mereka masih menyorakkan cie cie sambil berlalu meninggalkan Arpita disana sendirian, semuanya masuk ke dalam kelas untuk berganti pakaian. Akhirnya mau tak mau, dia mengambil bungkusan itu untuk disimpan. Mungkin benar kata Desi, lebih baik dibawa pulang untuk cemilan dirumah. Sepeninggal Arpita, orang yang sejak tadi jadi buah pembicaraan muncul namun kali ini dia telah mengganti pakaian.
Bima berlari untuk mencapai pintu kelasnya kemudian duduk disana, nafasnya sedikit berat karena terburu-buru lari. Ia melihat segerombolan anak kelasnya berjalan kearah sini, dengan cepat ia berdiri menghalangi mereka semua untuk masuk.

"Tunggu sebentar, anak-anak lagi ganti baju." Katanya sembari memegang handle pintu, postur tinggi tubuh Bima membuatnya paling mencolok dari anak lain. Ditambah lagi wajahnya yang cukup menarik, tak jarang ia dilirik kakak kelas untuk diajak berkenalan.

"Wah, lama-lama lo cocok jadi penjaga sekolah. Satu yang diincer, satu kelas dapet perhatian. Anjing si Bima niat banget."

"Usaha bre, nama nya juga sedang berusaha merebut hati doi ya wajar kalo butuh ekstra tenaga."

Bima mendengus mendengar ejekan kawan akrab nya, mengalihkan pandangan nya kepada salah satu anak yang berusaha mengintip melalui kaca jendela yang transparan.

"Tempelin lagi tu mata dikaca, gue pecahin kepala lo!"

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang