SHORT STORY

Delusi (18+) 3

Sebagian orang mengatakan kalau anak lelaki terlalu mencintai ibunya maka dia akan menggantungkan seluruh hidup nya pada sosok yang telah melahirkan serta membesarkan nya itu, mereka tidak hanya bergantung tapi akan bertingkah selayaknya anak kepada orangtua.

Bennedict itu bukan pria kejam, dia sangat mencintai dan menghormati kaum perempuan terutama ibunya, Namira Julian. Pernikahan nya bersama wanita bernama Sharon Kenan membuat Ben yang penyayang berubah menjadi sosok yang tertutup dan dingin, disaat lelaki itu berusaha sepenuh hati ingin mencoba menerima dan mencintai Sharon, perempuan itu justru menghancurkan impian Ben yang ingin memiliki rumah tangga harmonis seperti kedua orangtua nya.

Mereka orang kaya, keluarga mereka terpandang dan hampir seluruh negeri mengenal siapa itu ayah Ben. Kerajaan bisnis yang kakek nya bangun telah membuat keturunan Julian memiliki nama belakang paling berpengaruh. Nyatanya, menjadi sangat disegani dan dihormati tidak selalu membuat keadaan berpihak kepada kita.

Ben melihat Sharon berbaring malas diatas ranjang mereka, seperti biasa wanita itu akan membuang muka tak pernah mau melihat wajahnya. Jujur saja, jauh didalam hati Ben ia ingin sekali saja Sharon menghargai keberadaan nya. Dia memang tidak mencintai Sharon, tapi mereka masih bisa berteman dan mengobrol layaknya kawan akrab karena sudah cukup lama kedua orang itu tinggal serumah. Tidak sekali pun Ben mendapatkan teguran, atau sapaan ramah dari Sharon.

Kebencian macam apa yang telah Sharon tanam dalam hatinya sehingga tidak sekali pun mereka terlibat obrolan meski hanya untuk berkenalan, saling mengetahui keadaan masing-masing. Hidup bersama Sharon Kenan membuat Bennedict tidak berharga sama sekali, bertemu dengan Sana yang keras kepala tapi selalu menatap kedua matanya ketika berbicara membuat Ben merasa sangat dihargai.
Dia merasa diperhatikan, Ben tak pernah direndahkan seperti ini oleh lawan bicaranya namun Sharon menghancurkan kepercayaan diri nya.

Kemudian Sana membangun kembali rasa percaya diri pria itu lewat perlakuan kecil nya, Sana itu bukan gadis yang egois. Mereka bisa berbicara banyak hal ketika baru bertemu, sebelum melakukan kegiatan panas diatas ranjang ia akan bertanya tentang hari Ben dan pekerjaan nya. Ben merasa terharu, ibunya juga memperlakukan lebih baik dari dua wanita itu namun Sana berbeda. Dia orang asing yang tak mengenal Ben tapi dia peduli, Sharon yang menyandang status istrinya pun tak pernah melihat wajah Ben ketika lelaki itu bertanya.

"Ben, we need to talk. Bisakah kita berbicara serius kali ini?" Pertama kali Sharon menginginkan pembicaraan bersama nya, suara wanita itu terdengar sengau dan kedua matanya sembab. Ben menatapnya penuh selidik, meski hatinya sudah dimiliki Sana tapi wanita itu masih istrinya. Ben masih punya hak untuk peduli, dan apapun alasan yang membuat Sharon menangis dia harap bukan karena dirinya.

Tapi kan Ben tak pernah berbuat salah selama ini, Sharon tak mungkin menangis karena nya.

"Bicaralah, Sharon. Kamu punya waktu banyak untuk mengatakan apapun, aku mendengarnya", Ben menyahut sembari melepaskan jas mahalnya untuk diletakkan diatas single sofa yang terletak tak jauh dari ranjang mereka. Sharon memerhatikan gerak-gerik suaminya, lelaki tampan itu terlalu baik untuk dijadikan suaminya. Sharon merasa bersalah tapi dia sakit hati dengan kedua orang tua nya yang tak pernah mau mendengarkan keinginan nya, Sharon tidak ingin dijodohkan dengan Ben tapi karena ayah nya yang egois disini lah dia tinggal bersama lelaki bernama Bennedict Julian.

Ben tampan, ia baik dan sangat perhatian kepada Sharon. Dirinya merasa tersanjung mendapat perlakuan manis Ben diawal pernikahan mereka, lelaki itu berusaha mengambil hatinya tapi Sharon tidak bisa mencintai Ben seperti yang diharapkan lelaki itu. Mereka tidak sepatutnya bersama, Sharon menghalangi kebahagiaan suaminya. Ben pantas mendapatkan orang lain yang cintanya sama besar dengan lelaki itu, Sharon egois karena hanya memikirkan dirinya sendiri tapi dia bisa apa?